TIMESINDONESIA, MALANG – Menjadi perempuan di dunia akademik tak menghalangi Henny Rosalinda, untuk terus menyuarakan pentingnya kesetaraan gender. Dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya ini menegaskan bahwa kesetaraan gender tak boleh berhenti sebagai jargon semata, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata yang melibatkan tanggung jawab bersama.
Sebagai Co-Chair Komunitas Gender dan Hubungan Internasional se-Indonesia, Henny aktif menyuarakan perlunya akses dan kesempatan yang adil antara perempuan dan laki-laki di berbagai sektor, termasuk pendidikan dan politik.
“Perempuan itu sepenting itu. Jangan pernah abaikan peran perempuan karena kemajuan bangsa juga ada di tangan mereka,” tegasnya.
Ia menyoroti bahwa masyarakat Indonesia masih hidup dalam budaya patriarkis, di mana laki-laki sering dianggap lebih unggul. Hal ini, menurutnya, menjadi tantangan dalam upaya mewujudkan keadilan gender.
"Idealnya, kesetaraan gender memberikan keadilan yang sama dalam hal peran, hak, akses, partisipasi, hingga kewajiban,” jelasnya.
Lebih dari sekadar menyuarakan, Henny juga membuktikan perjuangan itu melalui perjalanan hidupnya. Ketika melanjutkan studi S2 di Nagoya University, Jepang, dan S3 di University of Portsmouth, Inggris, Henny membawa serta anaknya ke luar negeri karena sang suami sedang menyelesaikan pendidikan di IPB University. Baginya, pendidikan dan keluarga adalah dua hal yang sama pentingnya dan tidak harus saling mengorbankan.
“Saya tetap menjalankan peran sebagai ibu dan istri sembari mengejar pendidikan. Itu bagian dari perjuangan kesetaraan. Perempuan berhak meraih mimpi tanpa harus melepaskan perannya dalam keluarga,” ujarnya.
Dalam momentum Hari Kartini, Henny mengajak perempuan muda untuk meneladani semangat RA Kartini dalam memperjuangkan hak pendidikan dan peran di masyarakat.
“Kartini muda harus berani percaya pada pemikirannya sendiri dan membuktikan bahwa kehadiran mereka dapat membawa perubahan positif,” pesannya.
Henny menutup dengan harapan agar wacana kesetaraan gender tidak sekadar ramai dibicarakan saat momen Hari Kartini saja. Ia ingin masyarakat, khususnya generasi muda, terus mendorong perubahan yang inklusif dan adil bagi semua gender. (*)