Pakar Sebut Ilmu Pengetahuan Jadi Fondasi Pembangunan dan Kebijakan Industri
Whiesa Daniswara May 18, 2025 05:31 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Ahli Menteri Kementerian PPN/Bappenas, Effendi Andoko mengatakan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi (Iptek) serta transformasi ekonomi digital jadi prioritas nasional urutan keempat dan kelima dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Ia menyebut Kementerian PPN saat ini juga sedang berproses mentransformasi ekonomi nasional menjadi lebih transparan dan bisa dilacak.

Ini disampaikan Effendi dalam acara Innovation Summit Southeast Asia 2025 (ISSA) di Jakarta. 

“Kami sedang secara aktif mentransformasi ekonomi nasional menjadi lebih transparan dan dapat dilacak (traceable),” kata Effendi dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).

Effendi menyebut pembangunan ekonomi ini memerlukan pendekatan berbasis iptek untuk menjawab tantangan global seperti ketahanan pangan dan kompetisi dagang.

Sementara Direktur Riset Kebijakan dan Kolaborasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof Tikki Pangestu dalam panggung yang sama menyoroti sistem kesehatan Indonesia lewat pendekatan ilmiah dan teknologi.

Dalam upaya menurunkan beban penyakit kronis, Prof Tikki menyebut perlunya mempertimbangkan pengurangan bahaya tembakau sebagai solusi menurunkan prevalensi perokok di Indonesia.

“Dua dari tiga pria Indonesia adalah perokok, menjadikan kita negara dengan prevalensi tertinggi di dunia. Kita perlu mempertimbangkan pendekatan pengurangan bahaya tembakau sebagai bagian dari solusi,” katanya.

Prof Tikki merujuk data dari Jepang dan Inggris yang menunjukkan penurunan signifikan konsumsi rokok seiring meningkatnya penggunaan produk alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan.

"Di Jepang, penjualan rokok turun 32 persen seiring meningkatnya penjualan produk tembakau yang dipanaskan. Di Inggris, saat vaping naik, angka merokok turun,” jelasnya.

Namun kebijakan fiskal Indonesia belum mendukung pendekatan ini secara maksimal.

Menurut Prof Tikki, Indonesia bisa meniru model Filipina yang menerapkan regulasi berbasis risiko, menjaga kualitas dan keamanan produk, serta melindungi anak di bawah umur.

"Saya berharap Indonesia mengambil posisi tengah, tidak membebaskan tanpa aturan, tapi juga tidak melarang total seperti Singapura atau Australia. Pendekatannya harus rasional dan berbasis risiko," ujar dia.

Saat ini Indonesia sudah berada di jalur progresif dalam mengatur produk tembakau alternatif, tidak sebebas negara tanpa regulasi namun juga tak seketat negara yang melarang total.

Sebab menurutnya, pelarangan total malah berpotensi memunculkan barang ilegal.

Sehingga penting untuk mengawasi kualitas dan keamanan produk tembakau alternatif, serta penerapan pajak yang masuk akal.

"Kita harus fokus pada aksesibilitas dan keterjangkauan bagi mereka yang ingin berhenti merokok,” pungkas Prof Tikki.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.