TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Marthinus Hukom membeberkan beberapa poin hambatan pihaknya dalam upaya Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN).
Dalam pemaparannya, Marthinus mengungkap, setidaknya ada lima poin utama yang menjadi hambatan.
Termasuk kata dia yang pertama yakni, soal ketidakpastian hukum terhadap definisi pengguna, pecandu narkoba.
"Pertama, adanya rumusan ketentuan pidana yang menimbulkan ketidakpastian hukum serta ketidakjelasan definisi pecandu narkotika, penyalahguna narkotika, dan korban penyalahgunaan narkotika yang berdampak pada penanganan yang sama dengan bandar ataupun pengedar narkotika," kata Marthinus saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Poin selanjutnya kata dia, adanya benturan kewenangan di lingkup aparat penegak hukum terhadap upaya pemberantasan narkoba.
Menurut Marthinus, saat ini BNN memiliki perbedaan kewenangan dengan Polri meski keduanya memiliki kewenangan untuk menindak penyalahgunaan narkoba.
Perbedaan tersebut yang menurut Marthinus, menjadi hambatan, karena BNN dan Polri memiliki kewenangan yang berbeda.
"Perbedaan pengaturan kewenangan penyidik BNN dan penyidik Polri sehingga menimbulkan hambatan dalam penegakan hukum tindak pidana narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya," kata dia.
"Banyak masyarakat yang melaporkan peredaran gelap psikotropika dan zat adiktif lainnya kepada BNN, namun kewenangan BNN yang terbatas pada zat narkotika, maka laporan tidak bisa ditangani langsung BNN dan diserahkan kepada kepolisian," sambung Marthinus.
Hambatan yang ketiga kata dia soal pemanfaatan aset hasil tindak pidana narkoba.
Kata dia, hal tersebut belum maksimal untuk mendukung upaya P4GN serta upaya rehabilitasi penyalahgunaan narkoba.
Selanjutnya, adanya hambatan yang berkaitan dengan rekomendasi asesmen kasus penyalahgunaan narkoba oleh Tim Asesmen Terpadu (TAT) belum sepenuhnya menjadi rujukan dalam proses peradilan.
"Kelima, masih terbatasnya fasilitas rehabilitasi penyalah guna narkoba, baik yang diselenggarakan instansi pemerintah ataupun masyarakat," ucap dia.
Tak cukup di situ, dalam kesempatan ini Marthinus juga menyebut soal adanya keterbatasan anggaran di lingkungan kerja BNN.
Dimana kata dia, kondisi anggaran BNN jika berkaca dari tren anggaran tahun 2020-2025 cenderung fluktuatif yakni dengan rata-rata anggaran per tahun sebesar 1,84 triliun, dengan kebutuhan rutin belanja operasional BNN pertahun mencapai kurang lebih 60 persen.
"Pada tahun 2024 BNN mengalami kebijakan penghematan pada anggaran perjalanan dinas sebesar 50,4 miliar rupiah sedangkan pada tahun 2025 BNN memperoleh tambahan anggaran sebesar 1 triliun rupiah, namun terkena kebijakan penghematan anggaran sebesar 163,9 miliar," kata dia
"Dengan adanya penghematan sebesar 163,9 miliar rupiah pada belanja barang dan belanja modal, tentunya mempengaruhi kapasitas BNN dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang mengalami keterbatasan untuk mengatasi kondisi tersebut BNN melakukan beberapa upaya," tandas Marthinus.