Apa Alasan Jaksa Masih Pikir-pikir Ajukan Banding atas Vonis Hakim Nonaktif di Kasus Ronald Tannur?
GH News May 13, 2025 05:04 PM

Kejaksaan Agung belum tentukan sikap apakah akan banding atau tidak atas vonis yang dijatuhkan terhadap tiga Hakim non aktif Pengadilan Negeri Surabaya terkait kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan, bahwa sejauh ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih pikirpikir untuk menentukan langkah hukum selanjutnya atas vonis yang dijatuhkan terhadap ketiga terdakwa.

Langkah Jaksa itu kata Harli juga sambil menunggu upaya hukum lanjutan dari terdakwa Heru Hanindyo yang sejauh ini belum menentukan sikap.

"Saya sudah tanya, JPU nya masih pikirpikir sembari menunggu sikap HH (Heru Hanindyo)," kata Harli saat dikonfirmasi, Selasa (13/5/2025).

Adapun terkait hal ini sebelumnya terdakwa Erintuah Damanik dan Mangapul menyatakan tidak akan banding usai keduanya divonis 7 tahun oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta atas kasus suap dan gratifikasi perkara Ronald Tannur.

Berbeda dengan Erintuah dan Mangapul, terdakwa lainnya yakni Heru Hanindyo melalui kuasa hukumnya Farih Romdoni Putra menyatakan berencana mengajukan banding usai divonis 10 tahun oleh majelis hakim.

"Rencana akan kita ajukan banding ya," kata Farih, saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (13/5/2025).

Farih menjelaskan, banding diajukan pihak Heru Hanindyo karena menilai ada poinpoin pembelaan yang belum dipertimbangkan majelis hakim.

Poinpoin tersebut, ia menekankan, terkait pembuktian adanya penyerahan sejumlah uang dari terdakwa Lisa Rachmat kepada Heru Hanindyo.

"Banding diajukan karena kami berpendapat hakim belum mempertimbangkan poinpoin dalam pembelaan. Faktanya penyerahan uang dari Lisa ke Pak Heru tidak dapat dibuktikan, dan di hari yang dituduhkan ada bagibagi uang antar hakim pun Pak Heru tidak ada di Surabaya," pungkas Farih.

Seperti diketahui, dalam kasus suap hakim putusan bebas Ronald Tannur ini, terdakwa Heru Hanindyo menerima hukuman paling berat daripada dua rekan kerjanya di PN Surabaya itu.

Heru divonis 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.

Sementara Erintuah dan Mangapul samasama divonis 7 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.

Atas perbuatannya, ketiga hakim nonaktif PN Surabaya itu dinyatakan melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke1 KUHP, sebagaimana dakwaan kumulatif pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.

Majelis hakim juga menyebut Erintuah, Mangapul, dan Heru melanggar sumpah jabatan hakim dan tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.