TRIBUN-MEDAN.com - Pihak Istana buka suara tentang penangkapan mahasiswi ITB inisial SSS yang diduga membuat meme bergambar Presiden Prabowo Subianto dan Jokowi ciuman.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menegaskan bahwa sejauh ini Presiden Prabowo tidak pernah melaporkan siapa pun yang mengkritik atau bahkan menyudutkan dirinya.
“Pak Prabowo tidak mengadukan apa-apa. Presiden tidak mengadukan apa-apa, walaupun kita menyayangkan,” kata Hasan Nasbi saat ditemui usai diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/5/2025).
Hasan menilai bahwa dalam demokrasi, kritik atau ekspresi publik seharusnya disampaikan secara bertanggung jawab.
Meski tidak menutup kemungkinan adanya unsur pelecehan terhadap kepala negara, ia mengatakan bahwa Presiden Prabowo tetap memilih jalur merangkul.
“Ruang ekspresi itu kan harus diisi dengan hal-hal yang bertanggung jawab, bukan dengan hal-hal yang menjurus kepada penghinaan atau kebencian,” ujarnya.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa Prabowo tidak pernah membawa kebebasan ekspresi atau pemberitaan yang menyudutkannya ke ranah hukum.
“Pak Presiden sampai hari ini tidak pernah melaporkan pemberitaan, tidak pernah melaporkan ekspresi-ekspresi yang menyudutkan beliau. Dan beliau justru terus-menerus menyuarakan persatuan, menyuarakan saling merangkul supaya bangsa kita bisa bergerak maju ke depan,” tandasnya.
Ia berbicara pentingnya pendekatan pembinaan terhadap generasi muda yang menyampaikan kritik secara berlebihan, ketimbang langsung menjatuhkan sanksi hukum.
“Kalau anak muda, ya mungkin ada semangat-semangat yang terlanjur. Mungkin lebih baik dibina, karena masih sangat muda. Bisa dibina, bukan dihukum,” kata Hasan.
Menurut Hasan, kritik yang disampaikan dalam bentuk ekspresi, selama tidak mengandung unsur pidana yang jelas, sebaiknya tidak dibawa ke ranah hukum.
Ia menilai perlu ada ruang pemahaman bagi kelompok mahasiswa untuk tetap kritis, namun tidak kebablasan.
“Harapan kita, teman-teman yang mahasiswa, yang mungkin selama ini terlalu bersemangat misalnya, memberikan kritikan, mengekspresikan kritikannya, nanti bisa diberi pemahaman dan pembinaan supaya jadi lebih baik lagi. Tapi bukan dihukum,” tegasnya.
Namun, Hasan juga mengingatkan bahwa jika terdapat unsur pelanggaran hukum yang sah, maka sepenuhnya menjadi kewenangan penegak hukum untuk menindaklanjutinya.
“Kecuali kalau ada soal hukumnya, ya kita serahkan saja kepada penegak hukum. Tapi kalau karena pendapat, karena ekspresi, itu sebaiknya diberi pemahaman dan pembinaan saja,” ujarnya.
Ditetapkan Tersangka dan Ditahan
Dalam polemik tentang meme Prabowo dan Jokowi ini, mahasiswi ITB inisial SSS sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) tersebut, ditangkap di tempat indekosnya, Jatinangor, Sumedang Jawa Barat, pada Selasa (6/5/2025), oleh pihak Bareskrim.
"Sudah (mahasiswi ITB menjadi tersangka), ditahan di Bareskrim," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko saat dihubungi, Sabtu (10/5/2025).
SSS dijerat Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman hukum 6 tahun penjara.
Kasus ini terungkap dari sebuah unggahan di media sosial X yang menginformasikan adanya seorang mahasiswi ITB yang ditangkap kepolisian.
Hal itu diinformasikan oleh akun X bernama @MurtadhaOne1. Akun itu mengatakan wanita itu ditangkap akibat sebuah meme mirip Presiden RI, Prabowo Subianto yang dia buat.
"Breaking News! Dapat info Mahasiswi SRD ITB barusan diangkut bareskrim karena meme WOWO yang dia buat," tulis akun tersebut seperti dikutip.
Sementara itu, akun X lainnya bernama @bengkeldodo pun mengunggah dua buah foto. Satu foto merupakan seorang wanita dan satu foto lainnya mirip Prabowo Subianto dan Jokowi yang tengah berciuman.
Terlihat dalam foto, wanita itu mengenakan kaca mata dan almamater berwarna biru tua dengan logo ITB di bagian dadanya. Disebutkan jika wanita itu pembuat meme tersebut.
SSS mengunggah meme Prabowo-Jokowi berciuman di akun X (Twitter) @reiayanyami. Meme itu merupakan buatan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Pakar Hukum Singgung Putusan MK
Terpisah, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menganggap SSS seharusnya tidak bisa dipidana.
Abdul Fickar menuturkan pernyataannya tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 105/PUU-XXII/2024 terkait judicial review UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE yang dibacakan pada Selasa (29/4/2025) lalu.
Mengacu pada putusan tersebut, Prabowo merupakan perwujudan dari lembaga negara yaitu Kepresidenan. Sementara, Jokowi adalah seorang mantan presiden.
"Justru MK baru saja mengeluarkan putusan bahwa pemberlakuan UU ITE terutama penghinaan dan pencemaran nama baik itu tidak bisa diajukan oleh lembaga," kata Abdul Fickar, Jumat (9/5/2025).
"Prabowo itu mewakili lembaga Kepresidenan. Demikian juga Jokowi diasumsikan presiden masa lalu. Jadi gambar itu sebenarnya menggambarkan dua institusi kepresidenan yang merupakan institusi atau lembaga," sambungnya.
Abdul Fickar mengkritik Polri yang dianggap tidak menafsirkan putusan MK tersebut dengan menangkap SSS yang diduga membuat meme Prabowo dan Jokowi berciuman.
Dia menilai penangkapan ini lebih banyak unsur politis alih-alih memang terkait penegakan hukum.
"Jadi kepolisian itu lebay (berlebihan), tidak bisa menafsirkan putusan MK, jadi keliru. Penangkapan dan penetapan tersangka ini lebih banyak unsur politis atau cari mukanya," jelasnya.
Ketika ditanya pendapatnya bahwa banyak anggapan terduga pelaku semata-mata menyerang pribadi Prabowo dan Jokowi alih-alih kebijakannya sebagai Presiden RI, Abdul Fickar tak sependapat.
Dia mengatakan SSS tidak mungkin membuat meme tersebut ketika Prabowo dan Jokowi bukan Presiden RI.
"Prabowo dan Jokowi belum tentu digambar oleh mahasiswa (SSS) jika bukan melekat dari lembaga kepresidenan. Tidak mungkin Prabowo atau Jokowi dihina atau dicemarkan kalau bukan Presiden," tuturnya.
Di sisi lain, Abdul Fickar menegaskan jika memang Prabowo dan Jokowi merasa terhina atau nama baiknya tercemar, maka seharusnya membuat laporan secara pribadi.
Pasalnya, kasus pidana seperti pencemaran nama baik, masuk dalam delik aduan.
"Kalau pribadi, maka Prabowo dan Jokowi yang harus melapor karena delik itu adalah delik aduan yang mensyaratkan pengaduan dari korban. Jika tidak ada pengaduan dari Prabowo dan Jokowi, maka itu lebay," tuturnya. (*)