TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Konstitusi Anwar Usman memberikan nasehat kepada tiga mahasiswa selaku pemohon gugatan uji materil UU BUMN yang membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).
Anwar meminta para pemohon perkara nomor 43/PUU-XXIII/2025 yakni Muhammad Jundi Fathi Rizky, Fahrur Rozi, dan Dzakwan Fadhil Putra, untuk mengelaborasi lebih dalam terkait norma yang digugat terhadap potensi munculnya celah hukum karena ketentuan pegawai atau pejabat Danantara bukan berstatus penyelenggara negara.
Sebab kata Anwar, bukan cuma penyelenggara negara yang bisa dijerat UU Tipikor, tapi pejabat swasta murni juga bisa dijaring.
"Yang swasta murni pun tetap bisa dijerat UU Tipikor, jadi dielaborasi lebih dalam lagi,” kata Anwar dalam sidang pendahuluan di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).
Selain itu Anwar juga mempertanyakan perihal kerugian para pemohon atas terbitnya regulasi pembentukan Danantara. Mengingat para pemohon masih berstatus pelajar atau mahasiswa. Anwar meminta permohonan diperbaiki dengan menjelaskan lebih dalam mengenai kerugian konstitusional tersebut.
“Kerugian para pemohon ini di mana sebenarnya? Ini kan masih umum, coba dielaborasi lebih lanjut dengan berlakunya Pasal 3H Ayat (2), Pasal 3X Ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 Ayat (5),” katanya.
Sementara Wakil Ketua MK, Saldi Isra yang memimpin sidang meminta para pemohon hati-hati dalam memilih kalimat soal potensi korupsi masif di BUMN atas pemberlakuan regulasi pembentukan Danantara.
Kata Saldi, adanya beberapa kasus korupsi di tubuh BUMN belum tentu bersifat masif. Sehingga ia meminta para pemohon hati-hati memakai diksi tersebut dalam permohonan di lembaga peradilan.
“Catatan saya, semua yang dikaitkan dengan korupsi yang masif di BUMN segala macam itu anda harus hati-hati memilih kalimatnya,” kata Saldi.
“Harus hati-hati menggunakan diksi seperti itu,” lanjut dia.
Sebagai informasi tiga mahasiswa atas nama Muhammad Jundi Fathi Rizky, Fahrur Rozi, dan Dzakwan Fadhil Putra mengajukan uji materil UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN ke Mahkamah Konstitusi (MK) lewat perkara nomor 43/PUU-XXIII/2025.
Mereka menggugat norma-norma yang menyebut keuntungan atau kerugian Badan Pengelola Danantara bukan sebagai keuntungan atau kerugian negara. Pasal-pasal tersebut juga mengatur bahwa pegawai atau karyawan Danantara tidak dikategorikan sebagai penyelenggara negara.
Norma tersebut termaktub dalam Pasal 3H Ayat (2), Pasal 3X Ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 Ayat (5).
Para pemohon menyatakan bahwa berlakunya norma dimaksud bisa memicu praktik korupsi di lingkungan BUMN.
Sebab pemohon menganggap bahwa seseorang yang dapat dijerat delik pidana gratifikasi diatur dalam Pasal 5 UU Tipikor, adalah mereka yang berstatus sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Dengan demikian norma-norma yang tertuang dalam aturan pendirian Danantara itu malah dinilai membuka potensi suburnya praktik korupsi di lingkungan BUMN.
Norma ini juga dianggap bertentangan dengan prinsip pendelegasian dalam sistem ketatanegaraan.
Sementara perihal norma pejabat atau pegawai Danantara bukan merupakan penyelenggara negara, pemohon menegaskan bahwa seluruh sumber modal Danantara berasal dari aset negara dan dividen BUMN, serta organ penyelenggaranya juga dibiayai dari modal negara.
Jika norma ini dibiarkan, pemohon menyebut besarnya potensi penciptaan celah hukum yang memungkinkan praktik penyalahgunaan kekuasaan, dan nihilnya pertanggungjawaban kepada publik.