TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menganggap bahwa mengalahkan Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) menjadi tujuan yang lebih penting daripada membebaskan sandera.
"Kami ingin memulangkan 59 orang yang diculik, tetapi perang ini memiliki tujuan akhir, yaitu kemenangan atas musuh kami," kata Netanyahu dalam acara Alkitab Dunia untuk Pemuda pada hari Kamis (1/5/2025).
Pernyataan Netanyahu memicu kemarahan keluarga para sandera karena mereka menganggap pernyataan perdana menteri mengabaikan keselamatan dan pembebasan sandera.
"Pemulangan korban penculikan bukanlah hal yang 'kurang' penting, itu adalah tujuan utama yang seharusnya menjadi pedoman pemerintah Israel," kata organisasi keluarga para sandera, seperti diberitakan 13TV Israel.
Mereka khawatir Netanyahu mendukung Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich yang menyerukan lebih banyak serangan di Jalur Gaza, yang dapat membahayakan nyawa para sandera.
"Keluarga sandera khawatir - Netanyahu memihak Smotrich, bertentangan dengan mayoritas masyarakat Israel yang menginginkan pemulangan semua sandera di atas segalanya," imbuhnya.
Selain itu, Einav Tsengauker, ibu salah satu sandera bernama Matan yang masih ditahan di Gaza mengecam pernyataan Netanyahu.
"Saya memahami bahwa Netanyahu memiliki tujuan yang lebih penting daripada memulangkan putra saya yang sakit," katanya berbicara mengenai putranya yang masih ditahan di Gaza.
"Karena itu, jelas bagi saya bahwa untuk memulangkan putra saya - tujuan saya mulai saat ini adalah untuk menggulingkan Netanyahu dari kekuasaan," tambahnya.
Sementara itu Kepala Staf Israel Eyal Zamir berjanji untuk segera mengintensifkan serangan di Gaza jika diperlukan.
Zamir mengatakan salah satu tujuan utama Israel adalah memulangkan para sandera.
"Selain capaian-capaian penting, kita masih menghadapi tantangan, yang terutama adalah pemulangan para tahanan ke rumah mereka," katanya pada hari Kamis.
"Pada saat yang sama, kita bertugas mengalahkan Hamas, memulangkan para pengungsi ke rumah mereka, dan membangun realitas keamanan yang stabil dan aman bagi generasi mendatang," lanjutnya, seperti diberitakan Al Arabiya.
Ia mengatakan Hamas masih menahan setidaknya 59 sandera.
"Kami akan menggunakan semua kekuatan yang kami miliki... Jika kami diminta untuk melakukannya, kami akan segera melakukannya. IDF siap memberikan pukulan telak kepada mereka," ujarnya.
Kepala IDF itu mengancam akan memperluas serangan di Jalur Gaza jika Israel tidak melihat kemajuan dalam upaya pertukaran tahanan.
Saat ini, Israel dan Hamas belum mencapai kesepakatan untuk pertukaran tahanan berikutnya.
Mediator Qatar dan Mesir masih berupaya menengahi pembicaraan yang berlangsung alot tersebut.
Sebelumnya, Israel dan Hamas menyepakati perjanjian gencatan senjata yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025.
Pada fase pertama yang berlangsung selama 42 hari, Hamas membebaskan 33 sandera Israel dengan imbalan pembebasan ribuan warga Palestina.
Namun ketika pembicaraan untuk tahap kedua berjalan tidak menentu, Israel kembali meluncurkan serangan ke Jalur Gaza pada 18 Maret 2025 dan melanggar perjanjian.
Sejak Oktober 2023, serangan Israel di Jalur Gaza telah membunuh lebih dari 52.400 warga Palestina dan melukai lebih dari 118.014 lainnya.
(Yunita Rahmayanti)