BANJARMASINPOST.CO.ID - Pengembang yang tergabung dalam Realestat Indonesia (REI) dan Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Kalimantan Selatan menyambut baik kebijakan pemerintah pusat menaikkan batas pendapatan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berhak mendapat Kredit Perumahan Rakyat (KPR) bersubsidi.
“Semoga perubahan syarat penghasilan ini dapat meningkatkan serapan rumah bersubsidi yang tahun ini kuotanya 220 ribu unit di mana Kalsel mendapat kuota 10 ribu unit,” harap Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI Kalsel H Ahyat Sarbini, Jumat (25/4).
Dia pun menyatakan telah menyosialisasikan Peraturan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria MBR yang diundangkan pada 22 April 2025 tersebut.
Besaran penghasilan MBR dibagi berdasarkan zonasi wilayah, dengan mempertimbangkan indeks kemahalan konstruksi, rata-rata pengeluaran kontrak rumah dalam satu bulan terakhir dan letak geografis.
Kalsel masuk zona dua yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara dan Bali. Untuk peminat rumah bersubsidi yang tidak kawin penghasilan maksimalnya Rp 9 juta.
Untuk calon pembeli yang sudah kawin penghasilannya maksimalnya Rp 11 juta. Sedangkan peserta Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar Rp11 Juta.
Ahyat memaparkan lokasi pembangunan rumah bersubsidi ada di semua kabupaten kota. Paling banyak di Kabupaten Banjar, Kota Banjarnasin dan Kota Banjarbaru.
Meski ada aturan baru mengenai penghasilan, Ahyat berkeyakinan perbankan akan tetap berhati-hati dalam menyeleksi nasabah yang mengajukan subsidi.
“Di Kalsel banyak warga yang berpenghasilan tidak tetap. Harapan kami jangan terlalu ketat. Terpenting bisa bayar cicilan,” harap Ahyat.
Dia pun mengungkapkan kendala dalam pembangunan rumah bersubsidi yairu surat keputusan (SK) tiga menteri yang tidak dijalankan tidak semua pemerintah kabupaten kota.
“Ada pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp 5,2 juta untuk rumah seharga Rp 182 juta. Namun belum semua daerah mempraktikkannya. Kalau pun ada, prosesnya panjang dan lama,” ungkap Ahyat.
Oleh sebab itu, menurutnya, perlu dorongan pemerintah pusat dalam penerapan pembebasan BPHTB.
Sekretaris DPD Apersi Kalsel H Muhammad Fikri SE MM juga berharap kebijakan baru tersebut menambah pangsa pasar rumah bersubsidi di provinsi ini.
“Edaran sudah disampaikan kepada pengembang. Demikian edaran Badan Penyelenggara (BP) Tapera mengenai batasan mininal penghasilan,” ujarnya, Jumat.
Dijelas Fikri, kuota rumah bersubsidi ditetapkan BP Tapera sebagai operator pemerintah yang menyalurkan rumah subsidi. Sejak Oktober 2024 sampai 11 April 2025 penyaluran
Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 95.574 uni. Sedangkan Tapera 1.384 unit.
“Isu akan habisnya kuota untuk 2025 sudah disampaikan ke Menteri PKP pada acara Silatnas dan Halal Bihalal Apersi di Jakarta,” kata Fikri.
Mengenai harga rumah bersubsidi, Fikri mengatakan masih sama dengan 2024 yakni Rp 182 juta.
Fikri pun menyampaikan kendala penyaluran rumah bersubsidi. “Di antaranya banyak peminat memiliki pinjaman online, kendati rata-rata di bawah Rp 1 juta,” ungkapnya. (dea)