TRIBUNNEWS.COM - Haji dan umrah merupakan ibadah yang didambakan oleh seluruh umat Islam.
Ibadah haji dan umrah memiliki serangkaian rukun dan syarat yang harus dipenuhi saat menunaikannya.
Oleh karena itu, baik ibadah haji maupun umrah memerlukan persiapan yang matang mulai dari fisik, harta hingga pengetahuan.
Dalam pelaksanaannya, terdapat sejumlah larangan yang harus dihindari oleh jemaah haji dan umrah.
Jika melanggar, jemaah haji atau umrah akan mendapat sanksi berupa membayar dam atau menyembelih hewan.
Mengutip laman Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), simak 10 larangan haji dan umrah beserta sanksi jika melanggarnya di bawah ini.
Larangan pertama adalah meninggalkan rangkaian ibadah wajib saat berhaji.
Wajib haji termasuk:
Jika jemaah meninggalkan salah satu dari wajib haji, maka harus membayar dam, yaitu menyembelih satu ekor kambing sebagai fidyah.
Jika puasa tiga hari saat haji tidak memungkinkan, jemaah dapat berpuasa seluruhnya (sepuluh hari) ketika kembali ke negerinya.
Sanksi tersebut memberikan kemudahan bagi jemaah yang mungkin menghadapi kesulitan fisik atau situasional dalam menjalankan puasa saat haji.
Orang yang sedang melaksanakan ibadah haji dan umrah dilarang mencukur rambut, baik itu rambut kepala, bulu ketiak, bulu kemaluan, kumis, maupun jenggot.
Jemaah yang melanggar ini wajib membayar fidyah, bisa berupa puasa, memberi makan kepada fakir miskin atau menyembelih hewan kurban.
Larangan ini terdapat dalam Al-Qur’an:
فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ بِهِۦٓ أَذًى مِّن رَّأْسِهِۦ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ
Artinya: “Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidiah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkurban.” (QS. Al-Baqarah: 196).
Menggunting kuku juga dilarang selama jemaah berada dalam kondisi ihram.
Sama seperti larangan mencukur rambut, larangan ini bertujuan untuk menjaga kondisi ihram dan simbolisme kesucian yang harus dipertahankan selama ibadah.
Memotong kuku dapat dianggap sebagai tindakan memperindah diri, yang bertentangan dengan prinsip ihram yang menuntut kesederhanaan dan kerendahan hati.
Pelanggaran terhadap larangan ini juga mengharuskan jemaah membayar fidyah.
Laki-laki yang sedang ihram dilarang menutup kepala mereka dengan topi, sorban, atau benda lainnya.
Di sisi lain, perempuan dilarang menutup wajah mereka dengan cadar atau niqab.
Larangan ini bertujuan untuk menunjukkan ketundukan dan kerendahan hati di hadapan Allah, serta menekankan bahwa dalam kondisi ihram, jemaah harus menampilkan dirinya dalam keadaan yang paling sederhana.
Hal tersebut disabdakan oleh Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a., ia berkata: seseorang berkata kepada Rasulullah:
يا رسول الله ماذا تأمرنا أن نلبس من الثياب في الإحرام فقال النبي صلى الله عليه وسلم لا تلبسوا القميص ولا السراويلات ولا العمائم … ولا تنتقب المرأة المحرمة ولا تلبس القفازين
Artinya: “Wahai Rasulullah, pakaian apa yang Anda perintahkan kepada kami dalam berihram? Lalu nabi bersabda: Janganlah kalian memakai kemeja, celana pendek, serban, dan seorang wanita yang berihram tidak memakai cadar dan tidak memakai kaos tangan”. (HR. Bukhori: 1741)
Selama ihram, laki-laki harus mengenakan pakaian ihram yang terdiri dari dua lembar kain yang tidak berjahit.
Mengenakan pakaian berjahit yang menampakkan lekuk tubuh seperti baju, celana, atau sepatu, dilarang karena hal ini dapat mengurangi makna kesederhanaan dan ketulusan yang diharapkan selama ibadah.
Pakaian ihram yang sederhana mengingatkan jemaah akan persamaan di hadapan Allah, tanpa memandang status sosial atau kekayaan.
Selama ihram, jemaah haji dan umrah juga dilarang menggunakan parfum atau wewangian.
Larangan ini termasuk tidak hanya pada tubuh tetapi juga pada pakaian dan barang-barang lain yang digunakan jemaah.
Tujuan dari larangan ini adalah untuk menjaga kesucian ihram dan mencegah godaan duniawi yang dapat mengganggu konsentrasi jemaah dalam beribadah.
Jemaah dilarang berburu atau membunuh hewan darat yang halal dimakan selama dalam ihram.
Hal tersebut berdasarkan pada surah Al-Maidah ayat 96:
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ ۖوَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا ۗوَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan.”
Hewan yang tidak termasuk dalam larangan ini adalah hasil tangkapan air dan hewan yang diperintahkan untuk dibunuh seperti kalajengking dan tikus.
Pelanggaran terhadap aturan ini mengharuskan jemaah membayar fidyah jaza’ atau semisalnya.
Haji dan umroh menjadi waktu untuk konsentrasi penuh pada Allah SWT dan menjalankan ibadah.
Oleh karena itu, orang yang berhaji dan umrah dilarang melakukan khitbah (lamaran) dan akad nikah selama ihram.
Melakukan khitbah atau akad nikah dianggap mengalihkan perhatian dari tujuan utama ibadah haji dan umrah.
Jika jemaah melanggar larangan ini, maka akad nikah tersebut tidak sah dan harus diulang setelah keluar dari ihram.
Selain itu, tidak ada fidyah terhadap larangan ini.
Melakukan hubungan intim (jima’) merupakan larangan berat selama ihram.
Jika hubungan intim dilakukan sebelum tahalul awal (sebelum melempar jamrah aqabah), maka ibadah haji dianggap batal, tetapi tetap harus diselesaikan.
Pelanggar juga harus menyembelih seekor unta dan memberikannya kepada orang miskin di Tanah Suci.
Jika tidak mampu, jemaah yang melanggar harus berpuasa selama sepuluh hari.
Jika dilakukan setelah tahalul awal, hajinya tidak batal tetapi jemaah harus berihram kembali dan menyembelih seekor kambing sebagai fidyah.
Mencumbu istri selain di kemaluan selama ihram juga dilarang.
Jika tindakan ini menyebabkan keluarnya mani, jemaah harus menyembelih seekor unta sebagai fidyah.
Jika tidak keluar mani, cukup dengan menyembelih seekor kambing.
Tindakan ini tidaklah membatalkan ibadah haji, namun dapat merusak kesucian ihram dan menghindari godaan duniawi yang dapat mengganggu konsentrasi ibadah.
(Nurkhasanah)