Gunung Berapi di Antarktika Semburkan Debu Emas ke Udara
kumparanSAINS May 03, 2025 11:40 PM
Antarktika adalah benua yang tidak hanya ditutupi es dengan suhu sangat dingin, tapi juga memiliki aktivitas vulkanik yang sangat panas.
Ada puluhan gunung berapi di Antarktika, yang sebagian besar terletak di Antarktika Barat dan Marie Byrd Land. Satu studi pada 2017 sukses mengidentifikasi 138 gunung berapi di bagian benua ini. Meski sebagian besar gunung berapi ini tidak aktif, delapan atau sembilan gunung berapi Antarktika dianggap aktif.
Hanya tiga gunung berapi yang pernah meletus dalam sejarah modern, meski ceritanya berbeda kalau kita melihat masa lampau. Studi terkini mengumpulkan inti es dari Antarktika yang menunjukkan bahwa benua tersebut dilanda letusan gunung berapi raksasa selama zaman es terakhir, banyak dari letusan tersebut lebih besar dibanding dengan yang terjadi pada masa modern.
Salah satu gunung berapi paling ganas di Antarktika adalah Gunung Erebus, gunung berapi paling aktif tertinggi di benua tersebut yang puncaknya mencapai 3.794 mdpl.
Dinamai berdasarkan personifikasi kegelapan dalam mitologi Yunani, konon Gunung Erebus sedang meletus ketika Kapten Sir James Clark Ross pertama kali melihatnya pada 1841. Gunung ini terletak di samping dua gunung berapi lain di Pulau Ross, yang dinamai berdasarkan penjelajah Inggris Sir James Clark Ross.
Citra satelit Gunung Erebus yang muncul melalui awan Antartika pada 25 November 2023. Foto: Landsat 9/NASA Earth Observatory
zoom-in-whitePerbesar
Citra satelit Gunung Erebus yang muncul melalui awan Antartika pada 25 November 2023. Foto: Landsat 9/NASA Earth Observatory
Jika kamu mengamati dengan saksama citra satelit dari raksasa geologi ini, kamu akan melihat sedikit tanda merah kawan di kuncahnya. Hebatnya, ini adalah danau lava sangat panas yang telah menggelembung sejak 1972. Gunung Erebus secara teratur mengeluarkan gumpalan gas dan uap.
Dalam letusan sebelumnya, Gunung Erebus mengeluarkan bongkahan batu yang dikenal sebagai bom vulkanik. Yang paling aneh, para ilmuwan menemukan bahwa semburan gasnya mengandung kristal kecil emas metalik, ukurannya lebih dari 20 mikrometer. Dalam sehari, diperkirakan gunung berapi Erebus memuntahkan sekitar 80 gram emas, nilainya mencapai 6.000 dolar AS atau setara Rp 98,6 juta (kurs Rp 16.434).
Debu emas tersebut menyebar jauh dan terus meluas. Para peneliti Antarktika telah mendeteksi jejak emas di udara terbawa hingga 1.000 kilometer dari gunung berapi tersebut.
Gunung Erebus juga menyimpan kisah kelam kecelakaan pesawat Air New Zealand. Pada 28 November 1979, pesawat dengan nomor penerbangan 901 menabrak sisi gunung berapi tersebut dan menewaskan seluruh kru dan penumpang yang berjumlah 257 orang.
Penerbangan tersebut merupakan bagian dari program Air New Zealand untuk membawa para wisatawan terbang selama 11 jam dari Auckland ke Antarktika kemudian kembali ke Selandia Baru.
Di hari kejadian, cuaca kala itu sedang mendung, tetapi tur udara tetap berlanjut. Dilaporkan BBC, pilot Kapten Jim Collins berusaha menurunkan pesawat hingga ketinggian 2.000 kaki dengan dua kali putaran. Selama manuver, tepat sebelum pukul 1 siang waktu setempat, pesawat menabrak sisi Gunung Erebus, dan menewaskan seluruh penumpang yang ada di dalamnya, termasuk kru pesawat.
Di lokasi kecelakaan, kru penyelamat menemukan beberapa kamera penumpang yang berisi cuplikan detik-detik peristiwa naas itu terjadi. Foto-foto itu memperlihatkan jarak pandang cukup baik di mana pesawat berada jauh di bawah awan, sehingga menepis kemungkinan gunung berapi itu tertutup awan tebal.
Sebaliknya, besar dugaan “white out” menjadi penyebab kecelakaan. Gunung berapi yang tertutup es bikin dia tidak terlihat. Pilot tidak dapat mengukur jarak dan berasumsi bahwa white out yang terlihat di depan kokpit adalah es dan salju di lanskap bawah, bukan permukaan gunung. Akibat kejadian ini dan serangkaian tuntutan hukum yang kontroversial, Air New Zealand akhirnya menghentikan penerbangan wisata Antarktika.
Saat planet menghangat, dan ketebalan es Antarktika memudar, para ilmuwan mulai merenungkan konsekuensi yang terkubur jauh di bawah permukaan. Studi terbaru menunjukkan bahwa saat perubahan iklim mempercepat pencairan es, pengurangan tekanan yang diakibatkannya pada ruang magma bawah tanah Antarktika dapat memicu letusan.
Fenomena ini, yang diamati di wilayah Antarktika Barat, menimbulkan kekhawatiran tentang potensi aktivitas vulkanik dapat memperburuk hilangnya es, yang berkontribusi pada naiknya permukaan laut global. Ini adalah pengingat nyata bahwa di Antarktika, kekuatan di bawah es pun kalah oleh perubahan iklim.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.