TRIBUNNEWS.COM - Badan Amil Zakat Nasional Jawa Barat (Baznas Jabar) diterpa isu dugaan korupsi senilai Rp 13 miliar yang dibongkar mantan pegawai, Tri Yanto (TY).
Kasus ini menjadi sorotan setelah Polda Jabar menetapkan TY sebagai tersangka dugaan akses ilegal (illegal access) terhadap informasi yang dikecualikan di Baznas Jabar.
Tri disangka melanggar Pasal 48 jo Pasal 32 (1) dan (2) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dikutip dari Kompas, Tri menjelaskan duduk perkara kasus dugaan korupsi Baznas Jabar sebesar Rp 13 miliar.
Tri melaporkan dugaan penyimpangan dana zakat sebesar Rp 9,8 miliar dan dana hibah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) senilai Rp 3,5 miliar.
Ia mengatakan tidak melaporkan dugaan korupsi Baznas Jabar ke Polda Jabar, namun ke institusi penegak hukum lainnya.
"Kami memang tidak mengirimkan ke Polda karena melihat Polda banyak pekerjaan dan lainnya. Kami kirimkan ke APH (aparat penegak hukum) yang lain."
"Kami mengirimkannya ke beberapa APH dari Kejati (Kejaksaan Tinggi) Jabar, KPK, dan Kejari (Kejaksaan Negeri) Kota Bandung," kata Tri, Rabu (28/5/2025).
Tri menguraikan, terdapat dugaan kelebihan penggunaan dana operasional Baznas Jabar pada 2021–2022 yang mencapai 20 persen dari total dana zakat.
Padahal, sesuai aturan Kementerian Agama, batas maksimal penggunaan dana operasional oleh Baznas adalah 12,5 persen dari total dana yang dihimpun.
Tri yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jabar menyebut kelebihan penggunaan dana itu terjadi karena adanya penambahan pegawai setelah pergantian pimpinan pada 2020.
Pada laporan keuangan, jelas Tri, ada kenaikan biaya operasional yang cukup tajam dari 2021, salah satunya pengeluaran gaji amil.
"Karena tahun 2020 membawa gerbong orang-orang mereka dimasukin jadi amil Baznas Jabar sehingga yang sekitar 30 karyawan jadi 50 karyawan," kata Tri.
Dana operasional juga disebut Tri turut digunakan untuk menyewa mobil dinas dan menaikkan gaji pimpinan Baznas Jabar.
"Sebelumnya mobil operasional satu orang, kemudian semua pimpinan mendapatkan mobil operasional, nambah sewa mobil. Kemudian gaji pimpinan, walaupun dari APBD, naik 121 persen dari sebelumnya Rp15 juta di tahun 2020, naik 2023 sekitar Rp30 juta per orang pimpinan," pungkasnya.
Sementara itu, Koalisi Lawan Kriminalisasi Whistleblower (Koliber) turut menyoroti kasus Tri Yanto dan Baznas Jabar.
“Kasus ini juga menunjukkan betapa lemahnya perlindungan terhadap whistleblower di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, selaku perwakilan koalisi dalam keterangannya, Kamis (29/5/2025), dikutip dari Tribun Jabar.
Nenden menjelaskan hal ini bertentangan dengan Pasal 10 UU No. 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Serta Pasal 33 Konvensi PBB United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang mewajibkan negara untuk melindungi pelapor dari segala bentuk pembalasan atau perlakuan tidak adil.
Koalisi pun mendesak pemerintah dan DPR segera menyusun regulasi yang komprehensif agar pelapor tidak lagi menjadi korban ketika mencoba menyampaikan dugaan pelanggaran yang merugikan kepentingan publik.
"Dorong pembentukan UU perlindungan whistleblower dan partisipasi publik yang komprehensi," ungkap Nenden.
Wakil Ketua IV Baznas Jabar, Achmad Faisal, menjelaskan bahwa TY dilaporkan ke Polda Jabar pada tahun 2024 karena mengakses dokumen internal Baznas secara ilegal setelah statusnya sebagai pegawai berakhir.
Menurut Achmad, TY juga diduga telah memanipulasi sebagian data dan menyebarkannya kepada pihak-pihak yang tidak berkepentingan, yang mengakibatkan kesimpangsiuran informasi.
"Bahwa permasalahan TY bukan pengaduan persoalan whistleblower melainkan telah mengakses dokumen internal secara tidak sah milik Baznas Jabar," tegas Achmad dalam konferensi pers di Kantor Baznas Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, pada Selasa (27/5/2025).
Baznas Jabar juga telah mengeluarkan pernyataan resmi menanggapi kasus dugaan korupsi dan kriminalisasi.
Baznas Jabar menegaskan komitmennya terhadap prinsip antikorupsi, tata kelola yang transparan, serta keterbukaan informasi publik sebagai fondasi dalam mengelola dana umat.
"Baznas Jawa Barat menghormati prinsip perlindungan whistleblower dan telah menyediakan mekanisme pengaduan yang aman serta kerahasiaan bagi pelapor," tulis pernyataan tersebut.
Terkait kasus TY, Baznas Jabar menyebut tidak ada hubungan antara pemberhentiannya dengan status sebagai whistleblower dalam kasus dugaan korupsi.
"Pemberhentian dilakukan sebelum yang bersangkutan melaporkan dugaan penyelewengan Baznas Jabar, dikarenakan proses rasionalisasi lembaga dan yang bersangkutan beberapa kali melakukan tindakan indisipliner," ungkap Baznas Jabar.
"Hasil audit investigasi oleh Inspektorat Provinsi Jawa Barat dan Baznas menyatakan tidak ada bukti korupsi sebagaimana tuduhan Sdr. TY."
"Dengan demikian, klaim pelanggaran hak whistleblower tidak relevan, karena tidak ada tindakan pelaporan yang dilindungi (melainkan pelanggaran terhadap prosedur mengakses dokumen tanpa izin dan menyebarkannya ke berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab)," ungkapnya.
Baznas Jabar juga berkomitmen menjunjung tinggi prinsip equality before the law.
"Proses hukum berjalan objektif dengan melibatkan lembaga independen (Pengadilan, Inspektorat, KAP) dan telah melalui tahapan banding hingga putusan final MA. Tidak ada ketimpangan akses karena Sdr. TY telah menggunakan seluruh hak hukumnya."
"BAZNAS Jawa Barat sebagai institusi juga tunduk pada pemeriksaan hukum yang sama, termasuk audit eksternal oleh Kementerian Agama dan KAP," ungkapnya.
Tri Yanto atau TY, mantan pegawai Baznas Jabar yang melaporkan dugaan korupsi kini ditetapkan sebagai tersangka akses ilegal (illegal access) terhadap dokumen rahasia lembaga tersebut.
Tri Yanto dilaporkan Wakil Ketua III Baznas Jabar, Achmad Ridwan dan Yanto ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan tindak pidana illegal access dan membocorkan dokumen rahasia.
Hal itu diatur dalam Pasal 48 jo Pasal 32 (1) dan (2) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan menjelaskan penetapan tersangka terhadap TY berawal dari tindakan yang dilakukan setelah dirinya dipecat oleh Baznas.
Setelah dipecat dari Baznas, Tri Yanto diduga mengakses dan menyebarkan informasi yang dikecualikan oleh lembaga tersebut ke beberapa instansi tanpa izin.
"Dia melakukan share informasi ke berbagai lembaga, padahal ada beberapa informasi yang dikecualikan oleh Baznas sesuai dengan amanah UU," ujar Hendra, Senin (26/5/2025), dikutip dari Kompas.
"Dia sudah dipecat, tapi kok masih legal akses ini dan (informasinya) di-share ke berbagai pihak, ini yang tidak boleh," katanya.
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, TY tidak ditahan dan tetap memiliki hak untuk membela diri.
"Dia sebagai tersangka di kita, tapi bisa membela diri. Sekarang tidak ditahan. Keputusan (dihukum tidaknya) nanti tetap di pengadilan," tuturnya.
(Gilang P, Rizki A) (TribunJabar.id) (Kompas.com)