Respons MUI terhadap Wacana Prabowo Buka Hubungan Diplomatik dengan Israel
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas merespons wacana Presiden Prabowo Subianto membuka hubungan diplomatik dengan Israel asalkan Palestina diakui sebagai negara.
Menurut dia, Indonesia sebaiknya tidak membuka hubungan dengan Israel.
"Karena Israel adalah negara penjajah. Sementara negara kita indonesia adalah negara yang sangat anti terhadap penjajahan karena yang namanya penjajahan itu jelas-jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan," kata Abbas dalam pesan yang diterima, Kamis (29/5/2025).
Abbas menyebut bahwa sikap tersebut sudah jelas dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945.
Oleh karena itu, jika Israel ingin membuka hubungan diplomatik dengan Indonesia, Abbas mengatakan mengakui kemerdekaan Palestina belum cukup.
"Israel harus bertanggung jawab terhadap tindakan genosida dan semua perbuatan buruk yang telah mereka lakukan selama ini terhadap rakyat dan negeri Palestina," tandasnya.
Sebelumnya, Prabowo mengatakan akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel dalam pernyataan pers bersama Presiden Prancis Emannuel Macron di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, (28/5/2025).
"Karena itu indonesia sudah menyampaikan begitu negara Palestina diakui oleh Israel, Indonesia siap mengakui Israel, siap buka hubungan diplomatik dengan Israel. Indonesia siap menyumbang pasukan perdamaian di kawasan tersebut," kata Prabowo.
Kepala Negara mengatakan dalam pertemuan empat mata dengan Presiden Macron banyak topik yang dibahas salah satunya mengenai konflik Palestina.
Prancis kata Prabowo ingin mendorong penyelesaian damai masalah Palestina.
"Di mana Prancis juga akan terus mendukung langkah-langkah ke arah kemerdekaan Palestina sebagai negara yang merdeka," katanya.
Menurut Prabowo dalam pembicaraan dengan Macron, Prancis akan terus mendesak untuk segera diberlakukannya penghentian kegiatan bersenjata di jalur gaza, Palestina. Selain itu Prancis juga menyerukan jaminan terhadap akses kemanusiaan penuh.
"Kami juga mendukung rencana Prancis dan Arab Saudi untuk menyelenggarakan KTT di bulan Juni mendatang guna mendorong penyelesaian two state solution dan mewujudkan perdamaian di kawasan Timur Tengah," kata Presiden.
Prabowo mengatakan dirinya dalam berbagai forum dan kesempatan selalu menekankan bahwa Indonesia hanya memandang penyelesaian two state solution.
"Kemerdekaan bagi bangsa Palestina untuk mencapai perdamaian yang benar. Tadi di samping itu pun saya tegaskan bahwa kita juga harus mengakui dan menjamin hak Israel untuk berdiri sebagai negara yang berdaulat dan harus juga diperhatikan dan dijamin keamanannya," pungkasnya.
Hubungan Indonesia–Israel adalah salah satu topik paling sensitif dalam diplomasi Asia Tenggara.
Meski tidak memiliki hubungan diplomatik resmi, kedua negara tetap menjalin interaksi terbatas dalam bidang perdagangan, pariwisata, pendidikan, dan keamanan.
Indonesia dan Israel hingga kini tidak memiliki hubungan diplomatik resmi. Namun, relasi nonformal tetap berjalan, terutama di sektor dagang dan kunjungan wisata religius.
Setiap tahun, 11.000–15.000 WNI berziarah ke Israel, dan sebaliknya warga Israel juga bisa mengunjungi Indonesia untuk keperluan bisnis melalui prosedur visa khusus.
Pada 2008, Indonesia dan layanan kesehatan darurat Israel sempat menjalin kerja sama senilai US$200.000.
Beberapa warga Indonesia juga menempuh studi dan menjadi dosen di Israel, menunjukkan ada jembatan kecil dalam dunia pendidikan dan kesehatan.
Sejarah hubungan Indonesia–Israel sudah mencatat banyak dinamika sejak masa Presiden Sukarno.
Tahun 1962, Indonesia menolak visa delegasi Israel dalam Asian Games karena desakan negara Arab.
Meski demikian, pada 1980-an, Indonesia membeli lebih dari 30 jet tempur Skyhawk dari Israel secara diam-diam.
Tahun 1993, PM Israel Yitzhak Rabin sempat bertemu Presiden Suharto—pertemuan tingkat tinggi yang dianggap sangat langka.
Sementara di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), wacana pembukaan hubungan sempat mencuat.
Gus Dur bahkan pernah menyatakan, "Aneh kalau kita tidak mengakui Israel, sementara kita mengakui negara-negara tak bertuhan seperti Rusia dan Tiongkok."
Indonesia berpegang teguh pada prinsip dukungan terhadap kemerdekaan Palestina. Tahun 2019, Permenlu No.3/2019 menegaskan pelarangan segala bentuk hubungan resmi dengan Israel, termasuk:
Tidak ada pengibaran bendera Israel di wilayah RI
Tidak boleh ada lagu kebangsaan atau simbol negara Israel
Delegasi resmi Israel dilarang hadir di acara pemerintahan
Surat-menyurat resmi dengan Israel tidak diizinkan
Tahun 2024, saat Indonesia mendaftar sebagai anggota OECD, media Israel mengklaim Indonesia setuju menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, Pemerintah RI langsung membantah dan menyatakan tidak akan membuka hubungan sebelum Palestina merdeka.
Menurut survei BBC World Service tahun 2013, 70 persen warga Indonesia menilai pengaruh Israel negatif, hanya 12% yang melihatnya positif.
Sentimen ini jadi faktor utama mengapa pemerintah Indonesia tetap hati-hati dalam membina hubungan terbuka dengan Israel.