Dampak PHK Pekerja Media di Indonesia Mengancam Demokrasi
May 14, 2025 12:40 PM

Saat menghubungi Ade, bukan nama sebenarnya, Kamis kemarin (8/5/2025), ia baru saja tiba di kantornya. 

"Ini hari terakhir saya," kata jurnalis senior yang masa kerjanya terhitung telah berakhir awal Mei 2025 ini.

Ade adalah satu dari ratusan, bahkan ribuan pekerja media di Indonesia yang kehilangan pekerjaannya tahun ini.

Jujur, memang sulit menulis angka pastinya, karena beragam versi data tak resmi yang simpang-siur yang ditemukan di jagat maya.

Dewan Pers baru-baru ini menerima informasi bahwa gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) masih terus berlangsung di sejumlah media.

Sebanyak 150 pekerja di Kompas TV kehilangan pekerjaannya, CNN Indonesia (TV) 200 orang, tvOne 75 orang, dan Elang Mahkota Teknologi (Emtek) yang menaungi SCTV dan Indosiar sebanyak 100 orang.

Usaha untuk mencari data pasti melalui sejumlah kawan yang masih ada di ruang redaksi juga menemui jalan buntu.

"Aku kurang paham jumlahnya, enggak diumumkan juga oleh atasan," kata seorang kawan di salah satu ruang redaksi di Jakarta.

"Jumlah pastinya enggak tahu ya, tapi efisiensi ini memang ada dan sedang berjalan," ujar teman lain dari kantor redaksi media yang berbeda.

Dan ternyata, bukan saya saja yang kesulitan.

"Tidak semua media melaporkan bahwa telah melakukan PHK," tutur Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Sabtu (3/5/2025).

"Sebagian besar media, baik di pusat maupun daerah, tidak melaporkan kondisi ini. Maka dari itu, kami menilai perlu adanya pembaruan data yang lebih menyeluruh dan transparan," kata Ninik.

"Bisa jadi, media yang terverifikasi pun sebenarnya sudah tidak lagi beroperasi," tambahnya. 

Sejauh ini, dari data tak resmi yang dihimpun, setidaknya ada 12 perusahaan media yang ramai-ramai merumahkan karyawannya hingga Mei 2025. 

Media yang paling banyak memberhentikan karyawannya adalah Media Nusantara Citra (MNC) Group, yang menutup delapan kantor bironya di daerah seperti Bali, Makassar, Semarang, Bandung, dan Surabaya.

ABC Indonesia memperoleh daftar rincian karyawan tiap biro daerah periode bulan Mei 2025 yang dirumahkan MNC Group, yakni sebanyak 99 orang.

Karena ini hanyalah angka untuk periode Mei 2025, diperkirakan total karyawan yang diberhentikan oleh MNC Group jauh lebih besar, seperti yang dilansir Jawapos, yakni lebih dari 400 orang.

"Mungkin juga, karena sebenarnya sudah ada PHK sebelumnya dan masih akan ada lagi yang selanjutnya," kata Ade.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, mengatakan akan segera berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, untuk membahas PHK massal terhadap jurnalis di sejumlah media massa.

"Insya Allah dalam waktu dekat kami akan bertemu. Koordinasi melalui telepon sudah kami lakukan dan mudah-mudahan segera ada solusi untuk membantu menyehatkan industri media," katanya seperti dikutip Antara, Selasa (6/5/2025).

Ia mengakui kondisi industri media saat ini sedang tidak sehat sehingga pemerintah merasa perlu hadir untuk menjamin keberlangsungan media, baik dari sisi kualitas jurnalistik maupun keberlanjutan bisnisnya.

Dampaknya bagi keberagaman konten

Sepanjang 2023 hingga 2024, Dewan Pers mencatat ada sekitar 1.200 karyawan media, termasuk jurnalis, terkena PHK.

Menurut Ninik, penurunan pendapatan perusahaan media adalah faktor utama yang mendorong PHK ini.

"Sekitar 75 persen pendapatan iklan nasional saat ini dikuasai oleh platform digital global dan media sosial, sehingga banyak media lokal kehilangan sumber pemasukan," kata Ninik.

Dari berbagai media yang terkena badai PHK ini, izinkan saya untuk berfokus pada media penyiaran, khususnya televisi.

Penutupan seluruh biro daerah MNC Group di tahun 2025 ini kontras dengan semangat pembentukannya pada tahun 2008-2009, ketika saya masih menjadi bagiannya.

Saat itu MNC Group mengonsolidasikan jaringan kontributornya dari GlobalTV, MNCTV, dan RCTI di seluruh Indonesia dengan membangun biro-biro daerah di bawa jaringan TV lokal SunTV (kemudian berubah menjadi SindoTV, lalu iNews) yang menaungi para kontributor tadi.

Upaya ini dilakukan sebagai modal awal konten stasiun TV berjaringan yang baru, sekaligus memenuhi Sistem Siaran Jaringan (SSJ) sesuai dengan amanat Undang-undang Penyiaran. 

SSJ diterapkan untuk mendukung desentralisasi dan demokratisasi penyiaran di Indonesia di atas asas keberagaman kepemilikan dan konten.

Stasiun televisi swasta nasional harus menggunakan jaringan stasiun lokal, bukan sekadar stasiun relay, untuk menjangkau seluruh wilayah.Mereka juga harus memproduksi serta menyiarkan konten lokal yang sesuai dengan kebutuhan informasi warga di daerah tersebut.

Setiap stasiun penyiaran dalam sistem jaringan wajib menyiarkan program siaran lokal dengan durasi minimal 10 persen dari total waktu siaran per hari.

"Ya mau bagaimana lagi, kan orang-orangnya sudah enggak ada, bironya sudah tutup, jadi enggak produksi [konten lokal] lagi, cuma re-run program-program lama saja," kata Ade ketika saya tanyakan nasib muatan lokal setelah PHK.

Dampaknya bagi publik

Padahal, tanpa penutupan biro-biro daerah sekali pun, konten televisi Indonesia sudah sangat urban-sentris dan Jawa-sentris.

Padahal, tanpa pengurangan karyawan pun, konten televisi Indonesia sudah tidak beragam, banyak yang diputar ulang antar-program atau antar-stasiun televisi dalam satu grup yang sama.

Baik dulu dan sekarang, alasannya tetap sama: profit.

Bedanya, jika dulu keberagaman konten dan kepemilikan dikorbankan demi mendapatkan profit yang maksimal, kini sulitnya mendapatkan profit yang sepadan lagi-lagi akan membatasi lagi situasi yang jauh dari beragam itu.

Saya khawatir, berkurangnya jumlah jurnalis setelah pemberhentian massal ini akan dipakai oleh media untuk menjustifikasi konten siaran yang lebih sedikit, lebih pendek, atau bahkan tidak ada sama sekali dan hanya memutar ulang 'inventory'. 

Saya khawatir, sebagai pilar keempat demokrasi, banyaknya PHK jurnalis dan pekerja media akan berujung pada melemahnya pengawasan terhadap kekuasaan dan menyebabkan terbatasnya ruang publik kritis.

Jadi benar memang, mereka yang terdampak langsung dari gelombang PHK ini adalah para pekerja media yang kehilangan sumber penghidupannya.

Namun, di ujung yang lainnya, publik dan demokrasi akan menanggung dampaknya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.