Adik Prabowo Sebut Indonesia Bakal Bangun PLTN 10 GW, Kemungkinan Diurus Danantara
Tiara Shelavie May 03, 2025 07:31 AM

TRIBUNNEWS.COM - Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo menyebut akan ada rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia dengan kapasitas 10 giga watt (GW) hingga tahun 2040 demi menyokong kapasitas energi nasional.

Adik dari Presiden Prabowo Subianto itu, menuturkan bahwa kontrak-kontrak terkait pembangunan PLTN tersebut akan diberikan dalam lima tahun ke depan.

Hashim menjelaskan alasan lain rencana pembangunan PLTN tersebut demi tercapainya netralitas karbon sebelum tahun 2050.

"Banyak kontrak yang akan... dalam lima tahun ke depan... terutama (kontrak) nuklir karena waktu yang lama," kata Hashim saat diwawancarai Reuters di New York, Amerika Serikat (AS), Jumat (2/5/2025).

Hashim menuturkan, pada tahun 2040, Indonesia ditargetkan akan memiliki tambahan kapasitas listrik hingga 103 GW, yang terdiri dari 75 GW dari tenaga surya, angin, panas bumi, dan biomassa, 18 GW dari gas, dan 10 GW dari energi nuklir.

Dia mengungkapkan kapasitas listrik di Indonesia hingga saat ini sekitar 90 GW yang lebih dari separuhnya berasal dari batu bara.

Sementara, sambung Hashim, energi terbarukan baru menyumbang kurang dari 15 GW dari kapasitas listrik saat ini, dan Indonesia belum memiliki PLTN.

Dia mengungkapkan ada lima perusahaan internasional yang menunjukkan ketertarikannya terkait pembangunan PLTN di Indonesia tersebut.

Kelima perusahaan itu yaitu, perusahaan nuklir Rusia, Rosatom; China National Nuclear Corporation; Rolls Royce dari Inggris; EDF dari Perancis; dan perusahaan reaktor modular asal Amerika Serikat (AS), NuScale Power Corporation.

Hashim juga mengungkapkan adanya kemungkinan kerjasama pembangunan PLTN tersebut akan melibatkan superholding BUMN, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

"Saya pikir bisa dibayangkan bahwa mereka akan berinvestasi bersama dengan lembaga seperti Danantara," katanya.

Di sisi lain, Hashim mengungkapkan belum adanya keputusan terkait lokasi pembangunan PLTN tersebut.

Dia menuturkan, untuk Indonesia bagian barat, PLTN yang dibangun di satu lokasi diperkirakan dapat menghasilkan daya sekitar 1 GW.

Sementara, untuk Indonesia bagian timur, cocok dibangun reaktor modular kecil terapung dan diperkirakan dapat menghasilkan 700 megawatt.

Hashim mengungkapkan, meski pemerintah berkomitmen untuk adanya transisi energi, tetapi tetap perlu adanya pendekatan yang seimbang demi tercapainya tujuan tersebut.

Pasalnya, ujar Hashim, Prabowo memiliki visi-misi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 8 persen.

"Pemerintah tidak ingin melakukan bunuh diri ekonomi. Tidak akan ada penghentian, tetapi akan ada pengurangan," jelas Hashim.

Lebih lanjut, Hashm mengungkapkan sebuah kesepakatan dengan Asian Development Bank (ADB) untuk menghentikan lebih awal Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon-1 berkapasitas 660 megawatt di Jawa Barat diperkirakan akan selesai pada beberapa bulan ke depan.

Proyek ini merupakan bagian dari inisiatif Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$20 miliar atau setara Rp328,62 triliun (asumsi kurs Rp16.431 per dolar AS).

Namun, ia mengakui proses transisi ini menghadapi tantangan, termasuk kekhawatiran terhadap risiko hukum dan finansial dalam penutupan PLTU, serta penarikan dukungan pemerintah AS dari kemitraan JETP.

(Yohanes Liestyo Poerwoto)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.