Siasat Pimpinan Ponpes di Lombok Cabuli Santriwati, 5 Korban Dirudapaksa dengan Modus Ajarkan Doa
Facundo Chrysnha Pradipha April 25, 2025 02:35 PM

TRIBUNNEWS.COM - Kasus pencabulan santriwati di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) terungkap setelah para korban menonton film Malaysia berjudul 'Bidaah'.

Para korban merasa tindakan pimpinan pondok pesantren berinisial AF (52) mirip tokoh Walid dalam film tersebut.

Saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolresta Mataram, AF mengaku memanipulasi korban dengan mengajarkan doa agar dapat mencabulinya.

Aksi pencabulan dilakukan dalam rentang waktu tahun 2015 hingga 2021 saat AF berstatus kepala yayasan ponpes.

Modus lain yang digunakan yakni menjanjikan pasangan serta keturunan baik untuk korban.

"Itu tentu kekhilafan dan kesetanan saya, saya pribadi meminta maaf," ucap AF, Kamis (24/4/2025), dikutip dari TribunLombok.com.

Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili, mengatakan ada 13 santriwati yang mengaku dicabuli dan lima di antaranya merupakan korban rudapaksa.

"Hari ini ada tiga (korban) yang membuat laporan, kami belum pastikan (korban pelecehan atau persetubuhan) kata Regi," lanjutnya.

Menurutnya, ada kemungkinan jumlah korban bertambah lantaran proses penyelidikan masih berjalan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan serta bukti yang telah dikumpulkan, AF ditetapkan tersangka.

"Jadi berbagai cara untuk memanipulasi para korban, untuk melakukan tindakan pencabulan dan persetubuhan," tuturnya.

Rata-rata korban mengalami pencabulan saat masih di bawah umur dan kini telah menjadi alumni ponpes.

Korban Diancam

Perwakilan Aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB, Joko Jumadi, meminta pelaku pencabulan dihukum mati atau penjara seumur hidup.

Sebanyak sembilan santriwati telah melapor dan lima di antaranya menjadi korban rudapaksa.

"Sejauh ini belum ada yang hamil," paparnya, Rabu (23/4/2025), dikutip dari TribunLombok.com.

Setelah mendapat kekerasan seksual, para korban diancam oleh pelaku.

"Ada oknum-oknum yang mencoba mengancam (korban), ada juga yang mencoba menawarkan untuk dinikahkan dan dibiayai," imbuhnya.

Kini, pihaknya sedang mengupayakan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Sanksi dan Korban (LPSK).

Menurutnya, pengawasan dari Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) NTB terhadap kegiatan ponpes sangat kurang.

"Ini sebenarnya menunjukkan bahwa Kanwil Kemenag NTB gagal untuk mengelola Ponpes di NTB, sehingga desakan dari kami (Aliansi) untuk mengganti Kakanwil Kemenag NTB," tuturnya.

Kasus pelecehan santriwati mendapat sorotan dari Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal yang menemui para korban.

Lalu Muhammad Iqbal menangis saat mendengar cerita korban yang masih di bawah umur.

"Semua kita akan coba tracing, baik yang masih mondok maupun yang sudah keluar, harus kita bantu," sambungnya.

Joko berjanji akan menjaga kerahasiaan identitas para korban yang mengalami trauma atas tindakan pelaku.

Menurut Joko, Gubernur NTB tak perlu menutup ponpes lantaran tindakan pencabulan dilakukan oleh oknum.

"Yang bersangkutan (pelaku) juga sudah dikeluarkan dari ponpes," lanjutnya.

(Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.