TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 23 orang warga negara asing (WNA) bermasalah berhasil dijaring dalam Operasi Bali Becik pada 19 hingga 21 Mei 2025.
Operasi ini digelar oleh Satuan Tugas (Satgas) Bali Becik yang terdiri dari tim Direktorat Jenderal Imigrasi beserta Kantor Imigrasi se-wilayah Bali.
Dalam operasi tersebut Satgas melakukan pemeriksaan terhadap 312 WNA di 62 lokasi penginapan.
Dari jumlah tersebut didapati 23 orang WNA bermasalah, 14 di antaranya menyalahgunakan izin tinggal.
Sementara itu empat orang overstay lebih dari 60 hari dan telah dilakukan pendetensian.
“Dalam operasi ini kami mendapati dua orang WNA yang menjadi investor fiktif yang akan kami dalami kasusnya lebih lanjut,” kata Pelaksana tugas Direktur Jenderal Imigrasi, Yuldi Yusman, dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/5/2025).
Lebih lanjut Yuldi menjelaskan bahwa satu orang WNA didetensi karena tidak dapat menunjukkan paspor, sementara tujuh WNA lainnya ditahan paspornya untuk diperiksa lebih lanjut atas kelalaian melaporkan perubahan alamat dan penyalahgunaan izin tinggal.
Selain itu, enam WNA lainnya dilakukan pemanggilan lebih lanjut terkait dugaan penyalahgunaan izin tinggal.
Pengawasan di wilayah Legian-Kuta dan Pecatu-Uluwatu (Kabupaten Badung) dilakukan oleh Satgas dari Kantor Imigrasi Ngurah Rai dengan fokus pada homestay, vila, dan hotel, dibantu oleh Satpol PP Kabupaten Badung, Pecalang Desa Adat Pecatu, dan Trantib Kecamatan Kuta Selatan.
Sementara itu Kantor Imigrasi Denpasar melakukan pengawasan di wilayah Pemecutan Kelod (Denpasar Barat) dan Sanur (Denpasar Selatan) dengan objek pengawasan berupa kos-kosan, homestay, vila, guest house, dan apartemen.
Kantor Imigrasi Singaraja di lokasi berbeda melakukan pengawasan di wilayah Purwakerthi, Amed, Abang (Kabupaten Karangasem), serta Umeanyar dan Anturan (Kabupaten Buleleng) dengan sasaran kos-kosan, homestay, vila, dan dive center.
Selain penindakan keimigrasian, Satgas juga melakukan sosialisasi aplikasi pelaporan orang asing (APOA) kepada pemilik/pengelola penginapan di 62 lokasi tersebut.
Aplikasi ini diharapkan dapat membantu pengelola penginapan dalam melaporkan keberadaan dan kegiatan WNA secara lebih efektif, sehingga pengawasan keimigrasian dapat berjalan lebih optimal.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian mengamanatkan bahwa pemilik atau pengelola penginapan wajib memberikan informasi mengenai tamu asing yang menginap apabila diminta oleh Petugas Imigrasi.
Jika kewajiban ini tidak dipenuhi, terdapat ancaman pidana berupa kurungan maksimal tiga bulan atau denda hingga Rp25 juta.