Wacana asuransi program Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah menjadi sorotan dan menuai sejumlah kritikan.
Apalagi, wacana asuransi tersebut dilontarkan di tengah maraknya kasus keracunan diduga karena menyantap menu program MBG di sejumlah daerah.
Tercatat, kasus keracunan terjadi di Nganjuk (Jawa Timur), Sukoharjo dan Batang (Jawa Tengah), Nunukan (Kalimantan Utara, Pandeglang, Bogor, dan Cianjur (Jawa Barat), serta Waingapu (Nusa Tenggara Timur/NTT).
Terkini, ada kasus keracunan di Kota Bogor dengan total korban 214 orang dari jenjang TK hingga SMP, dan sampai ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Menurut hasil uji laboratorium, sampel makanan MBG di Kota Hujan tersebut terkontaminasi bakteri E. Coli dan Salmonella.
Adapun Badan Gizi Nasional (BGN) berencana untuk mengadakan asuransi sebagai upaya tanggung jawab untuk penanganan medis dan pembiayaan korban keracunan MBG.
“Korban diberikan asuransi untuk membayar biaya kesehatannya. Kami bekerja sama dengan Puskesmas menanggung seluruh biaya pengobatan itu oleh BGN," ujar Deputi Bidang Sistem dan Tata Kelola Badan Gizi Nasional, Tigor Pangaribuan, dalam keterangan tertulis pada Senin (12/5/2025).
Selain siswa penerima manfaat MBG, asuransi tersebut juga akan diberikan kepada karyawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menurut Kepala BGN Dadan Hindayana, pihaknya berencana melibatkan dua asosiasi perusahaan asuransi dan akan berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Untuk penerima manfaat, kami masih melakukan koordinasi dengan OJK," kata Dadan, Senin (12/5/2025), dikutip dari Kompas.com.
"Koordinasi dengan OJK, yang akan melibatkan dua asosiasi, yaitu Asosiasi Asuransi Jiwa dan Asosiasi Asuransi Umum," ujar dia.
Dadan mengatakan, dari koordinasi dan kesepakatannya nanti, akan dibentuk konsorsium atau gabungan asuransi untuk pengelolaan asuransi MBG.
Sementara, asuransi untuk karyawan SPPG akan bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
ILUSTRASI PROGRAM MBG Sejumlah siswa menikmati makanan makan bergizi gratis (MBG) di SDN 03 Jati Pulogadung, Jakarta Timur, Rabu (7/5/2025). Program MBG telah menyasar 3,5 juta penerima manfaat hingga 6 Mei 2025, Selain itu total satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah mencapai 1.286 dapur dan membuka lapangan kerja sebanyak 48.452 orang. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)Wacana pengadaan asuransi program MBG telah menuai kritikan dari sejumlah pihak, terutama mengenai beban finansialnya.
Kritikan datang dari anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Irma Suryani Chaniago dan Direktur Kebijakan Publik CELIOS Media Wahyudi Iskandar.
Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi NasDem, Irma Suryani Chaniago, menilai rencana BGN untuk memberikan asuransi program MBG sebagai bentuk pemborosan anggaran negara.
“Kan sudah ada BPJS! Koordinasikan saja dengan BPJS Kesehatan, ngapain buangbuang duit anggaran negara lagi?” ujar Irma saat dimintai tanggapan, Senin (12/5/2025).
Pernyataan ini disampaikan menanggapi wacana BGN yang akan mempertimbangkan pembiayaan asuransi sebagai bagian dari skema perlindungan apabila terjadi keracunan makanan pada penerima manfaat program MBG.
Irma menilai skema BPJS seharusnya sudah cukup untuk menjamin kebutuhan pengobatan.
“Kalau ada makanan basi dan tidak sampai berakibat fatal, ya bawa saja ke puskesmas atau RSUD dengan jaminan BPJS. Kan sekarang Pemda juga sudah kerja sama dengan BPJS Kesehatan?” jelasnya.
Irma juga menyoroti efektivitas penggunaan dana negara dan meminta agar BGN memprioritaskan skema perlindungan yang sudah tersedia.
Namun, jika kejadian yang terjadi tergolong fatal, ia menilai santunan tetap perlu diberikan.
“Kecuali jika, mohon maaf, ada kejadian yang fatal, BGN wajib beri santunan. Tapi kalau asuransi menurut saya berlebihan,” tegasnya.
Untuk perlindungan pekerja dapur MBG, Irma justru mendorong BGN agar memastikan mereka ikut dalam program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
“Mereka wajib jadi peserta BPJS TK yang dua program, yang preminya Rp16.800. Yang dicover adalah kecelakaan kerja dan tunjangan kematian,” jelasnya.
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Iskandar menilai, asuransi program MBG hanyalah akalakalan untuk menopang industri asuransi.
“Saya kira ini hanya akalakalan saja dari pemerintah untuk menopang industri asuransi BUMN maupun swasta,” kata Wahyudi, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/5/2025).
Dia menuturkan, adanya asuransi MBG berpotensi membuat dana pemerintah disalurkan kepada pihak ketiga, yakni industri asuransi yang saat ini tengah lesu.
“Ini membuka potensi dana negara disalurkan untuk pihak ketiga, khususnya untuk asuransi, yang saat ini tengah lesu karena penurunan daya beli dan konsumsi masyarakat,” lanjut dia.
Ia mengatakan, ini merupakan pemberian jaminan secara berulang, mengingat saat ini pemerintah telah memiliki jaminan sosial untuk pekerja, yaitu BPJS Ketenagakerjaan.
“Ini sudah pasti redundant dengan asuransiasuransi pemerintah lainnya, seperti BPJS,” ujar dia.
“Hingga hari ini saya juga belum menemukan logikanya untuk semua penerima manfaat itu diasuransikan, termasuk juga SPPG,” lanjut dia.
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Iskandar, juga menyebut rencana asuransi program MBG dapat berdampak pada pemborosan fiskal.
Sebab, program tersebut dinilai menambah pengeluaran program yang sudah ada.
“Yang pasti ini akan berimplikasi pada pemborosan fiskal, karena terjadi penghamburan program perlindungan sosial yang sebetulnya alokasinya idealnya diterima langsung oleh penerima manfaat,” ujar dia.
“Tapi ada sebagian yang kemudian justru digeser kebutuhannya pada korporasi atau lembaga eksternal asuransi, yang kalau seandainya ditelisik lebih jauh, potensi moral hazardnya itu tinggi sekali,” lanjut dia.
Wahyu juga menilai bahwa program asuransi MBG ini belum termasuk pada persoalan administrasi lain, termasuk skema asuransi, seperti verifikasi hingga pembayaran premi yang membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit.
“Ini belum termasuk persoalan administrasi lainnya, soal asuransi ini. Karena perlu proses administrasi yang jelas, mulai dari verifikasi, pembayaran premi, dan ini lagilagi membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit,” ujar dia.
Dia menegaskan bahwa program asuransi MBG pada dasarnya tidak efisien dan hanya membuangbuang anggaran negara saja.
“Pemerintah sudah pasti buangbuang anggaran yang seharusnya jika diberikan langsung ke semua penerima, penerima akan menerima manfaat jauh lebih banyak dari program dan rencana yang asuransi ini sangatsangat tidak efisien,” tegas dia.