TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, mendukung langkah Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) milik layanan Worldcoin dan WorldID.
Dave berpandangan tidak ada aturan soal pengumpulan data pribadi digital.
“Karena pengumpulan data-data tersebut oleh pihak swasta maupun pihak asing itu tidak ada aturannya dan itu rentan untuk digunakan hal-hal yang negatif ke depannya,” kata Dave kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Menurut Legislator Partai Golkar itu, perlu ada pengetatan aturan mengenai pengumpulan data yang termasuk data pribadi.
"Pemerintah yang sudah melakukan, jadi kita melihat sejauh mana pemerintah sudah melakukan penindakan dan apa saja yang perlu diperbaiki ke depannya,” tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membekukan sementara Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID.
Tak hanya itu, Kementerian Komdigi juga akan segera memanggil PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa langkah ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan layanan Worldcoin dan WorldID.
"Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT. Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat,” tegas Alexander Sabar di Jakarta Pusat, Minggu (4/4/2025).
Hasil penelusuran awal Kementerian Komdigi menunjukkan bahwa PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.
Di sisi lain, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara.
"Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT Sandina Abadi Nusantara,” ungkap Alexander.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Kominfo Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, setiap penyelenggara layanan digital wajib terdaftar secara sah dan bertanggung jawab atas operasional layanan kepada publik.
"Ketidakpatuhan terhadap kewajiban pendaftaran dan penggunaan identitas badan hukum lain untuk menjalankan layanan digital merupakan pelanggaran serius,” tegas Alexander.
Ia menambahkan, Kementerian Komdigi berkomitmen mengawasi ekosistem digital secara adil dan tegas demi menjamin keamanan ruang digital nasional. Dalam hal ini, peran aktif masyarakat juga sangat dibutuhkan.
"Kami mengajak masyarakat untuk turut menjaga ruang digital yang aman dan terpercaya bagi seluruh warga negara. Komdigi juga mengimbau agar masyarakat tetap waspada terhadap layanan digital yang tidak sah, serta segera melaporkan dugaan pelanggaran melalui kanal resmi pengaduan publik,” ujarnya.
Sebelumnya perbincangan mengenai aplikasi bernama World App sempat ramai di media sosial.
Banyak warga di Bekasi dan Depok, Jawa Barat, berbondong-bondong datang ke sebuah tempat yang diduga menawarkan aplikasi tersebut.
Bukan tanpa alasan mereka datang berbondong-bondong ke lokasi tersebut. Ada imbalan berupa uang tunai kepada siapa saja yang bersedia melakukan pendaftaran dan menjalani pemindaian atau scan retina mata.
Nominal uang tunai yang diberikan besarannya Rp300 ribu hingga Rp500 ribu untuk sekali scan retina mata.
"Kalau mau mampir saja ke lokasi di Jalan Juanda sebelah stasiun Bekasi Timur," tulis akun @AKU_dgn3 putra di media sosial X (dulu Twitter), Minggu(4/5/2025).
Akun media sosial Instagram juga diramaikan dengan fenomena serupa.
Pantauan Tribunnews di akun @depokhariini memposting sebuah tempat di dekat perumahan Pesona Khayangan, Depok, Jawa Barat, yang diduga menjadi lokasi pemindaian retina aplikasi world app.
"Ini tempat verifikasi retina kemarin nyoba eh nggak bisa, syukur deh," kata seorang warga bernama Dewi.
Kata Dewi, siapa saja yang berhasil memindai retina dengan aplikasi worldapp di lokasi tersebut bakal mendapatkan uang tunai Rp300 ribu.
"Dikasih uang Rp300 ribu, banyak yang datang ke sini," ujarnya.
Merespons hal tersebut, pakar keamanan Siber, Alfons Tanujaya, menyebut aplikasi Worldapp yang belakangan membuat heboh itu sebenarnya aman apabila dikelola dengan baik.
"Harusnya kalau dikelola dengan baik World.id ini akan sangat berguna. Kalau pengelolaan datanya transparan dan diaudit oleh lembaga independen dan memenuhi standar kaidah keamanan, ya harus diberi kesempatan," kata Alfons.
Menurut Alfons, aplikasi tersebut sebenarnya merupakan solusi dari beberapa banyak masalah di Indonesia dan sangat membantu.
Dengan sistem world.id ini bot-bot atau aplikasi perangkat lunak otomatis yang melakukan tugas berulang melalui jaringan dan mengikuti instruksi khusus guna meniru perilaku manusia tidak akan bisa menjalankan aksinya karena akan terdeteksi dan dihentikan sebelum beraksi.
Bahkan lanjut Alfons, sistem world.id bisa membantu menghadapi masalah akun-akun bot buzzer yang banyak disalahgunakan untuk kepentingan negatif.
Akun-akun bot akan bisa dicegah melakukan posting atau memberikan kesan seakan-akan semua bot itu mewakili banyak individu pemilik akun padahal itu adalah bot yang dikendalikan oleh beberapa orang saja.
"Bahkan jika diimplementasikan dengan baik, sistem world.id ini bisa membantu mencegah penyalahgunaan identitas di mana satu individu akan terdeteksi jika membuat KTP, SIM atau paspor lebih dari satu kali, karena meskipun orangnya bisa ganti nama dan identitasnya, tetapi biometriknya akan tetap sama dan terdeteksi oleh sistem," ujarnya.
Tidak hanya itu, Alfons juga merespons soal data bocor imbas pindai retina di aplikasi worldapp tersebut.Kata dia soal data bocor apabila dikelola dan dienkripsi dengan baik serta diaudit oleh institusi terpercaya harusnya cukup terjamin aman.
"Lalu soal data pribadi yang dikelola oleh negara lain. Sebenarnya sudah banyak data pribadi orang Indonesia yang dikelola asing. Dan Komdigi tenang-tenang saja," kata Alfons.
Alfons kemudian memberikan contoh terkait data pengguna google maps dan Waze yang sangat berharga dan berbahaya kalau bocor dan disalahgunakan.
Demikian pula dengan data-data pribadi di cloud, Microsoft apps, WhatsApp, meta itu semua data berharga.Namun otoritas pemerintah dalam hal ini Komdigi masih belum menyadari soal hal ini.
"Jadi agak memprihatinkan kalau pemerintah kurang menyadari hal ini," kata dia.
Semestinya menurut Alfons, aplikasi worldapp diberikan kesempatan.Atau kalau mau Kementerian Komdigi justru memanfaatkan sistem world.id dan meminta mereka comply.
"Misalnya minta data biometrik orang Indonesia disimpan di Indonesia dan bisa diawasi. Kalau mereka comply Komdigi berikan dukungan. Jadi justru Indonesia bisa dapat teknologi yang baik dan data masyarakat tetap aman," ujarnya.