TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Santo Sumono merasa dirugikan atas pemutusan kerjasama pengelolaan lahan sawit seluas 714 Hektare antara PT Poly Kartika Sejahtera (PKS) dengan Pusat Koperasi Kartika (Puskopkar) A Bukit Barisan (BB).
Pengambilan Kebun Sei Tuan secara sepihak terjadi pada September 2020 saat Kolonel Igit Donolego menjabat sebagai Ketua Puskopkar A BB.
Santo menyebut pihaknya diusir dari perkebunan.
Sementara janji pembagian aset dengan Puskopkar tidak pernah Ia terima.
"Jangan kan pembagian aset, kami diusir lalu kemudian diputus kerjasama oleh Puskopkar. Dan ini tentu bukanlah sesuai ketentuan hukum, kami sangat dirugikan," kata Santo dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi I Medan, Rabu (28/5/2025).
Pada sidang yang diketuai Majelis Hakim Kolonel Farma Nihayatul Aliyah beragendakan mendengar keterangan tambahan saksi I atau pihak Pelapor.
Santo menceritakan pada 1993, dirinya dan Puskopkar 'A' BB mengelola Kebun Kelapa Sawit di Desa Sei Tuan, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
Kedua belah pihak sepakat mendirikan perseroan bernama PT Poly Kartika Sejahtera dengan saham, Santo 60 Persen dan Puskopkar 'A' BB sebesar 40 Persen.
Yang kemudian Addendum tahun 2015, Santo 55 Persen Puskopkar 45 Persen.
Pada 2017, ada wacana pendirian Pangkalan Militer dan pemutusan kerjasama pengelolaan Kebun Sawit.
Dari audit aset PT Poly Kartika Sejahtera menyebut Total Investasi Rp 46 miliar lebih.
Kemudian setelah beberapa kali negosiasi menjadi Rp 37 miliar. Saya mendapat Rp 20 miliar lebih.
Proses pengakhiran kerjasama harusnya dilakukan pada Februari 2020.
Namun sebelum pembayaran ganti rugi, Santo didepak dari Perkebunan.
"Kami selalu diusir setiap mau masuk kebun sejak pemutusan kerjasama. Dan tidak ada pembagian aset seperti yang sudah disepakati," kata Santo.
Dia mengatakan, pernah beberapa kali bertemu dengan pihak Puskopkar untuk membahas perihal proses ganti rugi namun tak ada hasil.
Belakangan pihak Puskopkar menunjuk pihak lain untuk mengelola perkebunan sawit.
Selain itu, pihak Santo tidak diperbolehkan memasuki lahan sawit karena adanya penjagaan dari Personel TNI.
Atas dasar itulah Santo melaporkan Kolonel Igit yang pada saat itu menjabat Ketua Puskopkar 'A' BB atas dugaan Penyalahgunaan Jabatan dan Penggelapan.
"Jangankan pembagian aset malah kebun diambil sepihak lalu diputuskan kerjasamanya. Karena beliau (Terdakwa) menyalahkan jabatannya," kata Santo.
Harusnya kerjasama antara dia dan Puskopkar 'A' BB berlangsung sampai 2040.
Santo pun bersedia bila Puskopkar tidak bisa memberikan ganti rugi, kerjasama antara keduanya bisa kembali berjalan.
"Ya kita sudah hubungan baik selama 27 tahun. Ya kalau harapan minta keadilan kepada kami. Saya juga berharap bisa kembali menjalin kerjasama atau penyelesaian ganti rugi kepada kami," tuturnya.
Dalam kasus ini, Igit didakwa melanggar perundang-undangan karena unsur tindak pidana penyalahgunaan kekuasaan sesuai Pasal 126 KUHPM ataupun penggelapan sebagaimana diatur dengan pidana Pasal 374 KUHP.
Sementara itu Kuasa Hukum Pelapor, Leo Napitupulu menyampaikan, pengakhiran kerjasama sepihak yang dilakukan Puskopkar dibawah kepimpinan Igit merugikan kliennya.
Dia pun berharap agar Majelis Hakim dapat memutuskan perkara ini seadil-adilnya.
"Kami hanya mengharapkan keputusan yang seadil-adilnya kepada korban. Bahwa atas pemutusan kerjasama ini, ada pihak yang dirugikan. Padahal kerjasama antara Puskopkar dan Santo sudah berjalan lama. Kami harap Majelis Hakim mempertimbangkan hal ini," tuturnya.
Usai mendengarkan keterangan saksi, Majelis Hakim yang diketuai Kolonel Farma Nihayatul Aliyah menunda persidangan sampai Jumat (13/6/2025) dengan agenda mendengarkan putusan.
(CR17/Tribun-Medan.com)