TRIBUNNEWS.COM - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, akan dilibatkan dalam program pembinaan anak berperilaku khusus atau bermasalah, yang diinisiasi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Kak Seto, sapaannya, akan menjadi narasumber dan mengajar langsung para siswa dalam program tersebut.
Kabar ini disampaikan Kak Seto setelah meninjau pelaksanaan pembinaan anak-anak bermasalah ini di barak militer, di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi, Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Sabtu (10/5/2025).
Dalam tinjauannya itu, Kak Seto menjelaskan bahwa tidak ada hak anak yang dilanggar dalam kegiatan pendidikan karakter tersebut, meskipun dilaksanakan di lingkungan militer.
"Anak-anak mendapatkan hak untuk tumbuh dan berkembang, perlindungan, kesempatan menyuarakan pendapat, bahkan ada pemeriksaan kesehatan dan psikologi," kata Kak Seto dikutip portal resmi Pemerintah Provinsi Jawa Barat, jabarprov.go.id.
Kak Seto menambahkan, pendidikan karakter ini dikawal oleh berbagai pihak secara intensif.
Sehingga pelaksanaannya aman dan para peserta didik mendapatkan dampak positifnya.
Kak Seto juga mengapresiasi, Dedi Mulyadi selalu dan Pemprov Jabar sangat terbuka terhadap masukan.
"Pak Gubernur sangat terbuka, saya ajukan untuk melihat kondisi anak-anak, beliau mempersilakan, saya mengapresiasi sekali," ungkap Kak Seto.
Diketahui, Kak Seto ditemani Dedi Mulyadi, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Herman Suryatman, serta Kepala Bidang Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Disdik Jabar merangkap Plh. Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Atas, Ai Nurhasan.
Sementara, Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) melalui Kanwil Kementerian HAM Jawa Barat menyampaikan bahwa tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaan program pendidikan militer.
"Pelaksanaan Program Pendidikan Karakter dan Disiplin bagi pelajar di Jabar itu selaras dengan penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi (P5HAM) dan tidak ada corporal punishment," kata Kepala Kanwil Kementerian HAM Jabar, Hasbullah Fudail, dalam kesempatan yang sama, Minggu (11/5/2025) dilansir Tribun Jabar.
Lebih lanjut, pihaknya senantiasa melakukan langkah-langkah sinergi dengan Pemerintah Provinsi Jabar terkait program pendidikan militer agar pelaksanaannya selaras dengan nilai-nilai HAM.
Pihaknya pun mengapresiasi langkah Dedi Mulyadi ini sebagai langkah nyata dalam penanganan permasalahan kenakalan remaja.
"Program Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang memasukkan anak ke barak militer sebagai upaya mencari solusi pada permasalahan anak-anak remaja, masalah kenakalan ini sudah menahun bagi saya, karena dari program yang ada dari pusat pun tak ada langkah nyata," ujar Hasbullah.
Meski demikian ada pihak yang tidak mendukung program gagasan Dedi Mulyadi itu.
Warga bernama Adhel Setiawan pun melaporkan Dedi Mulyadi ke Komnas HAM pada Kamis, (8/5/2025).
Adhel, mengatakan, alasannya melaporkan KDM sebagai bentuk protes.
Warga Jalan Abdul Malik, RT 05 RW 05, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, ini menilai setiap anak memiliki cita-cita sendiri, tidak semua ingin menjadi TNI.
"(Laporan) sebagai bentuk protes atas kebijakan Gubernur Jawa Barat Deddy Mulyadi yang menempatkan anak-anak bermasalah dengan perilaku akan ditempatkan di barak militer."
"Kami enggak setuju kalau anak ini disamaratakan, diseragamkan, maupun dibina dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan prinsip pendidikan," ujar Adhel yang didampingi kuasa hukumnya, Rezekinta Sofrizal, Senin (12/5/2025) dilansir Tribun Jakarta.
Sebagai orang tua murid, Adhel menilai, kebijakan Dedi Mulyadi melanggar HAM.
Menurutnya, anak seolah tempatkan sebagai objek bukan manusia yang memiliki kemampuan.
"Padahal anak ini sebagai manusia, itu mereka itu kan punya kemauan, punya harkat, punya martabat, punya karsa, dan punya bakat yang sudah ada sejak lahir, yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa," ungkap Adhel.
(Galuh Widya Wardani)(TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)(TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar)