Bapenda Kota Malang Bakal Pungut Pajak Warung yang Buka Malam Hari
GH News May 13, 2025 11:04 PM

TIMESINDONESIA, MALANG – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang terus menggenjot realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memperluas pendataan terhadap objek pajak usaha makanan dan minuman, termasuk warung dan angkringan yang beroperasi di malam hari.

Kasubid Pajak Daerah II Bapenda Kota Malang, Ramdhani Adhy Pradana, mengatakan, upaya ini merupakan bagian dari ekstensifikasi PAD. 

Ia menyebut, banyak usaha makanan-minuman di Kota Malang yang beroperasi di luar jam kerja, sehingga perlu didata sebagai potensi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

“Target kami adalah usaha seperti pujasera, kafe, warung, angkringan, lalapan, hingga tahu telur yang melayani makan di tempat dan buka malam hari. Semua akan didata dan diverifikasi apakah termasuk objek pajak atau tidak,” ujar Ramdhani, Selasa (13/5/2025).

Ia mengungkapkan, sesuai regulasi pelaku usaha makanan-minuman yang memiliki omzet minimal Rp5 juta per bulan dapat dikategorikan sebagai wajib pajak. Nantinya, mereka yang terdata sebagai objek pajak baru akan diundang untuk mengikuti sosialisasi perpajakan.

Saat ini, tarif pajak PBJT makanan dan minuman ditetapkan sebesar 10 persen dan dibebankan kepada konsumen. Hingga kini, terdapat 2.987 usaha kuliner di Kota Malang yang telah tercatat sebagai objek pajak.

Tahun 2024 lalu, realisasi pajak PBJT makanan dan minuman mencapai Rp171 miliar. Sementara untuk 2025, Bapenda menargetkan Rp163 miliar. Hingga April 2025, realisasinya telah mencapai Rp54 miliar. Ramdhani optimistis target tersebut dapat terlampaui.

“Awalnya kami khawatir efisiensi anggaran akan berdampak pada konsumsi. Tapi ternyata daya beli masyarakat tetap kuat,” ungkapnya.

Dalam proses pendataan dan pengawasan, Bapenda juga menyoroti transparansi pelaporan omzet. Ditemukan kasus pelaku usaha yang melaporkan omzet lebih rendah dari sebenarnya, seperti hanya mencantumkan Rp50 juta dari omzet Rp100 juta.

“Kami melakukan berbagai metode pengawasan, mulai dari konfirmasi omzet, pemeriksaan pembukuan, hingga sidak lapangan. Kami juga pasang perangkat e-tax di mesin kasir mereka untuk mencatat transaksi secara digital,” jelasnya.

Ia mengingatkan, ketidaktransparanan dalam pelaporan bisa berujung pada sanksi denda hingga empat kali lipat dari selisih pajak yang tidak dibayarkan.

“Karena itu, kami mengimbau para wajib pajak untuk tertib dan jujur dalam melaporkan omzet. Pajak adalah kontribusi untuk pembangunan daerah, dan kami ingin semuanya berperan secara adil,” ucapnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.