Warga Soreang Soal Rencana Reaktivasi Jalur KA Ciwidey-Bandung: Kalau Digusur Saya Tinggal Dimana?
willy Widianto April 28, 2025 06:14 PM

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG — Jalur kereta api Ciwidey–Bandung diresmikan pada tahun 1921 oleh perusahaan kereta api milik Belanda, Staatsspoorwegen (SS).

Jalur ini membentang sepanjang 37,8 kilometer dan berfungsi mengangkut hasil bumi seperti teh, kina, dan produk pertanian lainnya dari Ciwidey ke Bandung, Jawa Barat.

Wacana reaktivasi jalur ini kembali mencuat pada April 2025, diinisiasi oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Reaktivasi bertujuan mengurangi kemacetan di wilayah selatan Bandung, terutama di daerah Pasirjambu, Ciwidey, dan Rancabali (Pacira), serta mendorong pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi lokal.

Kini, bekas jalur kereta tersebut telah banyak berubah fungsi menjadi area pemukiman dan tempat usaha masyarakat. Salah satunya adalah warung kecil milik Teh Iim, yang berada di Kampung Cibeureum Jati, Desa Sadu, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Teh Iim mengungkapkan, ia telah berjualan di lokasi tersebut selama 16 tahun, sejak jalur kereta api Ciwidey–Bandung sudah tidak lagi aktif. Rencana reaktivasi jalur kereta membuatnya merasa resah dan khawatir.

“Tentunya khawatir banget. Kalau ini sampai digusur, saya tinggal di mana? Pendapatan saya dari jualan, untuk biaya sekolah anak-anak,” ujar Iim saat ditemui di warungnya, Senin (28/4/2025).

Ia juga bercerita, kekhawatiran serupa dirasakan warga sekitar yang kerap membahasnya saat berbelanja di warung.

Sebagai pedagang sayuran dan camilan, penghasilan Iim digunakan untuk membiayai pendidikan dua anaknya.

“Sekarang kalau mau tidur jadi mikir, kapan ya kira-kira akan dilakukan aktivasinya? Setiap hari jadi ngecek video di media sosial juga, lihat perkembangannya,” katanya.

Iim tidak sendiri, bersama warga setempat, mereka saling memberikan dukungan di tengah ketidakpastian.

Meski sadar tinggal di lahan yang tidak berizin, mereka berharap ada solusi terbaik.

“Dengar-dengar akan dikasih uang pengganti Rp 5 juta–Rp 10 juta, tapi setelah itu kita tinggal di mana? Rumah saja sekarang mahal, paling kita tidur di bantaran sungai,” ungkapnya.

Meski rasa takut dan bingung terus menghantui, Teh Iim tetap berusaha memberi semangat kepada pelanggannya.

“Saya selalu bilang tenang saja, Bapak Aing kan selalu mensejahterakan masyarakat, nggak mungkin membiarkan begitu saja. Walaupun sebenarnya saya juga takut dan bingung,” tuturnya.

Di tengah ketidakpastian ini, Iim hanya bisa berdoa agar nasibnya dan warga sekitar bisa segera menemukan kejelasan.

“Saya cuma bisa berdoa saja tiap malam, semoga besok tidak terjadi apa-apa,” katanya.

 

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.