Penyidik KPK dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan, terdakwa Hasto Kristiyanto. Penyidik mengungkap momen KPK hendak menangkap Hasto tapi gagal.
Tiga penyidik KPK yang menjadi saksi dalam sidang kemarin yakni AKBP Rossa Purbo Bekti, Rizka Anungnata dan Arif Budi Raharjo. Kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, tidak terima penyidik KPK menjadi saksi karena keterangannya berasal dari orang lain.
"Menurut khidmat kami, ini sangat-sangat tidak tepat mereka menjadi saksi dalam perkara ini. Apalagi kalau kita kembali ke Pasal 153, bahwa keterangan seperti yang akan disampaikan oleh para saksi ini adalah keterangan bukan karena melihat sendiri, mendengar sendiri," kata Maqdir Ismail di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).
"Tetapi adalah keterangan yang akan mereka sampaikan adalah keterangan de auditu, arena mereka mendengar dari orang lain. Jadi menurut khidmat kami, kami keberatan karena ini tidak diatur sedemikian rupa di dalam KUHAP," tambahnya.
Hakim lalu menanyakan tanggapan jaksa KPK. Jaksa menegaskan Rossa dkk dihadirkan sebagai saksi fakta untuk dugaan perintangan penyidikan yang dilakukan Hasto.
Majelis kemudian meminta keberatan itu disampaikan dalam nota pembelaan atau pleidoi. Hakim lalu mempersilakan Rossa dkk memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang ini. Hakim menyatakan nantinya juga akan menilai keterangan Rossa dkk.
|
Mulanya, jaksa menanyakan bagaimana penyidik KPK yakin jika perintah untuk menenggelamkan ponsel berasal dari Hasto.
"Di dalam HP itu kan tertulis ada nama Sri Rejeki Hastomo, kemudian ada namanya Gara Baskara. Nah, bagaimana penyidik kemudian menyimpulkan bahwa yang memberikan perintah untuk menenggelamkan HP ini adalah Terdakwa?" tanya jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
Rossa kemudian memberikan penjelasan. Rossa mengatakan penyidik melihat ponsel dengan nomor bernama Sri Rejeki Hastomo dititipkan Hasto ke Kusnadi saat menjalani pemeriksaan di gedung KPK.
Rossa mengatakan ada tiga ponsel yang disita dari Kusnadi. Rossa mengatakan ponsel dengan nomor Sri Rejeki Hastomo dalam penguasaan Hasto.
"Ada percakapan-percakapan yang sudah kita lihat, yang meyakinkan bahwa HP, dua-duanya ini adalah milik, mohon maaf, satu adalah yang dikuasai Sri Hastomo itu adalah milik dari Terdakwa, dan satu lagi dikuasai atau milik dari saksi Kusnadi, stafnya," ujar Rossa.
"Total ada berapa HP?" tanya jaksa.
"Ada tiga," jawab Rossa.
Hasto membantah pernyataan Rossa. Hasto menyebut keterangan Rossa hanya asumsi.
"Ya tadi itu kan pendapat, itu asumsi," kata Hasto Kristiyanto seusai persidangan.
Hasto mengatakan kepemilikan nomor Sri Rejeki Hastomo itu sudah dijelaskan staf kesekretariatan DPP PDIP, Kusnadi, dalam persidangan Kamis (8/5). Hasto mengatakan nomor itu punya sekretariat DPP partai.
"Tadi sudah dijelaskan, kemarin oleh keterangan saksi, dan nanti akan ada saksi lain yang akan dihadirkan, yang untuk memperjelas hal tersebut tetapi sudah ditegaskan oleh saksi yang berkompeten, yang melihat, mengalami dan merasakan secara langsung, bahwa itu adalah milik sekretariat DPP partai," ujarnya.
Nomor Sri Rejeki Hastomo juga dibahas saat Kusnadi dihadirkan sebagai saksi untuk Hasto dalam persidangan, Kamis (8/5). Kusnadi mengatakan ponsel itu milik kesekretariatan DPP PDIP.
Kusnadi mengakui adanya pesan dari Sri Rejeki Hastomo untuk melarung. Namun Kusnadi mengatakan perintah itu bukan untuk melarung ponsel, melainkan pakaian.
|
Mulanya, jaksa mendalami jejak ponsel Hasto yang dilakukan penelusuran posisi oleh Rossa.
"Jadi yang ter-record hanya di jam 13.11, 15.06, kemudian 16.12 dan 16.26. Setelah itu tidak aktif?" tanya jaksa.
Rossa mengatakan jejak posisi Hasto dari ponsel itu tak terekam lagi yang kemudian diikuti ekspose kegiatan OTT oleh Firli. Dia mengatakan saat itu juga mempertanyakan mengapa ekspose dilakukan, padahal semua pihak yang diduga terlibat belum ditangkap.
"Iya. Pada saat itu, kami dapat kabar melalui posko bahwa secara sepihak pimpinan KPK, Firli mengumumkan terkait adanya OTT," ujarnya.
Ketua majelis hakim Rios Rahmanto juga mendalami keterangan Rossa. Dalam persidangan itu, Rossa mengatakan satu tim satgasnya lalu diganti usai kegiatan OTT itu diekspose oleh Firli.
"Setelah ekspose itu satgas saya dikeluarkan majelis," jawab Rossa.
"Diganti?" tanya hakim.
"Diganti," jawab Rossa.
Rossa mengatakan timnya diganti menggunakan satgas baru. Dia mengatakan satgas baru itu kemudian menangani perkara Harun tersebut.
"Menjadi?" tanya hakim.
"Satgas yang baru," jawab Rossa.
"Untuk?" tanya hakim.
"Untuk menangani perkara itu," jawab Rossa.
|
Rossa mengatakan penyidik memiliki keyakinan keterlibatan Hasto dalam kasus ini. Dia mengatakan Saeful menerangkan uang suap kasus Harun berasal dari Hasto dan ditemukan barang bukti elektronik (BBE) berkait Hasto.
Atas dasar itu, Rossa mengatakan pihaknya lalu bergerak untuk menangkap Harun Masiku dan Hasto. Rossa mengatakan saat melakukan rangkaian OTT, penyidik harus follow the money.
Jaksa kemudian mendalami kendala yang dialami Rossa saat mengejar keberadaan Harun dan Hasto. Rossa mengatakan Harun dan Hasto diketahui berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) berdasarkan data cek pos.
"Itu adalah handphone yang melekat pada masing-masing orang yang kita duga, dan itu juga valid selama ini juga seperti itu. Kemudian kita tarik data-data elektronik tersebut," kata Rossa.
Rossa mengaku saat itu melakukan pengejaran kepada Hasto. Titik awal pengejaran itu di seputar DPP PDIP kemudian bergerak menuju ke arah Blok M.
Rossa mengaku sempat tertahan saat hendak menangkap Hasto dan Harun di kawasan Kebayoran Baru, Jaksel. Dari sini, Rossa mengaku mulai mengalami beberapa kendala.
"Pada saat kami lakukan pengejaran di lapangan, kami tertahan di depan kompleks PTIK. Jadi dalam posisi saya pernah sekolah di situ selama dua tahun, jadi tidak mungkin juga saya mencari masalah di situ. Yang menjadi menarik adalah, ketika kami sampai di situ ternyata kami ketemu sama tim yang melakukan pengejaran terhadap Harun Masiku. Posisinya ada di depan gerbang juga, jadi kami saling melihat, lho kok ini ada timnya Harun," tutur Rossa.
"Nah proses pelaksanaan tugas itu kita dikendalikan oleh posko, di posko kita masing-masing dimasukkan dalam grup telegram ataupun aplikasi WhatsApp untuk mempermudah terkait pelaksanaan tugas," imbuh Rossa.
Rossa mengatakan tim menunggu Harun dan Hasto keluar dari PTIK. Pihaknya mengejar Hasto juga untuk mendalami dugaan perintah menenggelamkan ponsel yang berasal dari bukti sadapan.
"Pada saat itu kami juga diinformasikan melalui posko. Kemudian kami melakukan pengejaran itu dari tim Harun Masiku kita ketemu di depan PTIK, kami menunggu sebenarnya posisinya. Untuk menunggu terdakwa dan Harun Maisku keluar dari PTIK," ujar Rossa.
Rossa mengatakan saat timnya hendak melakukan salat isya, namun didatangi sejumlah orang. Dia mengatakan sejumlah orang itu menginterogasinya sehingga timnya gagal menangkap Harun dan Hasto.
"Kami didatangi oleh beberapa orang, diinterogasi, dan kami diamankan dalam posisi kami dibawa ke dalam suatu ruangan. rombongan kami ada 5 orang, sehingga itu menyebabkan kami kehilangan jejak Harun Masiku dan terdakwa pada saat itu," imbuhnya.
|
"Kami tergabung dalam surat perintah penyidikan ini adalah surat perintah penyidikan tambahan pada tahun 2023. Kemudian beberapa kali kami melakukan ekspose terkait dengan perkembangan perkara, saya pernah melakukan ekspose juga, salah satu pimpinan mengatakan bahwa, jangan ada pengembangan penyidikan lagi, intinya di situ," kata Rossa.
"Makannya itu kan pendapat saudara, kemudian saudara berkesimpulan, jangan diteruskan penyidikan ini menurut keterangan saudara tadi, itu adalah perintangan. Pertanyaan saya sederhana kok, kenapa tidak mereka ini diperiksa? Kenapa saudara tidak lapor bahwa ini ada perintangan yang dilakukan oleh pimpinan KPK, termasuk Firli Bahuri begitu juga pimpinan KPK yang lain seperti Nawawi Pamolango, Ghufron, Alexander Marwarta, Lili Pintauli Siregar, kenapa itu tidak dilakukan?" cecar Maqdir.
"Belum kami lakukan pemanggilan memang, jawabannya di situ," jawab Rossa.
|
"Setelah mendapatkan perintah untuk action itu, kemudian Saeful berkoordinasi dengan Tio, kenapa Tio? Karena yang nyambung dengan komisioner KPU ini melalui Tio, itu ada di percakapan chat-nya yaitu untuk melakukan negosiasi terkait berapa uang yang diminta," kata Rossa.
"Sebenarnya, Wahyu itu cuma minta Rp 900 juta, itu hasil negonya. Oleh para pihak 3 serangkai ini dibilang itu minta Rp 1,5 (miliar), jadi mereka ada spare untuk uang capeknya lah, istilahnya seperti itu," imbuhnya.
Rossa mengatakan ada juga permintaan uang Rp 500 juta untuk pengurusan sampai proses pelantikan, sehingga total uang yang harus disiapkan Rp 2,5 miliar. Harun Masiku saat itu disebut tidak mempunyai uang sebesar itu.
Rossa menyebut saat itu Harun mencari talangan uang tersebut. Singkatnya, Rossa mengaku menemukan bukti percakapan antara Saeful dan Harun bahwa Hasto menalangi uang Rp 400 juta.
"Satu minggu sebelum tanggal 16 Desember 2019 itu ada informasi percakapan bahwa uang itu akan ditalangi oleh Saudara Terdakwa, tetapi pada kenyataannya tanggal 16 Desember 2019, hanya sebagian yang ditalangi, yaitu Rp 400 juta," kata Rossa.
"Jadi tanggal 16 itu ada penyerahan uang sebesar Rp 400 juta. Kami meyakini karena memang ada konfirmasi percakapan chat langsung antara Saeful dengan Harun Masiku, bisa BB-nya (barang bukti) nanti dibuka," tambahnya