Hari Terakhir Kerja, Pegawai Dibayar Rp 3,6 Juta Pakai Koin oleh Bos, Bayaran Atas Sikap Selama Ini
Mujib Anwar April 23, 2025 02:07 PM

TRIBUNJATIM.COM - Tindakan seorang bos perusahaan menuai pro dan kontra.

Pasalnya, ia membayar pegawainya yang hendak resign dengan koin.

Bayaran gajinya sebesar Rp 3,6 juta itu diuangkan dalam bentuk koin.

Menurut bos tersebut, bayaran itu sebagai bentuk terapi bagi pegawainya.

Pegawai tersebut disebutkan oleh majikannya kerap berbuat tak menyenangkan.

Seorang bos di Taiwan merasa kecewa dengan sikap karyawannya selama bekerja.

Ia pun ingin memberikan pelajaran atau shock therapy kepada karyawannya di hari terakhir ia bekerja.

Karyawannya yang bernama Liu ini mendapatkan gaji di hari terakhir ia bekerja.

Liu pun menerima gaji sebesar 215 Dollar Amerika dalam bentuk koin pecahan beragam.

Liu sendiri sebelumnya terlibat perselisihan dengan bosnya.

Sang bos mengatakan metode pembayaran itu dibenarkan sebagai "shock therapy" bagi wanita tersebut.

Apa yang dilakukan oleh si bos ini pun memicu beragam komentar di media sosial.

Peristiwa itu terungkap ketika seorang wanita berusia 19 tahun, bermarga Liu, yang tinggal di Taiwan mengatakan di media sosial bahwa bosnya memberinya sekantong plastik berisi koin sebagai gaji terakhirnya sebesar NT$6.972 (sekitar Rp 3,6 juta) saat ia mengundurkan diri.

Gaji tersebut termasuk koin NT$1, koin NT$5, dan koin NT$10.

Pegawai kantor diberikan koin oleh bos di hari terakhir kerja
Pegawai kantor diberikan koin oleh bos di hari terakhir kerja (South China Morning Post)

Untuk menukarkannya di bank, Liu membutuhkan waktu satu jam untuk menyusun dan menghitungnya.

“Saya bahkan menemukan uang NT$20 (60 sen AS) hilang dan saya pun mengonfrontasi majikan saya, yang kemudian bercanda kepada orang lain, 'Ada pengemis di sini, beri dia NT$20,'” kata Liu, seperti dikutip TribunJatim.com dari South China Morning Post, Rabu (23/4/2025) via TribunnewsMaker.com.

Si bos pun beralasan kalau tindakannya tersebut merupakan bentuk 'shock therapy'.

Ia juga mengklaim bahwa tindakan tersebut dilakukan sebagai respons atas sikap Liu yang buruk terhadap rekan kerja dan ketidakhadirannya yang berulang kali dari tempat kerja.

"Saya katakan padanya bahwa saat bekerja, kita perlu memperlakukan orang lain dengan hormat dan menjaga komunikasi yang baik. Tanggapannya meremehkan, mengatakan ketidaksabarannya karena dia baru saja bangun tidur," kata pemilik toko itu kepada TVBS News.

Si bos juga menuduh karyawan tersebut meminjam sebagian gajinya di muka setelah bekerja hanya sebulan.

Ia membeberkan kalau Liu tidak masuk kerja tanpa alasan dan pemberitahuan selama tiga hari.

“Anggota parlemen perlu merevisi undang-undang di Taiwan. Saya mendukung pencegahan eksploitasi tenaga kerja, tetapi bolehkah saya bertanya mengapa tidak ada tindakan yang sesuai untuk menangani karyawan yang tidak masuk kerja tanpa izin atau tidak masuk kerja tanpa alasan?” kata pemilik perusahaan.

Ia menambahkan bahwa dirinya sempat menawarkan diri untuk menukar koin-koin tersebut dengan uang kertas jika karyawan tersebut meminta maaf.

Namun ternyata Liu justru tidak mau meminta maaf.

Li Xuanchang, komisaris Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Biro Urusan Ketenagakerjaan Pemerintah Kota Tainan pun buka suara.

“Majikan tidak menunda pembayaran atau mengurangi jumlahnya, jadi secara teknis tidak ada pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan. Namun, pendekatan ini tentu saja tidak bijaksana atau etis," ujar Li Xuanchang.

Kasus ini pun ramai menuai reaksi netizen.

Banyak yang justru menghujat si bos lantaran memberikan gaji pegawainya dalam bentuk uang koin semua.

Sementara itu, di Indonesia sendiri sedang marak pula perbincangan soal perusahaan yang memperlakuan pegawainya secara tak layak.

Polemik penahanan ijazah yang dilakukan pabrik CV Sentosa Seal hingga kini masih terus berlanjut.

DSP (24), salah satu mantan pegawai melaporkan pemilik CV yakni Jan Hwa Diana ke Mapolda Jatim, Senin (21/4/2025).

Mantan pegawai tersebut tak kunjung mendapatkan ijazahnya meski sudah resign 5 tahun lalu.

Ia terpaksa kerja serabutan hingga kini lantaran ijazah belum juga dikembalikan oleh perusahaan.

DSP menceritakan telah mengundurkan diri dari perusahaan itu sejak 2020 lalu.

Beberapa tahun belakangan, dia kesulitan mencari pekerjaan. 

Apalagi jika tempat perusahaan yang akan dilamar memintanya menunjukkan ijazah pendidikan terakhir. 

Terpaksa, untuk sementara waktu, ia bekerja membantu bisnis pribadi yang dikelola keluarganya.

Kendati begitu, DSP tetap tak legawa jika ijazah terus-terusan ditahan tanpa penjelasan.

Apalagi, proses penahanan ijazah tersebut, berlangsung hingga lima tahun lamanya, setelah dirinya resign dari perusahaan tersebut. 

"Saya kesulitan melamar kerja lagi. Karena ijazah ditahan. Karena untuk melamar harus bawa ijazah asli. Ya selama ini, akhirnya saya membantu pekerjaan orangtua yang sampingan-sampingan," ujar DSP, dikutip dari Kompas.com.

Korban DSP mengaku tertarik bekerja di CV Sentosa Seal (SS) setelah membaca sebuah postingan berisi lowongan pekerjaan melalui Facebook (FB) pada November 2019.

IJAZAH BELUM DIKEMBALIKAN - Pemilik UD Sentosa Seal, Jan Hwa Diana selepas hearing di kantor DPRD Surabaya pada Selasa (15/4/2025). Diana mengaku tak mengetahui posisi ijazah para mantan karyawannya.
IJAZAH BELUM DIKEMBALIKAN - Pemilik UD Sentosa Seal, Jan Hwa Diana selepas hearing di kantor DPRD Surabaya pada Selasa (15/4/2025). Diana mengaku tak mengetahui posisi ijazah para mantan karyawannya. (KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH)

Namun, ia memutuskan keluar dari pekerjaan 'resign' April 2020, setelah bekerja secara serabutan di dalam pabrik atau gudang tersebut selama kurang lebih setengah tahun.

Memang, informasi pada postingan lowongan FB tersebut beredar tidak mencantumkan syarat untuk menyerahkan ijazah sebagai jaminan. 

Namun, saat proses interview dengan pihak manajemen, peraturan mengenai adanya penyitaan ijazah sebagai jaminan dari pihak pelamar kerja, baru dibahas secara lisan.

Pihak manajemen berdalih, jaminan tersebut diperlukan guna mengantisipasi adanya praktik curang yang dimungkinkan bakal dilakukan si pelamar kerja tatkala sudah diterima sebagai karyawan. 

Seperti kinerja kerja yang tak sesuai target, dan antisipasi manakala si karyawan tersebut melakukan aksi pencurian barang investaris milik perusahaan.

"Awalnya tahu dari FB. Kalau penjelasan ijazah bakal ditahan, itu saat waktu interview. Iya, bilangnya cuma buat jaminan, takutnya mungkin kayak masalah keuangan, takut ada yang mencuri," ungkapnya.

Sebenarnya, sejak ijazah disita dan tak kunjung dikembalikan meskipun dirinya sudah resign, DSP sudah berusaha untuk memintanya kepada pihak manajemen. 

Manajemen tersebut adalah karyawan yang mengaku sebagai petugas personalia atau human resource development (HRD) perusahaan UD. SS, yang berinisial VO dan HS. 

Namun, tetap saja, pihak perusahaan tersebut tidak kunjung mengembalikannya.

Bahkan, korban DSP pernah mendatangi langsung perusahaan tersebut bersama orangtuanya. 

Bahkan, saat dirinya mencoba menelepon pemilik perusahaan tersebut yakni sosok JHD yang belakangan viral karena polemik perusahaan swasta melakukan penyitaan ijazah di Surabaya.

Hasilnya, dapat ditebak, korban DSP berdalih permintaannya itu ditolak mentah-mentah oleh pihak JHD tanpa alasan yang jelas. 

BATASI SALAT JUMAT - Jan Hwa Diana saat konferensi pers di Rumah Dinas Wakil Walikota Sarmuji. Diana kini mendapat sorotan lantaran perusahaannya pangkas gaji karyawan tiap salat Jumat hingga hanya batasi 20 menit untuk beribadah, Senin (21/4/2025).
BATASI SALAT JUMAT - Jan Hwa Diana saat konferensi pers di Rumah Dinas Wakil Walikota Sarmuji. Diana kini mendapat sorotan lantaran perusahaannya pangkas gaji karyawan tiap salat Jumat hingga hanya batasi 20 menit untuk beribadah, Senin (21/4/2025). (KOMPAS.com/Adhitiya Prasta Pratama)

"Saya sudah menagih ijazah agar dikembalikan. Tadinya enggak ada respons. Saya konfirmasi ke bu bosnya langsung. Iya ke Bu JHD yang viral itu. Saya saat itu coba ngomong baik-baik, sudah saya telpon, saya ke sana sama ayah saya, ternyata enggak ada orangnya," katanya.

"Lalu saya telpon, kemudian setelah telpon, malah saya yang dimaki-maki pakai kata-kata kotor. Saya tanya; masalahnya apa kok gak diberikan. Tambah dimaki-maki saya," ujar dia.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.