Strategi Business Matchmaking Jadi Solusi Kolaboratif Keluar dari Middle Income Trap
Wahyu Aji May 31, 2025 09:33 PM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan masifnya adopsi teknologi kecerdasan buatan (AI) yang mulai menggantikan peran manusia menciptakan tantangan baru bagi Indonesia.

Di tengah tekanan perlambatan ekonomi global dan transisi industri, Indonesia dihadapkan pada pertanyaan besar: bagaimana menjaga pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan sekaligus keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap?

Jawaban atas tantangan tersebut ditawarkan lewat pendekatan inovatif yang dikembangkan oleh Dr Erwin Suryadi dalam bukunya yang berjudul “The Matchmaker”. Buku ini dibedah dalam diskusi publik yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (31/5/2025).

Dalam bukunya yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, Erwin menyoroti urgensi menciptakan ekosistem kolaboratif lintas sektor yang disebutnya sebagai strategi business matchmaking.

Business matchmaking, merupakan sebuah pendekatan yang tak sekadar mempertemukan pelaku usaha, tapi juga membina, mengarahkan, dan menumbuhkan kolaborasi jangka panjang yang saling menguatkan.

“Bonus demografi tidak akan berarti apa-apa jika kita tidak mampu menyerap dan memberdayakan talenta lokal secara sistematis,” kata Erwin.

Menurutnya, pendekatan ekonomi yang hanya berfokus pada mekanisme pasar konvensional—sekadar mempertemukan permintaan dan penawaran—sudah tak lagi relevan di era disrupsi teknologi.

Melalui konsep business matchmaking, Erwin menawarkan gagasan kolaboratif antara pelaku industri besar, UMKM, pabrikan lokal, dan lembaga pendidikan.

Pendekatan ini diarahkan untuk mendorong perbaikan pada tiga aspek kunci: kualitas produk (quality), efisiensi biaya (price), dan ketepatan pengiriman (delivery)—tiga pilar yang menjadi standar daya saing di pasar global.

Warisan Pemikiran Soemitro dan Praktik di Hulu Migas

Konsep ini berakar pada pemikiran Prof. Soemitro Djojohadikusumo, ekonom nasional yang menolak konsep pasar bebas tanpa peran negara.

Dalam pandangan Soemitro, pasar di negara berkembang tidak akan bekerja secara adil tanpa intervensi negara sebagai pengatur dan pelindung pelaku ekonomi lokal.

“Business matchmaking adalah bentuk aktualisasi prinsip Soemitro—di mana negara dan industri besar memiliki tanggung jawab untuk membina dan membuka akses bagi pelaku usaha kecil agar bisa bersaing secara sehat,” jelas Erwin.

Salah satu penerapan konkret dari strategi ini adalah Forum Kapasitas Nasional yang digagas SKK Migas sejak 2021. Melalui forum ini, pelaku industri migas skala besar menjalin kemitraan strategis dengan pabrikan lokal dan UMKM di berbagai daerah.

“Hasilnya terbukti. Banyak pabrikan dalam negeri yang mampu naik kelas dan bahkan menembus pasar ekspor,” ujar Erwin.

Studi Kasus: Dari Lokal ke Global

Contoh nyata keberhasilan business matchmaking ditunjukkan oleh PT Luas Birus Utama, perusahaan lokal yang kini menjadi pemasok komponen industri migas hingga ke Timur Tengah.

“Kepercayaan dari industri besar, yang disertai pendampingan dan standar mutu yang jelas, menjadi kunci kami bisa menembus pasar ekspor. Pendekatan ini memberi arah, bukan sekadar kesempatan,” ungkap Harris Susanto, Direktur Utama PT Luas Birus Utama.

Hal senada disampaikan Fery Sarjana dari Petronas Carigali Iraq Holding BV.

Menurutnya, kolaborasi nyata akan tercipta jika semua pihak aktif terlibat.

“UMKM sering kali berjalan sendirian. Dengan pendekatan business matchmaking, mereka tidak hanya diberi peluang, tapi juga ditunjukkan jalannya,” tuturnya.

The Matchmaker bukan sekadar buku ekonomi. Erwin Suryadi menyusun buku ini sebagai peta jalan menuju transformasi ekonomi Indonesia yang lebih inklusif, tahan guncangan, dan kolaboratif.

Diskusi buku ini turut menghadirkan para pelaku industri dari berbagai sektor, seperti PT Medco E&P Indonesia, Brodo, hingga PT Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari.

Mereka berbagi pengalaman nyata tentang bagaimana kolaborasi lintas sektor telah memperkuat daya saing dan keberlanjutan usaha.

Menurut Erwin, strategi business matchmaking akan menjadi kunci penting untuk memastikan Indonesia tidak hanya keluar dari middle income trap, tetapi juga menjadi negara maju pada 2045.

“Kalau bukan kita yang membangun dan mempercayai kapasitas bangsa sendiri, siapa lagi? Business matchmaking adalah cara untuk berdiri di atas kaki sendiri secara terstruktur,” pungkasnya. (Eko Sutriyanto)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.