TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi kredit PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) pada Rabu (21/5/2025) malam.
Ketiga orang itu adalah mantan Direktur Utama PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto, mantan pimpinan divisi bank daerah di Jawa Barat bernama Dicky Syahbandinata dan Zainudin Mapa mantan direktur utama bank di DKI Jakarta.
Akibat kasus tersebut, hitungan awal Kejagung dari kedua bank tersebut, nilai kerugian negara mencapai sekira Rp692 miliar.
Di sisi lain, Kejagung juga masih mendalami ada tidaknya persetujuan dari pihak pemerintah daerah maupun pusat terhadap pemberian kredit kepada PT Sritex yang akhirnya pailit pada 2024.
Sejauh ini, pemberian kredit diketahui diberikan pihak direksi dari beberapa bank daerah dan bank pemerintah yang bekerja sama dengan Sritex.
“Kami sudah pelajari semua prosedurnya."
"Pemberian kredit ini sudah ada persetujuan direksi,” ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar seperti dilansir dari Kompas.com, Kamis (22/5/2025).
Abdul Qohar mengatakan, penyidik juga masih mendalami alasan pemberian kredit beberapa bank daerah maupun pusat tersebut.
Bank ini disebutkan memberikan kredit dengan jumlah fantastis kepada PT Sritex.
Semisal bank daerah di Jawa Tengah yang memberikan kredit Rp395.663.215.800.
Ada lagi bank sindikasi yang terdiri dari beberapa bank Himbara yang memberikan kredit dengan total keseluruhan mencapai Rp2,5 triliun.
Para direksi beberapa bank tersebut saat ini masih berstatus sebagai saksi.
Berbeda dengan dua bank daerah lainnya, dimana direksinya yang sudah ditetapkan sebagai tersangka karena telah ditemukan perbuatan melawan hukum.
“Siapapun yang terlibat dalam hal ini, Kejagung tanpa pandang bulu."
"Apabila alat bukti cukup, akan kami mintai pertanggungjawaban hukum,” tegas Abdul Qohar.
Dalam kasus ini, penyidik menetapkan tiga tersangka.
Mereka adalah Dicky Syahbandinata selaku pemimpin divisi korporasi dan komersial bank daerah di Jawa Barat pada 2020.
Lalu Zainudin Mapa selaku direktur utama bank daerah di DKI Jakarta pada 2020.
Serta Iwan Setiawan Lukminto yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Sritex.
Hingga 2022, Iwan Setiawan diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Sritex.
Dari tindakan tersebut, kerugian keuangan negara yang telah terungkap pihak Kejagung senilai Rp692.980.592.188.
Dana ini didapat dari dua bank daerah di Jawa Barat yang memberikan kredit Rp543.980.507.170 dan bank daerah di DKI Jakarta Rp149.007.085.018,57.
Jika ditotal, pemberian kredit dari empat unsur bank daerah dan pemerintah ini kepada PT Sritex mencapai Rp3,58 triliun.
Ini pun didasari dari hasil alat bukti yang diperoleh tim penyidik jika telah terjadi tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari beberapa bank pemerintah kepada PT Sritex.
Dimana nilai total outstanding atau tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 mencapai Rp3.588.650.880.028,57.
Saat ini, pembayaran kredit ini macet dan aset perusahaan tidak dapat dieksekusi untuk menutupi nilai keuangan negara karena total aset PT Sritex lebih kecil dari nilai pemberian pinjaman kredit.
Atas tindakannya, ketiga tersangka telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ketiga tersangka juga langsung ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan.
Alasan Dua Mantan Direksi Bank Daerah Jadi Tersangka
Sementara itu Abdul Qohar juga menjelaskan alasan ada dua tersangka lain dalam kasus korupsi kredit Sritex ini.
Zainuddin dan Dicky disebut-sebut diduga telah memberikan kredit kepada PT Sritex secara melawan hukum karena tidak didasari analisis yang memadai dan tidak menaati prosedur serta persyaratan yang telah ditetapkan.
Salah satunya, PT Sritex tidak memenuhi syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian menunjukkan PT Sritex mendapatkan predikan BB- atau berisiko gagal bayar lebih tinggi.
"Padahal seharusnya pemberian kredit tanpa jaminan hanya dapat diberikan kepada perusahaan atau debitur yang memiliki peringkat A," kata Abdul Qohar.
Pemberian kredit ini pun dinilai melanggar standar prosedur operasional perbankan, Undang-Undang Perbankan, serta penerapan prinsip kehati-hatian.
Sementara itu, Iwan selaku Direktur Utama PT Sritex saat itu tidak menggunakan dana kredit dari dua perbankan itu sebagaimana tujuannya, untuk modal kerja.
"Justru oleh Iwan Setiawan disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif."
"Ini yang kemudian dimaksudtidak sesuai peruntukkan sebenarrnya," kata Abdul Qohar.
Kredit dari dua bank daerah itu macet dan aset PT Sritex tidak dapat dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil dari nilai pinjaman.
Selain itu, aset-aset milik PT Sritex juga tidak dijadikan jaminan dalam proses pemberian kredit.
Kredit itu pun tak kunjung dilunasi hingga akhirnya PT Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang.
Akibatnya, pemberian kredit dinilai telah menyebabkan kerugian negara. (*)