TRIBUNNEWS.COM - Usulan purnawirawan TNI meminta pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mendapat sorotan dari berbagai pihak, satu di antaranya adalah Koordinator Tim Hukum Merah Putih (THMP), C. Suhadi.
Suhadi mengungkap, usulan yang disampaikan Forum Purnawirawan Prajurit TNI dalam delapan tuntutan termasuk pemakzulan Gibran tersebut bersifat personal dan subjektif.
Menurutnya lagi, para pensiunan prajurit TNI itu tak memiliki legitimasi organisasi formal karena tidak mewakili institusi purnawirawan TNI secara resmi.
Dalam penilaiannya, para jenderal TNI yang turut menandatangani tuntutan merupakan tokoh-tokoh yang sebelumnya berada di barisan pendukung pasangan calon lain pada Pilpres 2024.
Lantas Suhadi menganggap, tuntutan tersebut didorong oleh kekecewaan karena pasangan yang mereka dukung kalah dalam kontestasi pemilu.
“Sebetulnya mereka ini adalah bagian dari barisan sakit hati. Dan gerakan mereka tidak bisa dianggap sebagai suara resmi purnawirawan secara keseluruhan,” paparnya dikonfirmasi pada Senin (5/5/2025).
Adapun kedelapan tuntutan termasuk penggantian wakil presiden disebut Suhadi kental akan nuansa politik.
Kata Suhadi, tujuh tuntutan lain hanya bersifat 'pemanis' untuk mengaburkan tujuan utama mereka ingin memakzulkan Gibran melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
"Yang penting sebenarnya bukan soal UUD atau proyek nasional, tapi targetnya adalah menjatuhkan legitimasi Wapres Gibran," paparnya.
Sementara, tudingan terhadap Gibran terkait batas usia pencalonan tidak berdasar.
Baginya, proses penetapan telah sah dan sesuai mekanisme hukum.
“Permohonan batas usia itu bukan diajukan oleh Gibran. MK sudah memutus, dan putusan MK itu bersifat final dan mengikat,” ujar dia.
Suhadi juga menjelaskan bahwa setelah putusan MK, DPR, KPU, dan lembaga-lembaga terkait telah mengikuti prosedur hukum yang berlaku sebelum Gibran resmi mendaftar sebagai cawapres.
Pihaknya menyayangkan adanya narasi yang mencoba mendeligitimasi pasangan terpilih Prabowo-Gibran menyalahi aturan MK dan kekuasaan hakim, padahal pasangan ini telah memperoleh dukungan rakyat secara sah.
“Sebanyak 58 persen suara rakyat adalah legitimasi yang sangat kuat. Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi harus diakui bahwa rakyat sudah memutuskan,” kata Suhadi.
Lebih lanjut, praktisi hukum ini juga membela kapasitas Gibran sebagai wakil presiden terpilih.
Atas dasar polemik ini, Suhadi mengajak semua pihak untuk berhenti menggulirkan narasi-narasi destruktif dan mulai mendukung pemerintahan baru yang telah dilantik.
Suhadi kembali menegaskan, pemerintah harus tetap fokus pada agenda pembangunan tanpa terpengaruh tekanan dari kelompok kecil yang sarat kepentingan pribadi.
“Mari kita lihat ke depan. Pemilu sudah selesai. Kini saatnya semua elemen bangsa bersatu demi Indonesia,” tegasnya.
Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan surat terbuka berisi delapan sikap yang disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Pernyataan sikap tersebut ditandatangani 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.
Mereka yang ikut meneken surat tersebut Yakni:
Wapres ke-6 RI periode 1993-1998 sekaligus Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) periode 1988-1993 Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, menteri agama (menag) periode 2019-2020 dan wakil panglima TNI periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, KSAD periode 1999-2000 Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, KSAL periode 2005-2007 Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, KSAU periode 1998-2002 Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan.
Delapan sikap forum tersebut yakni :
1. Kembali ke UUD 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.
2. Mendukung Program Kerja Kabinet Merah Putih yang dikenal sebagai Asta Cita, kecuali untuk kelanjutan pembangunan IKN.
3. Menghentikan PSN PIK 2, PSN Rempang dan kasus-kasus yang serupa dikarenakan sangat merugikan dan menindas masyarakat serta berdampak pada kerusakan lingkungan.
4. Menghentikan tenaga kerja asing Cina yang masuk ke wilayah NKRI dan mengembalikan tenaga kerja Cina ke Negara asalnya.
5. Pemerintah wajib melakukan penertiban pengelolaan pertambangan yang tidak sesuai dengan aturan dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan Ayat 3.
6. Melakukan reshuffle kepada para menteri, yang sangat diduga telah melakukan kejahatan korupsi dan mengambil tindakan tegas kepada para Pejabat dan Aparat Negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
7. Mengembalikan Polri pada fungsi Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) di bawah Kemendagri.
8. Mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Tak lama setelah delapan tuntutan dilayangkan, Presiden Prabowo Subianto memberikan reaksi.
Ia menghormati usulan Forum Purnawirawan TNI yang berisi delapan poin, termasuk meminta MPR mengganti Gibran dari jabatan Wakil Presiden.
Respons Prabowo itu disampaikan Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, dalam konferensi pers, Kamis (24/4/2025).
"Presiden memang menghormati dan memahami ya pikiran-pikiran itu. Karena kita tahu beliau dan para purnawirawan satu almamater ya, satu perjuangan, satu pengabdian, dan tentu punya sikap moral yang sama ya dengan jiwa sapta marga dan sumpah prajurit," ungkap Wiranto.
Meski begitu, Wiranto menyebut Presiden Prabowo sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, serta panglima tertinggi TNI tidak bisa serta-merta menjawab itu.
"Spontan menjawab tidak bisa. Karena apa? Beberapa alasan ya. Yang pertama kan beliau perlu mempelajari dulu ya isi dari statement itu, isi dari usulan-usulan itu dipelajari satu per satu karena itu masalah-masalah yang tidak ringan, masalah yang sangat fundamental."
"Lalu beliau juga kita lihat bahwa presiden, walaupun sebagai kepala negara, kepala pemerintahan, juga panglima tertinggi TNI, istilahnya mempunyai kekuasaan yang tidak tak terbatas ya, artinya kekuasaan beliau, kewangan terbatas juga," ungkapnya.
Wiranto kemudian menyebut Indonesia menganut trias politika, yaitu pemisahan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
"Tidak bisa saling mencampuri di situ. Maka usulan-usulan yang bukan bidangnya presiden, bukan domain presiden, tentu presiden tidak akan menjawab atau merespons itu," jelas Wiranto.
Wiranto mengungkapkan, sebuah kebijakan, keputusan, atau arahan presiden tidak semata-mata muncul dari satu sumber.
"Presiden mendengarkan tapi tidak hanya satu sumber. Kemudian presiden mengambil keputusan, mengambil kebijakan. Harus banyak sumber-sumber lain yang beliau dengarkan juga," ungkapnya.
Menurut Wiranto, banyak bidang-bidang lain yang harus dipertimbangkan presiden sebelum mengambil keputusan.
"Nah, dengan demikian maka kalau ada anggapan bahwa Presiden tidak merespons, bukan seperti itu. Presiden telah menjelaskan seperti itu. Oleh karena itu, beliau berpesan tadi kepada saya agar disampaikan kepada masyarakat ya agar tidak ikut berpolemik masalah ini," ujar Wiranto.
Prabowo meminta publik tidak ikut menyikapi pro dan kontra, karena hanya akan menimbulkan kegaduhan-kegaduhan yang akan mengganggu kebersamaan.
"Nah, itulah ya kira-kira yang bisa saya sampaikan ya. "
"Sehingga dengan demikian maka kita mengharapkan bahwa saatnya nanti ya tentu ada penjelasan-penjelasan resmi ya yang bisa mendinginkan suasana," ungkap Wiranto.
( Chrysnha, Wahyu Gilang, Chaerul Umam)