TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah aktivis 98 berkumpul di TPU Pondok Rangon merefleksikan Peringatan Tragedi Mei 1998, Rabu (21/5/2025).
Aktivis Pena 98, Mustar Bona Ventura, mengatakan bahwa memperingati Mei 98 ini bukan lah peringatan yang seperti biasa. Tetapi menurutnya menjadi tugas kebangsaan bersama bagi para pelaku sejarah reformasi.
Mustar mengatakan TPU Pondok Rangon turut menjadi korban tragedi 98 dikuburkan, bahkan tanpa nisan.
“Pagi ini kawan-kawan 98 datang ke Makam Pondok Rangon. Makam di mana ribuan orang dari kerusuhan Mei 98 Mall Klender dikuburkan. Ratusan jiwa dikuburkan dalam satu kuburan besar karena tidak dikenali,” kata Mustar.
Mustar melanjutkan bahwa peringatan Tragedi Mei 98 tidak boleh dilewatkan. Pasalnya, tragedi itu menjadikan bangsa sebagai korban rezim Soeharto.
“Kenapa kita harus terus menceritakan peristiwa ini? Bukan tidak bisa move on tapi agar hal serupa tidak lagi terulang, agar siapapun yang menikmati demokrasi hari ini sadar bahwa demokrasi itu tidak gratis tapi ada dibayar keringat, airmata darah bahkan nyawa,” cetus jebolan UKI Jakarta.
Mustar mengatakan kehadiran aktivis di TPU bukan untuk bersedih-sedih, tapi kembali mengingat momen mengerikan tersebut.
"Menurut saya peristiwa ini tidak boleh terulang dan tidak boleh peristiwa seperti dulu ada kerusuhan ada orang yang kemudian diperkosa, ada orang didalam mal, ratusan orang meninggal, ribuan orang meninggal saat itu," kata Mustar.
Mustar mengingatkan sampai hari ini perjuangan saat Reformasi belum selesai.
Aktivis 98 lainnya, Wanto Sugito, menegaskan meski reformasi sudah bergulir selama 27 Tahun, namun masih banyak PR sejarah yang belum tuntas.
“Salah satu PR Sejarah adalah bagaimana kita mampu menuntaskan pelanggaran HAM berat yang hingga hari ini tidak ada gambaran untuk menuntaskannya,” ungkap Wanto.
Wanto pun menegaskan agar pejuang reformasi harus menutup ruang Soeharto yang terus digaungkan untuk menoreh gelar Pahlawan Nasional.
“Tolak Soeharto menjadi pahlawan nasional di berbagai daerah di berbagai elemen agar Soeharto tidak kita kasih ruang untuk menjadi pahlawan nasional,” pungkas Wanto yang juga alumnus IAIN Jakarta.
Sementara Jimmy Fajar, mengutarakan bahwa reformasi itu sendiri merupakan bahasa yang dikumandangkan Pemerintah untuk melemahkan perjuangan gerakan 98 yang menuntut revolusi.
“Bagaimana revolusi semua kebijakan, revolusi semua aturan-aturan informasi, dan itu terbukti teman-teman sampai saat ini revolusi berubah menjadi reformasi,” ungkap salah satu pentolan ISTN 98.
Jimmy juga mengingatkan di mana perjuangan belum selesai. Ia menyebut bahwa korupsi semakin merajalela, penguasa saat ini juga sedang mencoba mengutak-ngatik sejarah.
“Hari ini penguasa kemudian memutar balikkan sejarah. Itu yang harus kita sampaikan kepada siapapun dalam peringatan kita di Pondok Rangon ini,” ujar Jimmy.
Dalam peringatan itu, para aktivis turut melakukan aksi tabur bunga sebagai bentuk penghormatan kepada seluruh korban Tragedi 98 yang dimakamkan di TPU Pondok Rangon.
Hadir sejumlah Aktivis 98 ternama seperti 98 Mustar UKI, Agung APP, Wanti Sugito IAIN Ciputat, Simson, Jimmy Fajar ISTN, Cesare USNI, Fernando UKI.