TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuding bahwa Saeful Bahri telah mencatut nama kliennya terkait kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku.
Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy mengatakan hal itu terkait keterangan eks Komisioner Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang mengaku pernah berkomunikasi dengan Saeful perihal pengurusan PAW tersebut.
Dalam komunikasi itu terungkap bahwa Saeful yang merupakan eks kader PDIP pernah menyampaikan kepada Tio bahwa Hasto siap menggaransi PAW Harun karena atas perintah dari "ibu".
"Apa yang tadi kami tanyakan di bagian terakhir persidangan kepada Saudara Tio, bahwa terbukti Saudara Saeful dalam hal ini menggunakan nama Sekjen PDIP, mencatut nama-nama pimpinan partai," kata Ronny kepada wartawan di sela-sela persidangan, Kamis (24/4/2025).
"Dan itulah yang kita sebut mencatut nama. Mencatut nama. Sering mencatut-mencatut nama," katanya.
Ronny juga menuturkan bahwa berdasarkan kesaksian dari Tio, Saeful Bahri dinilai kerap mencatut nama petinggi partai berlambang moncong banteng tersebut.
Tak hanya itu, ia juga menegaskan tidak ada perintah yang disampaikan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Hasto selaku Sekjen terkait pengurusan PAW Harun Masiku tersebut.
"Bukan (perintah Megawati). Jadi, inilah sebenarnya fakta yang sudah terungkap, bahwa tidak ada perintah dari pimpinan partai maupun dari Sekjen PDIP Perjuangan Mas Hasto Kristiyanto terkait dengan uang dan terkait dengan dugaan uang operasional terhadap Wahyu Setiawan," ucap Ronny.
Kemudian Ronny juga membahas perihal pengurusan PAW Masiku yang dinilainya telah dijalankan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA).
Putusan MA tersebut, kata dia, soal judicial review PDIP terhadap Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara. Saat itu, judicial review dikabulkan sebagian oleh MA.
"Jadi, menurut saya janganlah kita framing-framing bahwa seolah-olah ini sudah terkait dengan pimpinan-pimpinan partai. Ini adalah perintah dari partai. Secara organisasi, ya, karena menjalankan putusan dari Mahkamah Agung, itu clear," ujarnya.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto disebut siap menggaransi pengurusan PAW anggota DPR RI Harun Masiku dari Riezky Aprilia.
Adapun hal itu diungkapkan oleh mantan Komisioner Bawaslu Agustiani Tio Fridelina saat hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap dan perintangan penyidikan kepengurusan PAW Harun Masiku di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Dalam kesaksiannya Tio menjelaskan bahwa hal itu ia ketahui berdasarkan keterangan dari mantan kader PDIP Saeful Bahri yang sempat berkomunikasi dengannya mengenai PAW Harun Masiku.
Awalnya Tio menjelaskan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) tentang komunikasinya dengan Saeful Bahri.
Tio mengatakan bahwa Saeful menjelaskan proses kepengurusan PAW Harun Masiku telah dipantau.
"Anda tahu yang meminta proses komunikasinya dari Saiful itu adalah terdakwa (Hasto)?" tanya Jaksa.
"Kalau secara langsung tidak begitu bahasanya. (Tapi) ini dipantau loh, bahasanya seperti itu, kata Saiful, ada di chating-an kalau enggak salah," kata Tio.
Kemudian Jaksa pun membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) percakapan Tio dengan Saeful Bahri pada 6 Januari 2020 silam ketika eks kader PDIP itu terjerat dalam kasus Harun Masiku.
Dalam percakapan itu kata Jaksa, Saeful mengatakan pada Tio bahwa Hasto sempat menghubungi dan meminta agar pesan darinya disampaikan kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
"Saudara Saeful mengatakan 'tadi mas Hasto telpon lagi, bilang ke Wahyu ini garansinya saya, ini perintah dari Ibu, jadi bagaimana caranya ini harus terjadi'. Benar saudara Saeful mengatakan seperti itu?" tanya Jaksa.
"Iya, kan ada rekamannya," jawab Tio membenarkan.
Setelah mendengar jawaban Tio, kemudian Jaksa pun coba mengkonfirmasi ulang keterangan Tio dalam BAP tersebut terutama soal Hasto yang bersedia menggaransi PAW Harun Masiku.
"Jadi di situ Saeful mengatakan bahwa ini garansinya adalah terdakwa Pak Hasto begitu?" tanya Jaksa memastikan.
"Iya Saeful yang berkata seperti itu," kata Tio.
Selanjutnya, Jaksa pun kembali membeberkan percakapan Tio kali ini dengan Wahyu Setiawan yang tertuang dalam BAP tanggal 8 Januari 2020.
Dalam percakapan itu terungkap bahwa Tio menyatakan jika Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto turut andil dalam proses PAW Harun Masiku.
Tak hanya itu, dalam BAP nya tersebut Tio menduga bahwa keterlibatan Hasto dalam PAW Harun atas dasar permintaan 'ibu'.
Hanya saja disana, tak dibeberkan secara rinci siapa sosok ibu yang dimaksud dalam BAP Tio Fridelina tersebut.
"Saya berkata kayaknya memang Sekjen ikut dalam ini, mungkin ibu minta. Maksudny adalah saya berpendapat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ikut dalam persoalan pergantian dalam penetapan caleg Harun Masiku ini?," ucap Jaksa membacakan BAP Tio.
"Iya sebelumnya kan sudah ada instruksi dari Saeful karena dimintanya begitu," ungkap Tio.
Adapun Hasto Kristiyanto telah didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam kepengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.
Hal itu diungkapkan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jum'at (14/3/2025).
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu," kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya, yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku, memberikan uang sejumlah 57.350 ribu dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota KPU Wahyu Setiawan.
Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatra Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.
Jaksa mengatakan peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.
Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.
Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.
Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Setelah itu, Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.
"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.
Selang satu bulan, yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.
Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.
Kemudian, DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.
"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.
Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.
Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut. Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp600 juta.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.