TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Angka pengangguran di Indonesia sangat tinggi. Berbagai event job fair dibanjiri ribuan pelamar sampai berkahir ricuh seperti terjadi di event job fair di sebuah kawasan industri di Cikarang, Jawa Barat, pekan ini.
Di media sosial, para pencari kerja juga mengeluhkan sulitnya mencari lowongan kerja karena persyaratan pelamar yang tidak masuk akal seperti batas usia pelamar kerja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani beralasan syarat batas usia bukan bentuk diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja.
Dia bilang itu adalah sebuah mekanisme penyaringan awal yang dilakukan perusahaan ketika merekrut tenaga kerja.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi Dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja.
SE tersebut untuk melarang diskriminasi atas dasar apapun dalam proses rekrutmen tenaga kerja, salah satunya mengenai syarat batas usia.
Shinta menyebut APINDO menghormati dan mendukung semangat non-diskriminasi yang dilakuan pemerintah.
Menurut dia, hal itu merupakan bagian dari pembangunan pasar kerja yang adil dan berkelanjutan.
"Namun demikian, perlu untuk dipahami bahwa dalam praktiknya selama ini, syarat usia bukan digunakan untuk mendiskriminasi, melainkan sebagai mekanisme penyaringan awal," kata Shinta kepada Tribunnews, dikutip Jumat (30/5/2025).
"Terutama dalam konteks jumlah pelamar yang sangat besar dan keterbatasan sumber daya rekrutmen di banyak perusahaan," jelasnya.
Shinta mengatakan penyesuaian usia juga sering kali terkait langsung dengan karakteristik teknis dan beban kerja dari suatu posisi tertentu.
Adapun terkait dengan SE yang dirilis Menaker, dunia usaha dipastikan akan selalu berusaha mematuhi kebijakan pemerintah, selama implementasinya jelas dan disertai pedoman teknis yang aplikatif.
"Yang dibutuhkan sekarang adalah sosialisasi yang masif dan dialog teknis yang terbuka agar pelaku usaha dapat memahami secara tepat apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan," ujar Shinta.
Shinta pun menyoroti poin ketiga SE ini yang memberikan ruang pengecualian untuk pembatasan umur bila didasarkan oleh kepentingan khusus.
Poin tersebut menyebutkan bahwa persyaratan usia tetap dapat ditetapkan untuk jenis pekerjaan dengan karakteristik tertentu, selama tidak berdampak pada berkurangnya kesempatan kerja secara umum.
"Dunia usaha berharap pedoman pelaksanaannya dapat dirumuskan secara jelas untuk meminimalkan potensi misinterpretasi," ucap Shinta.
Sebelumnya, Menaker Yassierli mengatakan dinamika praktik rekrutmen tenaga kerja saat ini masih menunjukkan adanya tantangan yang menjurus pada praktik diskriminatif dalam proses rekrutmen.
"Seperti contohnya pembatasan usia, harus berpenampilan menarik atau good looking, status pernikahan, tinggi badan, warna kulit, suku, dan lain-lain," kata Yassierli dalam konferensi pers di kantor Kemnaker, Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (28/5/2025).
Ia pun mengeluarkan SE ini dalam rangka mempertegas komitmen pemerintah terhadap prinsip non-diskriminasi.
SE ini juga bertujukan memberikan pedoman yang jelas agar rekrutmen kerja dilakukan secara objektif dan adil.
"Poin utama dari surat edaran ini adalah larangan diskriminasi atas dasar apapun dalam proses rekrutmen tenaga kerja," ujar Yassierli.
Dalam hal adanya kepentingan khusus yang dibenarkan secara hukum, pembatasan usia dalam proses rekrutmen hanya dapat dilakukan dengan dua ketentuan.
Pertama, pembatasan usia karena memang dibutuhkan atau diperlukan, mengingat karakteristik atau sifat pekerjaan tertentu yang secara nyata berkaitan dengan usia.
Kedua, pembatasan usia tidak boleh menyebabkan hilangnya atau berkurangnya kesempatan memperoleh pekerjaan bagi masyarakat secara umum.
"Ketentuan ini juga berlaku bagi tenaga kerja penyandang disabilitas, yang mana proses rekrutmen tenaga kerja juga harus dilakukan tanpa diskriminasi dan berdasarkan pada kompetensi dan kesesuaian dengan pekerjaan," ucap Yassierli.
Yassierli menekankan kepada para pemberi kerja dalam menyampaikan informasi lowongan pekerjaan agar dilakukan secara benar, jujur, dan transparan melalui kanal resmi.
Hal itu agar menghindari terjadinya praktik penipuan, pemalsuan, dan percaloan yang pada akhirnya akan merugikan para pencari kerja
Surat edaran ini disampaikan kepada gubernur, bupati atau wali kota, dan pemangku kepentingan terkait.
Pemerintah daerah diminta agar mendorong dunia usaha menyusun kebijakan rekrutmen yang berpihak pada prinsip kesetaraan dan non-diskriminasi.
Sementara itu, kepada para pelaku usaha dan industri, Yassierli ingin momentum menjadi upaya terus memperbaiki praktik rekrutmen agar lebih transparan, adil, dan berbasis kompetensi.
"Melalui langkah ini, kami ingin memastikan bahwa dunia kerja di Indonesia menjadi tempat yang inklusif, kompetitif, dan menghargai martabat setiap individu," kata Yassierli.