AKBP Rossa Purbo Bekti Sebut Tak Ada Perintah Langsung Dari Hasto Soal Perintangan di PTIK
GH News May 10, 2025 12:03 AM

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKBP Rossa Purbo Bekti mengakui tidak ada perintah langsung dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto atas perintangan penangkapan Harun Masiku yang terjadi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan pada 8 Januari 2020 silam.

Hal tersebut diungkapkan Rossa saat hadir sebagai saksi di persidangan kasus dugan perintangan penyidikan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku dengan terdakwa Hasto Kristiyanto, Jumat (9/5/2025).

Pernyataan tersebut bermula ketika kuasa hukum Hasto, Patra M Zen mempertanyakan perihal peristiwa di PTIK yang dianggap sebagai perintangan penyidikan.

Dalam peristiwa itu, penyidik disebut dihalanghalangi beberapa orang lalu dikumpulkan di dalam satu ruangan.

"Pertanyaan saya, Bapak lihat nggak pak Hasto ini menghalanghalangi di PTIK itu? Bapak lihat nggak pak Hasto perintahkan orang supaya menghalangi di PTIK, lihat nggak?" tanya Patra.

"Ada orang yang menghalangi kami," jawab Rossa.

"Siapa?" cecar Patra.

"Pada saat itu adalah mantan penyidik," ucap Rossa.

Mendengar hal itu, Patra pun kembali mempertegas pertanyaannya lagi kepada Rossa mengenai ada tidaknya peran Hasto dalam perintangan penangkapan Harun Masiku tersebut.

Saat dicecar Patra, kemudian Rossa menyatakan bahwa Hasto terlibat aksi perintangan penyidikan kasus Harun Masiku secara tidak langsung.

Merasa tak puas, Patra menilai jawaban Rossa adalah pendapat, sehingga ia meminta penegasan ulang.

"Kami ulangi lagi, bahwa tim melakukan pengejaran kepada pak Hasto dan Harun Masiku, yang kemudian kami menemukan petunjuk posisinya masuk ke PTIK," jawab Rossa lagi.

Mendengar jawaban Rossa, Patra masih juga belum puas dan membuat Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto mengambil alih percakapan.

Pada saat itu Hakim Rios memastikan kembali kepada Rossa, apakah terdapat keterlibatan langsung dari Hasto terkait gagalnya penangkapan terhadap Harun Masiku di PTIK.

"Jadi gini, biar nggak berbelit, maksud penasihat hukum ketika saksi merasa terhalangi oleh petugas tadi, ada nggak peran pak Hasto yang memerintahkan kepada saksi yang menghalangi tadi ketika itu? Baik perintah langsung yang saksi lihat, ada nggak?" tanya hakim Rios.

"Perintah langsung tidak ada," jelas Rossa.

Gagal Tangkap Hasto dan Harun Karena Dihalangi di PTIK

Sebelumnya terkait OTT tersebut, Rossa sempat menceritakan pengalamannya saat gagal menangkap Harun Masiku dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di Kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta Selatan.

Rossa mengatakan kegagalan menangkap Harun Masiku dan Hasto lantaran tim yang melakukan pengejaran tibatiba di interogasi dan diamankan sejumlah orang di PTIK.

Awalnya Rossa bercerita mendapat tugas untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Januari 2020 terkait perkara suap yang menjerat mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Kemudian Rossa bersama tim penyelidik KPK lainnya melakukan pengejaran terhadap Hasto dan Harun berdasarkan sejumlah petunjuk yang pihaknya dapatkan.

"Pada saat itu dengan alat bukti bahwa ada keterangan dan juga ada percakapan WhatsApp dan petunjuk BBE (barang bukti elektronik) bahwa uang itu berasal dari terdakwa (Hasto)," kata Rossa di ruang sidang.

Setelah itu, Rossa mengungkapkan, tim penyelidik berhasil mendeteksi keberadaan Hasto berdasarkan pencocokan nomor ponsel dan lokasi Sekjen PDIP tersebut.

Rossa menjelaskan, berdasarkan penelusuran lokasi dari nomor ponsel, Hasto diketahui berada mulai dari DPP PDIP Jakarta Pusat hingga bergerak ke PTIK.

"Kami mengejar, keberadaan Hasto yang awalnya di seputaran DPP PDIP bergerak menuju ke arah Blok M dan masuk ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Ketika kami sampai disitu, ternyata ketemu sama tim yang melakukan pengejaran terhadap Harun Masiku, posisinya ada di depan gerbang juga," katanya.

Setelah itu Rossa menjelaskan tim pengejar Hasto dan Harun menunggu perintah selanjutnya untuk melakukan pengejaran.

Selang beberapa saat, Rossa mengatakan pihaknya mendapat informasi dari Kasatgas bahwa terdapat petunjuk berupa sadapan komunikasi tentang perintah dari 'bapak' untuk menenggelamkan ponsel ke dalam air yang akan dilakukan Nur Hassan dan Harun Masiku.

"Kemudian kami melakukan pengejaran kami menunggu terdakwa dan Harun Masiku keluar dari PTIK," jelasnya.

Dia pun mengatakan, sembari menunggu Hasto dan Harun keluar, tim sempat melaksanakan ibadah salat isya di masjid yang berada di Kompleks PTIK.

Akan tetapi usai melaksanakan salat, tim kata Rossa tibatiba didatangi oleh sejumlah orang di lokasi tersebut.

"Kami didatangi beberapa orang, diintrogasi dan diamankan dalam posisi kami dibawa ke suatu ruangan. Rombongan kami ada 5 orang sehingga menyebabkan kami kehilangan jejak Harun Masiku dan terdakwa pada saat itu," jelasnya.

Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersamasama dengan orang kepercayaannya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

Akan tetapi operasi pengajuan Harun Masiku sebagai anggota DPR masih berlanjut.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.