BANJARMASINPOST.CO.ID - Seorang pedagang kelontong di kawasan Mulawarman Banjarmasin mengaku pernah melihat sejumlah jajanan anak-anak, yang dinyatakan mengandung babi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Di antaranya ChompChomp Car Mallow yang merupakan marshmallow berbentuk mobil, dan Larbee atau marshmallow isi selai vanila. Jajanan tersebut dijual beberapa distributor.
“Marshmallow yang bentuk mobil, dulu ada saya lihat yang jual,” ujar pedagang yang kerap disapa Mama Indra ini, Rabu (23/4).
Oleh karena mengandung unsur babi atau porcine, sembilan produk jajanan anak-anak ditarik dari pasaran. Tujuh di antaranya bahkan berlabel halal.
Jajanan itu yakni Corniche Fluffy Jelly Marshmallow (Marshmallow aneka rasa seperti leci, jeruk, stroberi dan anggur), Corniche Marshmallow Rasa Apel Bentuk Teddy (Apple Teddy Marshmallow), ChompChomp Car Mallow (Marshmallow berbentuk mobil), ChompChomp Flower Mallow (Marshmallow bentuk bunga), ChompChomp Marshmallow bentuk tabung (Mini marshmallow), Hakiki Gelatin (Bahan tambahan pangan pembentuk gel), Larbee-TYL Marshmallow isi selai vanila (Vanilla Marsmallow Filling), AAA Marshmallow Rasa Jeruk dan Sweetme Marshmallow Rasa Cokelat.
Mama Indra mengaku belum pernah menjual produk tersebut. “Saya tidak pernah beli di distributor atau jual marshmallow seperti itu. Selama ini jual produk yang terkenal saja,” ujarnya.
Sedang beberapa pedagang lainnya di kawasan sekolah Mulawarman Banjarmasin mengaku belum mengetahui soal adanya penarikan produk tersebut.
Alfiansyah Rachmi, orangtua pelajar, mengaku khawatir dengan ada produk jajanan mengandung babi. Untungnya Rachmi sudah membiasakan anaknya untuk tidak jajan sembarangan terutama saat di sekolah.
“Alhamdulillahnya anak saya pemilih untuk hal jajanan atau snack yang dikonsumsi,” katanya. Oleh karenya, Rachmi menyatakan istrinya sering membuatkan jajanan untuk dikonsumsi di rumah dan dibawa anak ke sekolah.
Beberapa pedagang makanan ringan di Kota Pelaihari, Kabupaten Tanahlaut (Tala), juga mengaku tak menjual produk makanan tersebut. Bahkan, bagi mereka, nama-nama jajanan tersebut terasa asing. “Saya malah baru tahu nama-nama makanan ringan jenis itu setelah menyimak berita di sosmed,” ucap Andang, Rabu.
Andang merupakan pemilik toko sembako dan makanan ringan di Jalan Balerejo, Kelurahan Angsau, Kecamatan Pelaihari. Tokonya lumayan besar dan lengkap. Pengunjung juga selalu ramai sejak buka pagi hingga malam.
Lelaki murah senyum ini mengatakan biasanya apabila ada jenis makanan yang tidak layak edar, pemerintah pasti turun tangan melakukan penarikan. Sejauh ini, dia belum mendengar adanya kegiatan tersebut.
Plt Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro dan Perdagangan Tala Totom Wahyudi ketika dikonfirmasi mengaku belum mendapat pemberitahuan atau surat edaran dari pemerintah pusat atau pemerintah provinsi mengenai penarikan sembilan produk yang disebut mengandung babi.
Ia mengatakan biasanya ada pemberitahuan berjenjang dari pusat hingga provinsi untuk penarikan produk. Totom pun mengaku asing dengan nama sembilan produk tersebut. “Saya juga sudah tanya ke bawahan yang membidangi perdagangan. Mereka juga baru mendengar nama-nama itu. Sepertinya di Tala belum ada,” ujarnya.
Sementara ini pihaknya juga belum mendapat laporan warga atau pihak lain mengenai sembilan produk tersebut. Meski begitu, Totom dan jajaran segera melakukan pemantauan ke toko-toko makanan ringan hingga retail modern guna memastikan ada tidaknya barang-barang tersebut.
Farin, pedagang di Kelurahan Sungai Malang, Kecamatan Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), menyatakan tidak pernah menjual jenis makanan ringan yang ditarik dari peredaran tersebut. “Belum pernah menjual yang merek ini, biasanya yang merek lain,” ujarnya sambil mencermati gambar salah satu snack yang dilarang.
Barin menambahkan saat ini jenis makanan ringan yang banyak digemari anak-anak bukan marshmallow. Hanya kalangan tertentu yang membeli marshmallow karena harganya per kemasan lebih dari Rp 10 ribu. Jajanan itu biasanya dijual di toko modern.
“Kalau untuk camilan, kami jarang menjual yang harganya di atas Rp 10 ribu karena sulit terputar modalnya. Lambat lakunya. Kalau dilihat harga jajanannya cukup mahal,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan HSU Kamaruddin mengatakan akan berkoordinasi dengan Loka POM yang ada di Kabupaten Tabalong. “Untuk imbauan akan disebarluaskan ke masyarakat melalui berbagai media informasi,” ujarnya. (riz/roy/nia)
Produsennya Curang
Adanya tujuh produk jajanan berlabel halal mengandung babi menimbulkan pertanyaan mengenai prosedur dan pengawasan sertifikasi.
Anggota Satuan Tugas (Satgas) Halal Kementerian Agama (Kemenag) Kalimantan Selatan Muhammad Mubarak menjelaskan terdapat dua jalur sertifikasi halal yang bisa diakses pelaku usaha, yaitu reguler dan self declare.
Pada jalur reguler, pelaku usaha mendaftar melalui laman ptsp.halal.go.id (SIHALAL), melengkapi dokumen, diverifikasi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dilakukan pemeriksaan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), dilakukan sidang fatwa oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan penerbitan sertifikat halal oleh BPJPH.
Sementara untuk self declare, biasanya diperuntukkan bagi UMKM dengan risiko produk yang lebih rendah. Prosesnya pun lebih ringkas. Diawali dengan registrasi di situs sehati.halal.go.id, verifikasi oleh pendamping PPH, sidang fatwa hingga sertifikat diterbitkan.
Namun, menurut Mubarak, setelah sertifikasi, bukan berarti pengawasan selesai. “Pengawasan tetap berjalan. Bahkan masyarakat pun bisa melapor jika ada dugaan pelanggaran. Karena bisa jadi bahan yang digunakan saat proses sertifikasi berbeda dengan produk yang dipasarkan,” ujarnya, Rabu (23/4).
Mengenai produk berlabel halal namun mengandung bahan nonhalal seperti ditemukan BPJPH, menurut Mubarak, bisa jadi karena ada kecurangan dari produsen.
“Ada kemungkinan saat pengajuan, mereka memberikan produk yang komposisinya tak mengandung bahan nonhalal sehingga sertifikasi bisa dilakukan,” tuturnya.
Sedang Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Banjarmasin Leonard Duma menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti temuan tersebut dan memasukkannya dalam kegiatan pengawasan rutin.
“Sampai saat ini produk tersebut belum kami temukan di Banjarmasin. Tapi kami sangat terbuka, mohon masyarakat segera lapor jika melihatnya beredar,” kata Leo.
Ia juga memastikan bahwa BBPOM siap melakukan penelusuran intensif di lapangan jika ada indikasi peredaran produk bermasalah tersebut di wilayah Banjarmasin. (sul)