Estetika Bukan Sepele
Edi Nugroho May 31, 2025 06:31 AM

COBA saja menyusuri jalan di Kota Banjarmasin, Banjarbaru, Kabupaten Banjar dan sebagian Kabupaten Batola. Selain pemandangan lalu lintas kendaraan, di sisi jalan tampak bertumpukan menggelantung tak karuan kabel warna hitam, tampak semrawut. Kabel-kabel itu adalah jaringan seluler untuk pelanggan WiFi (Wireless Fidelity).

Fenomena ini bukan hal baru. Di banyak kota besar di Indonesia hingga kota-kota di daerah.

Pemandangan kabel semrawut ini sudah jadi hal biasa, sesuatu yang diterima begitu saja oleh masyarakat, dan jadi bagian dari lanskap urban. Padahal, kehadiran kabel-kabel ini bukan hanya merusak estetika kota, tetapi juga mencerminkan ketidakberesan dalam tata kelola infrastruktur digital dan komunikasi.

Fungsi kabel-kabel tersebut memang vital: penghantar sinyal internet, sambungan telepon dan layanan data digital lainnya. Tapi, ketika pertumbuhan kebutuhan digital tak diiringi dengan regulasi dan koordinasi yang baik, hasilnya adalah kekacauan. Vendor-vendor internet dan seluler berlomba-lomba memasang kabel secara cepat untuk mengejar pelanggan dan penetrasi pasar. Apakah pemasangannya sudah berkoordinasi dengan penyedia jasa serupa maupun pemerintah kota? Ini patut diperjelas.

Pada sisi lain muncul pula pertanyaan, apakah pemerintah daerah memiliki peta infrastruktur digital terintegrasi? Ini juga harus dijelaskan oleh pemangku kepentingan. Sebab, adalah sangat perlu regulasi yang bisa jadi panduan maupun rujukan pemantauan ekosistem digital, salah satunya pemasangan kabel serat optik tersebut.

Beberapa kota di Indonesia telah mengeluarkan peraturan daerah (Perda) yang mengatur pemasangan kabel bawah tanah. Namun, implementasinya masih jauh dari kata ideal. Vendor mengeluhkan tingginya biaya instalasi kabel bawah tanah, serta proses perizinan yang lamban.

Estetika bukanlah persoalan sepele. Kota yang terlihat rapi, bersih, dan tertata bisa meningkatkan kenyamanan hidup warganya, menarik investasi, dan mendukung sektor pariwisata. Pemandangan kabel yang semrawut tidak hanya mengganggu visual, tetapi juga menciptakan kesan ketidakteraturan dan ketidakterkendalian.

Beberapa negara seperti Singapura, Jepang, dan Korea Selatan telah menunjukkan bahwa kota modern tak harus dipenuhi kabel menggantung. Mereka berhasil memindahkan hampir seluruh infrastruktur kabel ke bawah tanah.

Solusi untuk mengatasi semrawutnya kabel serat optik di perkotaan harus dilakukan secara holistik.  Pertama, perlu dilakukan pendataan dan audit menyeluruh terhadap kabel-kabel yang ada. Kedua, pemerintah daerah harus memiliki peta digital yang akurat. Ketiga, pemerintah dapat memberikan insentif ke  vendor yang bersedia berinvestasi pada infrastruktur bawah tanah, misalnya berupa pemotongan pajak, percepatan perizinan.

Bentuk lembaga koordinasi antara pemerintah daerah, vendor telekomunikasi, dan masyarakat sipil untuk menyusun standar bersama dalam penataan kabel. Langkah lainnya adalah edukasi publik. Pemerintah pusat juga memiliki peran strategis dengan menetapkan standar nasional penataan kabel dan mendorong digitalisasi tata kota, pemerintah dapat mendorong seluruh kota untuk mengikuti arah pembangunan yang lebih tertata. (*)

 

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.