Pilu Guru Honorer di Sleman: 12 Tahun Lawan Mafia Tanah, Sertifikat Tak Kembali
kumparanNEWS May 12, 2025 05:40 PM
Hedi Ludiman (49) tak kuasa menahan air mata ketika menceritakan kasus mafia tanah yang menimpanya, Senin (12/5). Selama 12 tahun dia berjuang agar sertifikat milik sang istri, Evi Fatimah (38), kembali.
Yang jadi objek adalah tanah seluas 1.475 meter persegi beserta bangunan rumah di Pedukuhan Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman.
Namun, usaha itu tak kunjung membuahkan hasil. Padahal, dia telah berkorban banyak dari segi waktu, materi, dan tenaga.
Kini sertifikat tanah dan bangunan dengan nilai aset sekitar Rp 5 miliar itu tak tahu rimbanya. Padahal tanah ini merupakan tanah warisan.
Hedi adalah guru honorer di SMK swasta, gajinya Rp 150 ribu per bulan. Untuk menopang kesehariannya dia juga bekerja jadi montir bengkel.
"Saya tertindas, saya guru honor gajinya sebulan hanya Rp 150 ribu, saya sambil nyambi bengkel," bebernya.
Berawal dari Orang Hendak Ngontrak
Perbesar
Seorang guru honorer bernama Hedi Ludiman (49) dan istrinya Evi Fatimah (38) di Sleman jadi korban mafia tanah. Berjuang 12 tahun tapi sertifikat tak kunjung kembali, Senin (12/5/2025). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Peristiwa mafia tanah ini bermula sekitar 2011 silam. Saat itu, Evi kedatangan dua orang ibu dan anak yang hendak mengontrak rumahnya untuk usaha konveksi. Saat itu, Evi masih tinggal di Seyegan, Sleman, di rumah keluarga Hedi.
Sedangkan, rumah di Paten ini memang biasa disewakan saat itu.
"Ada dua orang SJ (laki-laki) dan SH (perempuan), mau mengontrak terus akhirnya ketemu istri saya tahun 2011. Mau ngontrak rumah selama 5 tahun. Setahunnya Rp 5 juta. Selama 5 tahun maka Rp 25 juta," kata Hedi ditemui di rumahnya, Senin (12/5).
Saat itu sudah ada kesepakatan harga. Rencananya SJ dan SH akan mulai menempati pada 2012. Dalam proses ini, SJ dan SH membujuk Evi untuk memberikan sertifikat tanahnya sebagai jaminan sebelum menempati rumah.
"Sertifikat sudah saya serahkan ke SJ dan SH karena kan dia ngasih uang saya kan sebagai untuk kepercayaan karena dia takut saya lari. Jadi buat jaminan karena mau menyerahkan uang Rp 25 juta," kata Evi menambahkan.
SH, menurut Evi, adalah ibu-ibu yang sudah tua sekitar usia 60an tahun pada waktu itu. Sehingga dirinya tak menaruh curiga. Sertifikat diserahkan Evi pada awal-awal Agustus 2011.
Hedi mengatakan uang kontrakan Rp 25 juta itu diberikan bertahap dari Agustus sampai Desember 2011 melalui transfer.
Dibawa ke Kantor Notaris
Dalam proses di tahun 2011, Evi dibujuk untuk datang ke kantor notaris. Alasan dari SJ dan SH adalah untuk tanda tangan perjanjian mengontrak rumah.
"Yang ditandatangani itu saat itu tidak tahu (apa). Setengah kayak digendam atau dipaksa," kata Hedi.
Saat itu Evi lalu ke kantor salah satu notaris di Kalasan, Kabupaten Sleman. Saat itu Evi bertemu dengan salah satu staf notaris.
"Pada waktu itu ini (Evi) masih muda jadi nggak tahu apa itu notaris, nggak tahu," katanya.
Saat itu Evi tak boleh membaca surat yang dia tanda tangani. Oleh SH dia disuruh segera menandatangani. Tak ada firasat buruk, bahwa ini awal malapetaka yang dialami Evi dan keluarga.
Mei 2012, Bank Datang
Perbesar
Seorang guru honorer bernama Hedi Ludiman (49) dan istrinya Evi Fatimah (38) di Sleman jadi korban mafia tanah. Berjuang 12 tahun tapi sertifikat tak kunjung kembali, Senin (12/5/2025). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Pada Mei 2012, pihak salah satu bank BPR datang ke rumah. Dari situ didapati informasi sertifikat bank tanah dan rumah ini telah diagunkan untuk utang senilai Rp 300 juta dan kreditnya macet.
Namun, saat itu sertifikat masih atas nama Evi. Bank saat itu juga menginformasikan sertifikat tengah di balik nama.
"Pas gadaikan sertifikat itu posisi atas nama istri saya. Jadi posisi balik nama dengan menggadaikan itu sama 26 Agustus 2011. Setelah serahkan sertifikat langsung digadaikan sama di balik nama," terangnya.
Setelah itu, pada 1 Juni 2012, Hedi mengecek ke BPN ternyata sertifikat milik istrinya telah beralih ke atas nama SJ.
Satu Pelaku Dipidana
Mendapati fakta ini, Hedi lalu melapor ke Polres Sleman terkait penipuan dan penggelapan. Akhirnya pada 2014, SH berhasil ditangkap polisi. Namun, SJ statusnya masih buron.
SH kemudian disidang di Pengadilan Negeri Sleman dan divonis 9 bulan penjara.
Dari persidangan itu pula, Hedi mendapati fakta ada kuasa jual hingga akta jual beli (AJB). Selain itu ada pula KTP palsu istrinya yang katanya dilegalisir oleh notaris di Kalasan.
Notaris tersebut kemudian dilaporkan ke Majelis Pengawas Daerah (MPD) notaris. Menurut Hedi, di sana, notaris tersebut dinyatakan bersalah secara etik.
Gugat Perdata
Hedi kemudian menggugat secara perdata ke Pengadilan Negeri Sleman baik itu SJ dan SH serta pihak bank.
Saat itu putusannya Niet Ontvankelijk Verklaard (NO) atau putusan tidak dapat diterima karena gugatan mengandung cacat formil.
Dia lalu meminta salinan putusan. Di situ ada keganjilan di mana 10 lembar putusan salah. Ada gugatan orang lain yang masuk di putusan.
"Itu saya ada bukti," katanya.
Saat itu dia hendak mengajukan banding. Namun selang dua minggu dia ditelepon oleh pihak pengadilan yang menyatakan putusan ini akan diganti yang bagus.
"Saya enggak mau. Karena untuk bukti banding di pengadilan," katanya.
Akan tetapi selang beberapa waktu pengacara Hedi menyatakan mengundurkan diri apabila putusan itu tak Hedi berikan ke pengadilan.
Hedi juga melaporkan bank ke Ditreskrimsus Polda DIY namun SP3.
Meski sudah ada terpidana dalam kasus ini, tetapi sertifikat milik Evi pun tak kembali ke tangannya. Pun juga secara perdata putusannya NO.
"Tidak ada (putusan sertifikat kembali), kan NO. Pengacara juga lari, saya mencari pengacaranya tidak berani kalau banding ini," terangnya.
Kejar DPO
Singkat cerita pada 2017, Hedi tetap mengejar SJ yang berstatus DPO. Menurutnya jika SJ tertangkap maka kasus akan semakin terang. Namun ternyata berkas kasus tersebut hilang di polisi.
"Saya tanyakan terus penangkapannya tahu-tahu kata penyidik baru katanya berkasnya hilang," terangnya.
"Sekarang lagi pemberkasan baru, berkas ulang," jelasnya.
Sertifikat Diblokir, Lelang Tetap Berjalan
Di sesi wawancara, Hedi sempat menunjukkan surat-surat BPN Sleman bahwa sertifikat tanahnya diblokir. Namun ternyata tetap ada lelang oleh bank. Padahal setahu dirinya ketika sertifikat diblokir tak bisa ada lelang.
"Kan diblokir di BPN, ternyata dalam prosesnya di balik lagi. Dari SJ ke orang bernama RZA," katanya.
Awalnya Hedi tak tahu RZA ini siapa. Setelah dia menelusuri, RZA ini diduga adalah oknum kejaksaan.
"RZA tak cek di Facebook orangnya penjual mobil. Ada tulisan pegawai kejaksaan. Ternyata pegawai kejaksaan. Ini ada bukti," tuturnya.
Hedi pernah bertemu dengan RZA. Saat itu RZA mengaku pada Hedi tak tahu kalau tanah ini bermasalah. "Sudah saya beri tahu ketemu saya padahal," bebernya.
Terakhir pada 2024 sertifikat masih atas nama RZA. "Sekarang enggak tahu, terakhir RZA," jelasnya.
Pihak Kejaksaan belum berkomentar mengenai hal tersebut.
Harapan Hedi dan Evi
Kini Hedi dan Evi berharap agar ada perhatian dari pemerintah pusat dan DPR RI atas kasus yang menimpanya. Dia hanya ingin sertifikat istrinya bisa segera kembali.
"Harapan saya untuk mengembalikan sertifikat atas nama istri saya," kata bapak tiga orang anak ini.
"Saya ingin ke DPR Komisi III untuk mengadukan. Karena saya bertarung sendiri melawan mafia. Sangat berat. Anak-anak saya telantar tidak ada yang bantu saya. Keinginan saya menghukum para mafia. Mari kita berdebat di DPR Komisi III melawan para mafia itu," jelasnya.
Dia ingin para wakil rakyat tahu masalah yang dialaminya. 12 tahun sudah dia berjuang. "Sampai tidak bisa membelikan susu (anak) karena melawan mafia sangat berat terintimidasi batin dan pikiran saya," pungkasnya.
Polresta Sleman Benarkan Buru 1 DPO
Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Riski Adrian, dikonfirmasi membenarkan SJ masih diburu.
"Untuk penanganan kasus penipuannya sudah inkrah 1 pelaku dan 1 pelaku lagi masih DPO," kata Adrian dikonfirmasi.
Pencarian pada seorang DPO ini masih dilakukan oleh tim Satreskrim Polresta Sleman.
"Untuk tim masih melakukan pencarian 1 terduga pelaku," jelasnya.