Efek Perang Dagang, IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,8 Persen
Wahyu Gilang Putranto April 24, 2025 06:13 PM

TRIBUNNEWS.COM - Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 menjadi 2,8 persen, turun dari proyeksi awal pada 2024 yang dipatok 3,3 persen.

"Pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 2,8 persen pada tahun ini, turun dari 3,3 persen tahun lalu dan jauh di bawah rata-rata historis," tulis laporan IMF dikutip dari CNN International, Kamis (24/4/2025).

Pemangkasan ini diungkap IMF dalam laporan bertajuk World Economic Outlook.

Tepat setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif impor ke sejumlah negara hingga memicu perang dagang.

Bagi mitra dagang, bea masuk yang lebih tinggi akan diterjemahkan sebagai guncangan permintaan yang memukul output dan harga  yang mengganggu perdagangan global, hingga berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi global.

Serangkaian tekanan ini yang mendorong IMF untuk memangkas proyeksi pertumbuhan global tahun ini.

Menjadi ekspansi produk domestik bruto paling lambat sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2020, jadi yang terburuk kedua sejak 2009.

Pertumbuhan Ekonomi AS Ikut Amblas

Tak hanya proyeksi ekonomi dunia yang dipangkas, IMF juga turut memangkas proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS.

Proyeksi itu dipangkas dari 2,8 persen pada 2024 menjadi 1,8 persen pada 2025.

Pemangkasan dilakukan lantaran tarif impor yang diberlakukan Trump memicu beberapa mitra dagang untuk melemparkan tindakan balasan terhadap tarif yang pada akhirnya membawa perdagangan dunia di ambang resesi.

Membuat ekonomi Amerika Serikat (AS) berpotensi jatuh ke jurang resesi.

Dengan kemungkinan 2 juta warga AS kehilangan pekerjaan, sebagai akibat dari kenaikan tarif yang sedang berlangsung.

Kepala Ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas mengatakan tarif baru yang diberlakukan Trump menyumbang hampir separuh dari penurunan tajam dalam proyeksi pertumbuhan AS tahun ini.

Ia mencatat bahwa ketidakpastian kebijakan telah menekan permintaan di dalam negeri bahkan sebelum pengumuman tarif terbaru.

Penurunan proyeksi ini menambah peringatan serupa dari beberapa bank Wall Street dalam beberapa pekan terakhir.

Di mana JPMorgan Chase & Co dan Goldman Sachs Group Inc sebelumnya telah memperingatkan kemungkinan resesi di AS yang telah meningkat.

"Dampak jangka panjang dari tarif ini, jika terus diberlakukan, akan bersifat negatif bagi semua kawasan sama seperti dampak jangka pendeknya," kata Gourinchas.

Pasar Saham Ditinggal Investor 

Merespons pemangkasan proyeksi yang dilakukan IMF, investor global berbondong-bondong angkat kaki dari Wall Street, bursa saham AS.

Dari pantauan hasil survei terbaru Bank of America terhadap para manajer investasi global, menunjukkan bahwa 73 persen investor global mulai mengurangi kucuran duit mereka di AS lantaran keistimewaan AS telah mencapai puncaknya, 

Kaburnya para investor juga tampak dari hasil survei terbaru American Association of Individual Investor. 

Hasil poling menunjukkan selama delapan minggu terakhir, lebih dari 50 persen responsden bersikap pesimis terhadap pasar saham AS.

Mengindikasikan bahwa sentimen investor sedang negatif secara konsisten dalam jangka waktu cukup panjang.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan 15 tahun terakhir, di mana saat itu pasar saham AS menjadi standar emas. dengan S&P 500 terus mengungguli indeks-indeks saham di Eropa dan Asia.

Namun munculnya karena munculnya DeepSeek sebagai pesaing ChatGPT, serta prospek pertumbuhan yang lebih besar di Eropa menarik perhatian investor.

Ditambah dengan adanya perang dagang akibat tarif impor Trump tahun ini S&P 500 turun 10 persen, berada di jalur untuk bulan terburuknya sejak 2022. 

(Tribunnews.com / Namira)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.