TIMESINDONESIA, SUMBA TIMUR – Pagi itu, mentari baru saja menyapu pucuk-pucuk pegunungan di Sumba Timur. Langit biru masih bersih dari awan ketika saya melaju dari Kota Waingapu menuju Air Terjun Waimarang, sebuah surga tersembunyi di Desa Waimarang, Kecamatan Umalulu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
Kontributor TIMES Indonesia, Umbu Jerico Bintang Kilimandu, Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unmer Malang, melaporkan perjalanan sekitar satu setengah jam menembus hamparan padang dan perbukitan khas Sumba terasa penuh antisipasi. Begitu mendekati lokasi, suara gemericik air mulai terdengar pelan, seperti janji akan keajaiban yang sebentar lagi akan terungkap. Dan benar saja, ketika melewati jalan setapak sejauh 20 menit, saya menemukan sebuah mahakarya alam: air terjun setinggi 25 meter yang jatuh lembut ke kolam alami berwarna biru kehijauan. Airnya begitu jernih, hingga dasar kolam pun terlihat jelas.
Air Terjun Waimarang berbeda dari kebanyakan air terjun di Indonesia. Alirannya yang tenang, kolam yang dalam namun bersih, serta suasana tenang yang diselimuti hutan dan semak alami menjadikannya destinasi yang tak hanya indah secara visual, tapi juga spiritual.
“Dulu air terjun ini menjadi tempat ritual Marapu untuk meminta hujan,” ujar Pak Umbu Landu, seorang tetua adat berusia 65 tahun yang saya temui di lokasi. Ia menunjuk sebuah batu besar di sisi kolam, tempat masyarakat dulu membakar dupa dan mempersembahkan sirih pinang. Menurutnya, hingga kini warga Desa Waimarang masih memegang teguh nilai-nilai adat dalam menjaga kesucian air terjun.
Tak hanya pesona spiritual, Waimarang juga memanjakan para pencinta alam. Kupu-kupu endemik dan burung khas Sumba sering terlihat beterbangan di sekitar kolam, menambah kekayaan hayati yang membuat tempat ini semakin istimewa. Nuansa hening, udara bersih, dan gemericik air menciptakan suasana meditatif yang sulit digambarkan dengan kata-kata.
Menurut para pemandu lokal, waktu terbaik untuk berkunjung adalah antara April hingga Oktober, ketika airnya bening, arusnya tenang, dan cuaca relatif kering. Pada musim hujan, kolam bisa berubah warna menjadi kecokelatan karena sedimentasi, dan arus menjadi cukup deras untuk aktivitas berenang.
Harga tiket masuk pun sangat terjangkau, hanya Rp15.000 per orang, dengan tambahan Rp5.000 untuk parkir. Dari titik parkir, pengunjung perlu berjalan kaki menuruni bukit dan menyeberangi aliran air kecil. Walau cukup menantang, sensasi petualangan justru menjadi bagian paling menarik dari pengalaman menuju air terjun ini.
Dan ketika kaki menyentuh air kolamnya, dingin yang menyegarkan langsung menyusup ke seluruh tubuh. Batuan licin dan dinding batu tinggi yang memagari kolam menciptakan kesan seperti berada di dunia lain—tenang, alami, dan sakral.
Air Terjun Waimarang bukan sekadar destinasi wisata. Ia adalah simbol perjumpaan antara alam, budaya, dan spiritualitas masyarakat Sumba. Bagi siapa pun yang ingin menjelajahi sisi lain dari Indonesia Timur yang belum banyak tersentuh modernitas, Waimarang adalah jawabannya. (*)