Kala Tambang Galian C Gunung Kuda Sudah Longsor 5 Kali dan Ada Korban, tapi Tetap Diberi Izin
Pravitri Retno W June 02, 2025 11:33 AM

TRIBUNNEWS.COM - Bencana longsor yang terjadi di tambang galian C Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat (30/5/2025), ternyata bukan yang pertama.

Insiden yang merenggut nyawa 19 pekerja itu merupakan peristiwa longsor kelima kalinya di lokasi tersebut.

Bahkan, dikutip dari Tribun Jabar, sebelum longsor pada Jumat, peristiwa serupa baru terjadi pada tiga bulan lalu atau tepatnya 11 Februari 2025.

Beruntung, bencana longsor tersebut tidak menimbulkan korban jiwa maupun luka karena pekerja tambang diliburkan.

Kanit Reskrim Polsek Dukunpuntang saat itu, Iptu Sadia, menuturkan longsor di Gunung Kuda memang kerap terjadi.

Bahkan, sambungnya, pemilik galian C sengaja agar longsor terjadi.

"Pihak pengelola memanfaatkan cuaca agar terjadi longsor. Tujuannya untuk menghemat biaya operasional longsor ini, bencana alam. Karena faktor cuaca, dan galianya diambil dari bawah, sehingga terjadi longsor," katanya.

Sadia mengatakan tidak adanya korban karena warga dan pekerja sudah tahun akan terjadi longsor.

"Tadi tidak ada korban, karena pekerja dan pengelola sudah tahu akan longsor, jadi mereka libur," tandasnya.

Sementara, peristiwa longsor di Gunung Kuda pertama kali terjadi pada 26 April 2015.

Akibatnya, ada dua pekerja yang tewas tertimbun bersama dengan dua eskavator dan lima dump truck setelah tebing setinggi 20 meter tiba-tiba runtuh.

Selang enam tahun kemudian, longsor kembali terjadi tepatnya pada 30 September 2021. Beruntung, tidak ada korban jiwa akibat peristiwa tersebut.

Namun, pihak pengelola tambang menyebut terjadinya longsor karena teknik 'undercutting' atau pengerukan dari bawah tebing. Adapun teknik tersebut memang sengaja digunakan.

Alasan Masih Diizinkan Beroperasi

Menjadi pertanyaan, bagaimana pemerintah masih memberikan izin operasi terhadap pengelola tambang di Gunung Kuda meski longsor sudah berulang kali terjadi sejak 10 tahun lalu.

Terkait hal ini, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat, Bambang Tirto Yuliono, mengungkapkan, setelah insiden longsor 2015, pihaknya meyakini pemilik tambang sudah melakukan perbaikan dan audit lintas sektor terkait mekanisme operasional menambang.

Dari hal tersebut, Bambang meyakini pihaknya akhirnya tetap memberikan izin operasional.

"Soal izin yang dikeluarkan tahun 2020, sedangkan tahun 2015 pernah terjadi longsor dengan ada korban jiwa, tentunya saya meyakini betul bahwa sebelum ditertibkan izin tahun 2020, telah dilakukan pengkajian secara komprehensif, multi sektoral," ujar Bambang, Minggu (1/6/2025).

Bambang mengungkapkan Pemprov Jawa Barat saat itu tentu memiliki dasar kuat untuk tetap memberikan izin pertambangan di Gunung Kuda.

Selain itu, Bambang juga menyebutkan, evaluasi telah dilakukan setiap tahunnya.

Namun, ia menduga terjadi kelalaian dalam metode penambangan beberapa tahun terakhir.

"Nah persoalannya, saya meyakini betul di tahun 2023-2024, dengan dugaan saya metode perkembangannya tidak baik.".

"Sudah diberikan peringatan berkali-kali ya, bahkan Inspektur utama sudah diinformasikan untuk melakukan pendetailan, pendalaman terhadap metode pekerjaan penambangannya," jelas dia.

Pemilik dan Pengawas Tambang Gunung Kuda Jadi Tersangka

PEMILIK DAN PENGAWAS TERSANGKA - AK dan AR ditetapkan menjadi tersangka dalam longsor yang terjadi di tambang galian C di kawasan Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) lalu. AK merupakan pemilik dari tambang dan Ketua Koperasi Al-Ajariyah. Sementara AR merupakan pengawas atau tangan kanan dari AK.
PEMILIK DAN PENGAWAS TERSANGKA - AK dan AR ditetapkan menjadi tersangka dalam longsor yang terjadi di tambang galian C di kawasan Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) lalu. AK merupakan pemilik dari tambang dan Ketua Koperasi Al-Ajariyah. Sementara AR merupakan pengawas atau tangan kanan dari AK. (Tangkapan layar dari YouTube Kompas TV)

Sebelumnya, polisi telah menetapkan dua tersangka terkait longsor di galian C Gunung Kuda yaitu pemilik tambang sekaligus Ketua Koperasi Al-Jariyah berinisial AK dan kepala teknik tambang sekaligus pengawas berinisial AR.

Kapolresta Cirebon Kota, Kombes Sumarni, mengungkapkan penetapan kedua tersangka tersebut setelah dilakukan penyidikan dan pemeriksaan terhadap saksi.

"Dari serangkaian penyidikan itu, kami menetapkan dua orang tersangka dengan inisial AK yang merupakan Ketua Koperasi La al-Jariyah, selaku pemilik tambang yang beralamat di Dusun Bobos, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon."

"Tersangka kedua yaitu berinisial AR yang merupakan kepala teknik tambang atau pengawas yaitu yang beralamat di Desa Girinata, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon," kata Sumarni dalam konferensi pers, Minggu (1/6/2025).

Adapun modus tersangka yaitu AK sebenarnya mengetahui adanya larangan aktivitas tambang tanpa persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) selaku pemegang izin usaha pertambangan (IUP).

Selain itu, AK juga mengetahui adanya surat larangan adanya aktivitas tambang dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon.

Namun, segala bentuk larangan dan peringatan tersebut tidak dipedulikan oleh AK.

"Kemudian muncul kembali surat peringatan yang ditujukan kepada pemegang IUP, Ketua Koperasi Al-Ajariyah, pada tanggal 19 Maret 2025 berupa peringatan pemegang IUP untuk menghentikan kegiatan usaha pertambangan tahap operasi produksi sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Tapi yang bersangkutan tidak mengindahkannya," kata Sumarni.

Senada dengan AK, AR juga mengetahui adanya larangan dari pihak ESDM untuk melanjutkan kegiatan pertambangan.

Sumarni mengungkapkan AR diperintah AK untuk tetap memantau operasional dari kegiatan pertambangan di tanah galian C Gunung Kuda.

"Sementara AK tetap melaksanakan kegiatan pertambangan dan memerintahkan AR melaksanakan operasional kegiatan pertambangan," katanya.

"Tersangka AR sesuai dengan arahan tersangka AK, tetap melaksanakan kegiatan operasional pertambangan dengan tidak mengindahkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)," katanya.

Sumarni mengatakan akibat tidak diindahkannya larangan dari pemerintah oleh AK dan AR, terjadilah longsor yang mengakibatkan adanya korban jiwa.

Akibat perbuatannya, AK dan AR dijerat pasal berlapis yaitu Pasal 98 ayat 1 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.

Mereka juga dijerat Pasal 99 ayat 1 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2009 dengan hukuman penjara maksimal 9 tahun dan denda maksimal Rp 9 miliar.

Serta Pasal 35 ayat 3 juncto Pasal 186 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana yang telah diubah dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-undangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan ancaman penjara paling lama empat tahun.

AK juga disangkakan Pasal 3 juncto Pasal 14 juncto Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dengan ancaman hukuman maksimal tiga bulan penjara dan denda Rp100 ribu. Dia turut dijerat Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 atau 56 KUHP.

(Yohanes Liestyo, TribunJabar.id/Eki Yulianto)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.