TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 750 juta terhadap mantan Direktur Operasional PT Timah Tbk Alwin Albar.
Hakim menjelaskan, ada sejumlah alasan yang memberatkan hukuman satu dari beberapa terdakwa kasus korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 itu.
Di antaranya, yaitu Alwin pernah dipidana sebelumnya.
Kemudian, hakim juga menilai, terdakwa tidak membantu program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.
"Pernah dipidana. Tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi," kata Hakim Ketua, dalam sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).
Di sisi lain, majelis hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan hukuman terhadap Alwin.
Terdakwa Alwin, menurut hakim, bersikap kooperatif dan tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
"Kooperatif. Berterus terang, tidak berbelit-belit," jelas hakim.
Untuk diketahui, terdakwa Alwin pernah dipidana terkait kasus tindak pidana korupsi proyek CSD (cutting suction dredge) dan washing plant (WP) 2018 milik PT Timah Tbk di Tanjung Gunung, Bangka Tengah.
Dalam kasus tersebut, Alwin divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta dengan subsidair 4 bulan penjara.
Alwin Albar, sebelumnya dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dengan hukuman 14 tahun penjara dalam kasus tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
JPU Kejaksaan Agung menilai Alwin Albar terbukti secara sah dan menyakinkan, bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain itu, JPU juga menuntut Alwin Albar dengan pidana denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai perbuatan terdakwa Alwin Albar tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN. Jadi hal yang memberatkan tuntutan.
Peran Alwin Albar dalam kasus korupsi timah terjadi saat dirinya menjabat menjadi Direktur Operasi dan Produksi PT Timah.
Saat itu ia dinilai turut mengeluarkan kebijakan untuk membeli bijih timah dari penambangan ilegal yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah.
Alwin pun diduga turut membangun kerja sama dengan pihak jasa pertambangan serta mitra borongan pengangkutan.
Alwin juga diduga ikut bersama-sama menjalankan metode jemput bola dan pengamanan aset dengan terdakwa korupsi timah lain seperti Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah dan Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah.
Alwin pun diketahui sebelumnya terlibat dalam kasus korupsi pengadaan mesin pencuci pasir timah atau washing plant di Pangkalpinang.
Dalam perkara tersebut, Alwin sudah divonis 3 tahun penjara.