TRIBUNNEWS.COM – Belakangan publik dikejutkan dengan ambisi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang berencana membangun sistem pertahanan rudal Golden Dome.
Tak tanggung-tanggung, untuk menyukseskan rencana ini Trump bahkan rela menggelontorkan anggaran senilai 175 miliar dolar AS atau setara Rp2.869 triliun.
Dalam pernyataannya di Ruang Oval, Trump menjelaskan bahwa sistem ini akan mampu mendeteksi dan mencegat rudal sejak sebelum diluncurkan hingga saat rudal itu hampir mencapai sasarannya.
Dengan begitu, serangan dari mana pun di dunia dapat dicegat bahkan sebelum memasuki atmosfer udara wilayah AS.
“Golden Dome akan mampu menghentikan rudal, bahkan jika diluncurkan dari sisi lain dunia,” kata Trump, dikutip dari Sky News.
Sekilas, nama Golden Dome kerap dimiripkan dengan Iron Dome atau Kubah Besi yang dimiliki oleh Israel.
Meski keduanya terdengar mirip, sebenarnya hanya satu yang benar-benar eksis sebagai sistem militer aktif.
Sementara yang lain lebih merupakan kesalahan penyebutan yang kerap beredar di media sosial dan percakapan umum.
Mengutip laman Lockheed Martin, Golden Dome bukanlah sistem militer, Golden Dome merupakan konsep dan rencana sistem pertahanan rudal yang ditempatkan di luar angkasa, sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh AS sebelumnya.
Nama Golden Dome diambil dari sebuah bangunan ikonik yang menjadi bagian kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur.
Tidak seperti Iron Dome yang menggunakan rudal-rudal dari darat kee udara untuk mencegat rudal musuh, Golden Dome justru menggunakan ratusan satelit dalam sistem pertahanan udara mereka.
Golden Dome akan melibatkan ratusan satelit pengintai dan armada satelit penyerang secara terpisah yang akan menembak jatuh rudal-rudal musuh saat baru lepas landas.
Nantinya satelit-satelit penyerang yang akan mengirimkan sinyal aktivasi rudal-rudal AS di lokasi terdekat peluncuran rudal-rudal musuh.
Dengan begitu rudal-rudal antirudal tersebut bisa diluncurkan melalui kapal-kapal perang dan kapal selam AS peluncur rudal Golden Dome, dipandu satelit.
Teknologi ini akan membuat AS seolah memiliki banyak "kubah" pertahanan di seluruh dunia yang bisa mencegat sedini mungkin serangan dari berbagai ancaman rudal, termasuk dari Rusia dan China.
Kelebihan lainnya, Golden Dome akan beroperasi di orbit luar angkasa, menawarkan jangkauan yang lebih luas dan kemampuan pencegahan lebih dini dibandingkan Iron Dome yang masih berbasis darat.
Pejabat Pentagon bahkan memperingatkan bahwa sistem yang ada tidak dapat mengimbangi teknologi rudal baru yang dirancang oleh Rusia dan China.
Iron Dome adalah sistem pertahanan udara jarak pendek yang dirancang untuk mendeteksi, melacak, dan mencegat roket, mortir, serta artileri yang ditembakkan dari jarak menengah hingga pendek.
Sistem ini dikembangkan oleh perusahaan pertahanan Israel, Rafael Advanced Defense Systems, bekerja sama dengan Israel Aerospace Industries (IAI) sejak 2010 dan resmi dioperasikan pada 2011.
Tak seperti Golden Dome yang dipasang di angkasa, Iron Dome justru dipasang di atas tanah,
Oleh karena itu, Iron Dome dirancang untuk menghadapi ancaman jarak pendek, sementara Golden Dome bertujuan untuk melawan rudal jarak jauh yang lebih luas.
Meski begitu, Iron Dome bisa memberikan pertahanan terhadap titik atau area dari serangan udara yang mendekat, khususnya roket yang jarak jangkaunya pendek hingga menengah.
Nantinya sistem itu memanfaatkan kombinasi radar deteksi dan pelacak untuk mengidentifikasi dan mengikuti target sebelum menembakkan interceptor, yang dikenal sebaga rudal Tamir, untuk menghancurkannya di udara.
Terbukti, sejak Oktober 2023, rudal Iron Dome milik Israel telah berhasil mencegat ribuan roket yang ditembakkan oleh Hamas dan kelompok militan lainnya dari Gaza.
(Tribunnews.com / Namira)