Artikel ini tentang jalur yang digunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia. Dari perdagangan hingga peran kerajaan Islam.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Ada beragam jalur yang digunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia. Mulai dari perdagangan, pernikahan, hingga lewat politik melalui kerajaan-kerajaan Islam yang muncul sejak abad ke-9 hingga abad ke-13.
Setidaknya ada enam jalur masuknya Islam ke Indonesia.
1. Jalur perdagangan
Disebut sebagai jalur masuknya Islam ke Indonesia paling efektif, inilah jalur perdagangan. Penyebaran Islam melalui perdagangan dianggap paling efektif alasannya adalah kegiatan ini melibatkan semua golongan masyarakat.
Pola perdagangan pada awal berkembangnya Islam di Nusantara bahkan melibatkan raja dan para bangsawan, yang umumnya menjadi pemilik kapal dan saham. Saluran perdagangan didukung oleh kesibukan lalu lintas perdagangan selama abad ke-7 hingga abad ke-16 yang melewati Indonesia.
Ketika itu pedagang-pedagang Muslim dari Arab, Persia, India, turut ambil bagian dalam perdagangan dengan pedagang dari Barat dan Asia bagian timur. Wilayah Indonesia menjadi tujuan sekaligus tempat singgah para pedagang Muslim yang melewati Selat Malaka.
Selain berdagang, mereka juga menggunakan kesempatan ini untuk menyebarkan agama Islam. Para pedagang tersebut tidak jarang harus menunggu angin muson agar dapat kembali ke negerinya dengan selamat. Selama menunggu, terjadi proses interaksi dengan masyarakat setempat, bangsawan, bahkan raja, dalam waktu yang cukup lama, hingga membuat mereka tertarik untuk belajar dan masuk Islam.
2. Jalur perkawinan
Ketika itu, berdagang membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Para pedagang yang tidak membawa serta istri kemudian membentuk keluarga di tempat yang mereka singgahi, dalam kasus ini, tentu saja wilayah Indonesia.
Tidak sedikit pedagang Muslim Arab, Persia, dan India, yang kemudian menikah dengan orang-orang pribumi Indonesia. Melalui perkawinan tersebut, terbentuk ikatan kekerabatan yang menjadi awal terbentuknya masyarakat Islam.
Selain golongan pedagang, cara penyebaran Islam melalui perkawinan juga banyak dilakukan oleh keluarga ulama. Misalnya pernikahan Raja Majapahit dengan putri Syekh Bentong yang melahirkan Raden Patah. Raden Patah kemudian menjadi pendiri Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa.
3. Jalur tasawuf
Tasawuf mengajarkan umat Islam agar selalu membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah. Para ahli tasawuf atau sufi mengajarkan latihan spiritual yang sebagian konsepnya telah dikenal oleh masyarakat Indonesia. Misalnya latihan hidup sederhana, perilaku toleran, dan pembiasaan kejujuran.
Para sufi, yang kemudian dianggap sebagai teladan bagi masyarakat, biasanya memiliki keahlian yang dapat membantu orang lain, misalnya seperti menyembuhkan penyakit. Kepercayaan penduduk kepada para sufi kemudian digunakan untuk mengajarkan Islam dengan cara yang mudah diterima masyarakat.
Hasilnya, penduduk akan masuk Islam tanpa perlu adanya paksaan.
Menurut Sayyid Nur bin Sayyid Ali, tasawuf adalah metode pendidikan spiritual yang dianggap berada dalam derajat media temporal-transisional, yang direkam untuk memperkokoh keimanan, mencapai derajat ihsan, mensucikan jiwa dan memperbaiki hati.
Secara ringkas, tasawuf diartikan sebagai jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah untuk mencapai ridha Allah. Alasan tasawuf dipilih sebagai salah satu jalur penyebaran Islam di Indonesia adalah mudah diterima oleh masyarakat.
Kedatangan ahli tasawuf ke Indonesia diperkirakan sejak abad ke-13, di mana ahli-ahli dari Persia dan India mulai menyebar. Namun, perkembangan ahli dan ajaran tasawuf di Indonesia secara pesat baru terjadi sekitar abad ke-16 dan ke-17, terutama di Jawa dan Sumatera.
Pada abad ke-16, di Aceh dan Jawa mulai hidup beberapa ahli tasawuf, di antaranya: Hamzah Fansuri, Syamsuddin as Samatrani, Ar Ranisri, Abdurrauf dari Sengkel, Syekh Siti Jenar, Sunan Bonang, Sunan Panggung, dll.
Di Aceh, ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin mendapat perlindungan dan perhatian dari Sultan Iskandar Muda. Berkat dukungan sultan, dua ahli tasawuf tersebut banyak menghasilkan karangan berupa prosa dan syair yang berisi ajaran-ajaran tasawuf mereka.
Inti dari ajaran tasawuf Hamzah Fansuri dan Syamsuddin yaitu bahwa Allah adalah Yang Mutlak dan dipandang sebagai emanasi atau berada di dalam semua makhluk. Ajaran tasawuf Hamzah Fansuri dan Syamsuddin tidak hanya menyebar di Aceh, tetapi berpengaruh juga di Jawa.
Di Jawa, penyebaran agama Islam dilakukan oleh para wali, salah satunya Sunan Bonang. Ajaran Sunan Bonang menekankan bahwa Allah itu Mahatinggi dan Mahaluhur, Sukma Mahasuci yang tidak didahului oleh ketiadaan dan tidak dikelilingi oleh ketiadaan.
Di Indonesia, metode tasawuf cukup menarik perhatian pribumi. Salah satu alasan penyebaran ajaran Islam melalui jalur tasawuf sangat mudah diterima oleh masyarakat adalah, ajarannya tidak memosisikan diri menjadi sesuatu yang berseberangan dengan budaya yang ada, tetapi menjadi bagian dari budaya yang ada.
Misalnya, tasawuf sering dihubungkan dengan suluk, yang digunakan untuk menggambarkan perjalanan mistik, yaitu perjalanan menuju Tuhan yang dimulai dari bimbingan seorang ulama dengan usaha mencapai kejiwaan tertinggi menurut kemampuan.
Suluk juga banyak digunakan untuk menyebut karangan tertentu yang berisi uraian mistik yang dibentuk dalam tembang. Dalam suluk, sering didapatkan paham mistik yang disebut kawula gusti.
Bagi orang Jawa, paham seperti itu sudah dikenal sejak sebelum kedatangan Islam, misalnya dalam kitab Kunjarakarna dan pada upacara agama Buddha. Ajaran tasawuf lebih memudahkan orang yang telah mempunyai dasar ketuhanan untuk mengerti dan menerima ajaran Islam.
4. Jalur pendidikan
Penyebaran Islam melalui saluran pendidikan dilakukan dalam pesantren-pesantren. Di pesantren, para ulama atau kiai mengajar para santri dari berbagai daerah. Setelah lulus, para santri kembali ke kampung halaman dan menyebarkan ajaran Islam yang diterimanya selama di pesanren.
Dengan cara itulah, agama Islam akhirnya menyebar ke seluruh pelosok Indonesia.
5. Jalur kesenian
Proses penyiaran Islam di Indonesia melalui saluran kesenian dapat ditemukan dalam bentuk tembang, sastra, dan pertunjukan wayang. Saluran kesenian kerap digunakan oleh Wali Songo dalam berdakwah.
Sunan Bonang misalnya, mahir dalam memainkan alat musik Jawa dan menggubah lirik-lirik tembang yang bernuansa religi. Sunan Kalijaga merupakan tokoh Wali Songo yang mahir dalam pementasan wayang, di mana ia memodifikasi ceritanya dengan menyisipkan nilai-nilai Islam.
6. Jalur politik
Penyiaran Islam di Nusantara dapat dilihat dari pertumbuhan kerajaan-kerajaan Islam di berbagai daerah. Di kawasan Maluku, seperti Ternate dan Tidore, serta Sulawesi seperti Bone dan Gowa-Tallo, terjadi perubahan corak kerajaan dari Hindu menjadi Islam. Konversi sang raja menjadi Muslim pun turut diikuti oleh rakyat kerajaan. Dengan demikian, politik keagamaan penguasa berperan besar dalam penyiaran Islam.