Alam Pancasila
GH News June 01, 2025 06:05 PM

TIMESINDONESIA, PONTIANAK – Setiap tanggal 1 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Perayaan momen bersejarah ini semestinya tidak sekadar menjadi seremonial tahunan semata, melainkan kesempatan penting untuk merefleksikan kembali nilai-nilai dasar negara yang menjadi perekat persatuan di tengah keberagaman. 

Seiring dengan perkembangan zaman, refleksi terhadap nilai-nilai tersebut perlu dikaitkan dengan berbagai persoalan yang tengah dihadapi bangsa, salah satunya adalah kondisi lingkungan hidup yang kian memprihatinkan.

Indonesia, sebagai negara dengan keanekaragaman hayati, justru tengah menghadapi berbagai tantangan serius berkenaan dengan isu ekologi. Laju deforestasi yang tinggi, pencemaran udara dan air yang meluas, serta meningkatnya bencana alam akibat kerusakan lingkungan, menjadi indikator nyata krisis ekologi yang sedang berlangsung. 

Tentunya, kerusakan lingkungan ini bukan semata persoalan teknis atau ekonomi, melainkan juga mencerminkan krisis kesadaran moral dan tanggung jawab manusia sebagai bagian dari alam.

Dalam konteks tersebut, nilai-nilai Pancasila memberikan kerangka berpikir yang relevan. Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, mengajarkan bahwa alam adalah ciptaan Ilahi yang harus dihormati dan dijaga. 

Dalam Surat Hud ayat 61, Allah Swt. berfirman bahwa manusia diciptakan dari bumi dan diminta untuk menjadi pemakmurnya. Amanah ini menunjukkan bahwa menjaga lingkungan adalah bagian integral dari ketaatan kepada Tuhan, sekaligus kewajiban manusia sebagai khalifah di muka bumi.

Selain itu, sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, mengingatkan pentingnya prinsip keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam. Dampak kerusakan lingkungan seringkali paling berat dirasakan oleh masyarakat yang paling rentan dan marginal, seperti petani kecil yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam. 

Ketimpangan akses dan pengelolaan sumber daya hanya akan memperdalam kemiskinan dan kesenjangan sosial, yang pada akhirnya menimbulkan konflik dan ketidakstabilan sosial.

Sementara itu, sila ketiga, “Persatuan Indonesia”, menegaskan bahwa upaya menjaga dan merawat alam adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen bangsa. Isu lingkungan bersifat lintas batas dan tidak mengenal perbedaan suku dan agama. 

Oleh karena itu, upaya pelestarian alam memerlukan sinergi dan kolaborasi antar berbagai pihak. Dengan membangun kesadaran kolektif dan memperkuat semangat gotong royong bangsa ini dapat menghadapi tantangan lingkungan yang kian kompleks.

Tak kalah penting, sila keempat dan kelima mengingatkan kita akan pentingnya kebijakan yang tidak hanya bijak secara ekonomi, tetapi juga adil secara sosial. Pengelolaan lingkungan yang mengabaikan dampak jangka panjang demi keuntungan sesaat justru dapat mengancam kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat. 

Oleh sebab itu, setiap kebijakan harus mengedepankan prinsip keberlanjutan dan menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, agar pembangunan tidak hanya berjalan saat ini, tapi juga memberi manfaat bagi generasi mendatang.

Berbagai upaya nyata telah dilakukan sebagai respons terhadap krisis lingkungan ini. Salah satunya adalah gerakan penanaman satu juta pohon yang digagas oleh beberapa instansi, kementerian, maupun komunitas masyarakat. 

Program ini menjadi contoh konkret bagaimana berbagai pihak, termasuk institusi keagamaan, berperan dalam menjaga kelestarian alam sebagai bagian dari tanggung jawab spiritual dan sosial. Kegiatan ini tidak hanya bermanfaat secara ekologis, tetapi juga mampu menggerakkan kesadaran masyarakat luas untuk aktif dalam pelestarian lingkungan.

Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku perusakan lingkungan, pendidikan lingkungan juga memegang peranan penting dalam membangun kesadaran sejak dini. 

Penerapan hukum yang adil dapat memberikan efek jera, sementara pendidikan yang menanamkan nilai cinta alam akan menghasilkan generasi yang berbudaya lingkungan dan menjadikan perilaku ramah lingkungan sebagai gaya hidup. Kombinasi keduanya menjadi fondasi kuat bagi pelestarian alam yang berkelanjutan.

Momen Hari Lahir Pancasila hendaknya menjadi pengingat bahwa merawat alam bukan hanya urusan ekologis semata, melainkan juga tanggung jawab moral. 

Dalam Surat Ar-Rum ayat 41, Allah Swt. menegaskan bahwa kerusakan di bumi adalah akibat ulah tangan manusia sendiri, sehingga kewajiban memperbaikinya menjadi hal yang tidak bisa diabaikan. Prinsip ini sejalan dengan cita-cita luhur Pancasila yang menuntut keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kesadaran tersebut harus diterjemahkan ke dalam tindakan konkret agar menjaga lingkungan tidak berhenti pada slogan semata, tetapi menjadi bagian budaya dan kebijakan nasional yang berkelanjutan. 

Dengan demikian, Pancasila dapat dihayati secara nyata, bukan sekadar simbol, namun sebagai dasar pijakan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman, terutama yang berkaitan dengan keberlangsungan lingkungan hidup dan kehidupan masyarakat secara umum. (*)

***

*) Oleh : M. Agus Muhtadi Bilhaq, Pemerhati Sosial dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Pontianak. 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.