TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam dugaan tindakan teror dan intimidasi terhadap seorang penulis opini yang mengkritisi kebijakan negara, khususnya terkait pelibatan militer dalam jabatan sipil.
Dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi pada Sabtu (24/5/2025), koalisi menyoroti penghapusan artikel opini berjudul "Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?" yang ditulis oleh penulis berinisial YF dan sempat tayang di media daring detik.com pada 22 Mei 2025.
Menurut keterangan tersebut, artikel yang mengkritik pengangkatan Letjen Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai dinilai telah melanggar prinsip meritokrasi dalam lingkungan aparatur sipil negara (ASN). Namun, artikel opini itu dihapus sehari kemudian atas permintaan penulis dengan alasan keselamatan pribadi.
Setelah artikel tersebut tayang, penulis mendapatkan teror berupa diserempet dan didorong saat dalam perjalanan, hingga terjatuh sebanyak dua kali oleh dua orang tidak dikenal, sebagaimana mengutip pemberitaan dari media Tempo.
"Koalisi mengecam keras tindakan teror dan intimidasi terhadap warga negara yang menyampaikan kritik atas kebijakan negara, khususnya terkait peran dan posisi militer dalam kehidupan sipil," tulis keterangan pers Koalisi Masyarakat Sipil tersebut, dikutip Sabtu (24/5/2025).
Dikutip dari laman Kompas Tv, Koalisi menegaskan bahwa dalam sistem demokrasi dan negara hukum, kritik terhadap kebijakan publik adalah bentuk partisipasi yang dilindungi oleh konstitusi. Tindakan kekerasan terhadap warga negara yang menyampaikan pendapatnya, menurut mereka, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia serta ancaman serius bagi kebebasan berekspresi.
Koalisi juga menilai bahwa kasus ini bukanlah insiden tunggal. Dalam dua bulan terakhir, mereka mengidentifikasi sejumlah kasus serupa berupa pengintaian, intimidasi, serta serangan fisik dan digital yang menyasar akademisi, aktivis, jurnalis, mahasiswa, dan warga sipil yang menyampaikan kritik terhadap keterlibatan militer dalam urusan sipil.
Beberapa kasus yang tercatat antara lain intimidasi terhadap diskusi mahasiswa terkait RUU TNI di berbagai kampus; ancaman simbolik kepada jurnalis berupa pengiriman benda mencurigakan; ancaman fisik dan upaya kriminalisasi terhadap pembela hak asasi manusia; teror terhadap kantor lembaga advokasi pasca-mengungkap rapat tertutup terkait revisi UU TNI; serta dugaan pengintaian terhadap pihak yang mengajukan uji materi atas UU TNI.
Menurut koalisi, tidak adanya penyelidikan yang tuntas, akuntabilitas pelaku, serta pemulihan korban menunjukkan adanya pengabaian tanggung jawab konstitusional oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.
Mereka juga menyoroti adanya kaitan antara pola kekerasan ini dengan sikap kritis masyarakat terhadap sejumlah kebijakan, seperti revisi UU TNI, Perpres Nomor 66 Tahun 2025 mengenai pelibatan militer di kejaksaan, serta penempatan perwira aktif di jabatan sipil.
Pandangan kritis terhadap kebijakan negara bukanlah bentuk ancaman, melainkan bagian dari sistem demokrasi yang sehat.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari sejumlah lembaga, termasuk Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, Amnesty International Indonesia, ELSAM, dan Human Rights Working Group (HRWG).