TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Keputusan Satpol PP Banyuwangi menutup operasional puluhan toko modern atau minimarket milik pengusaha lokal langsung memicu polemik.
Tak hanya berpotensi mengganggu roda perekonomian daerah, kebijakan itu juga dianggap mengancam nasib ribuan tenaga kerja dan pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Dampak nyata dari penutupan ini antara lain adalah potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap para karyawan, kerugian bagi UMKM yang menitipkan produknya, serta kehilangan pendapatan bagi pedagang kaki lima yang biasa berjualan di depan minimarket. Bahkan toko kelontong yang baru tumbuh karena dampak keramaian di sekitar minimarket juga ikut terdampak.
Tak hanya itu, citra Banyuwangi sebagai daerah ramah investasi pun turut dipertaruhkan, apalagi sebagian besar minimarket yang disegel adalah milik putra daerah. Penutupan ini pun menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari Pengamat Kebijakan Daerah dan Ketua Asosiasi BPD Banyuwangi, Rudi Hartono Latif. Ia menilai, ada indikasi perlakuan tidak adil yang diterima oleh pelaku usaha lokal dibanding investor dari luar.
“Intinya dari semua itu, Pemkab Banyuwangi, entah Satpol PP, DPMPTSP, atau dinas terkait lainnya, plus DPRD, tidak sungguh-sungguh menjalankan Perda secara adil,” kata Rudi Hartono Latif, Selasa (22/4/2025).
Rudi bahkan menyebut adanya dugaan oknum yang mempermainkan regulasi demi keuntungan pribadi. Kecurigaannya menguat ketika ia membandingkan kasus minimarket lokal yang ditutup, dengan kelancaran operasional tempat usaha lain yang diduga milik investor luar daerah.
Contohnya, pembangunan dan operasional Mie Gacoan di Genteng serta proyek restoran Wizzmie di lahan Dinas PU Pengairan Banyuwangi yang berada tepat di depan minimarket Vionata Genteng.
“Keduanya belum mengantongi izin lengkap, tapi bisa tetap berdiri dan berjalan. Ini sangat janggal,” ungkap Rudi.
Ia menambahkan, informasi yang ia terima menunjukkan adanya perlakuan khusus terhadap investor tertentu, baik yang membuka usaha di kecamatan maupun di wilayah pusat kota Banyuwangi.
“Regulasi dibuat seharusnya untuk kemaslahatan masyarakat. Kalau sudah tak berasaskan manfaat, maka arah kebijakan patut dipertanyakan,” tandasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait hal ini, Kabid Penegakan Perda Satpol PP Banyuwangi, Candra Tristiyono, enggan memberikan keterangan mendalam. Ia meminta awak media langsung menghubungi Kepala Satpol PP Banyuwangi, Wawan Yadmadi.
Namun, Candra mengakui bahwa pihaknya telah mengirimkan surat teguran kepada Mie Gacoan dan proyek restoran Wizzmie karena keduanya belum melengkapi dokumen perizinan.
“Sudah kita surati sejak lama. Teguran itu karena izinnya belum lengkap,” singkatnya.
Isu ini masih terus berkembang dan menjadi sorotan tajam masyarakat Banyuwangi, terutama karena menyangkut keadilan dalam perlakuan terhadap pelaku usaha lokal dan asing di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih.(*)