Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, mengatakan regulasi telah mengatur ruang kerja untuk penyandang autisme dan difabel lainnya.
Veronica menilai perlu ada kesepahaman antara dunia kerja dengan regulasi ini.
"Kami melihat ada mislink antara pelatihan yang diberikan oleh pemerintah dengan kebutuhan nyata di lapangan kerja. Padahal kita punya Sentra, punya BLK, dan ada regulasi yang mewajibkan 2 persen pekerja difabel di instansi pemerintah dan 1% di sektor swasta,” ujar Veronica pada Media Talkshow bertema “Autisme Bukan Hambatan di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Kamis (22/5/2025).
Meski begitu, dirinya mengungkapkan masih ada hal yang tidak sinkron antara regulasi dan pelaksanaannya.
"Itu sudah ada. Tapi yang ada adalah mislinknya, apakah ketika pemerintah memberikan pelatihan itu, sesuai nggak job creation yang diberikan, diterima kepada di lapangan? Berarti kita harus lihat dari ujungnya," ucapnya.
Kementerian PPPA, kata Veronica, telah bekerja sama dengan Kementerian Sosial untuk mendorong model pelatihan yang tepat untuk penyandang disabilitas.
Menurutnya, pelatihan tak harus bersifat akademis, namun sesuai kebutuhan dunia kera.
"Kita ingin anakanak autistik dilatih secara spesifik sesuai kelebihannya. Ini yang sedang kami rintis sebagai pilot project," jelasnya.
Veronica mengatakan pihaknya siap memfasilitasi kolaborasi antara pemerintah, NGO, dan sektor swasta dalam menciptakan ruang kerja bagi disabilitas.
"Kita ingin ada outcome nyata, bukan sekadar wacana. Pemerintah sangat terbuka mendukung acara, termasuk fasilitasi tempat, asalkan kurasinya tepat. Kami ingin mengawal agar pelatihan tidak siasia dan anakanak ini benarbenar terserap ke dunia kerja," pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Autisma Indonesia (YAI), Adriana Ginanjar, mengungkapkan peluang kerja bagi penyandang autisme di Indonesia masih rendah.
Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya orang tua mengalami kebingungan ketika anak penyandang autisme menyelesaikan jenjang pendidikan formal pada usia remaja.
"Ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, di antaranya, stigma bahwa penyandang autisme tidak mampu bekerja dan berkarya. Padahal banyak di antara mereka yang sudah menunjukkan karyakaryanya dan bisa bekerja bila mendapat pendampingan yang tepat," kata Adriana.
Selain itu, pemberi kerja umumnya masih belum mendapatkan pengetahuan yang cukup terkait spektrum autisme.