Israel Tembaki Warga Palestina yang Kelaparan, 27 Orang Meninggal
GH News June 04, 2025 11:04 AM

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kekejaman tentara Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza terus berulang, Selasa (3/6/2025) kemarin saat mereka yang kelaparan berkumpul mencari bantuan justru diberondong tembakan hingga 27 orang meninggal dan lebih dari 160 orang lainnya terluka.

"Ini adalah peristiwa ketiga dalam tiga hari terakhir, peristiwa korban massal lainnya dari pusat bantuan pangan di Rafah," kata Dr. Ahmed Abu Sweid, dokter gawat darurat asal Australia kepada NBC News.

Tentara Israel melepaskan tembakan langsung terhadap warga Palestina yang sedang berkumpul di bundaran Al-Alam di kota selatan Rafah, Gaza Selatan.

Video yang diambil oleh kru NBC News di lapangan memperlihatkan korban tewas dan luka-luka dilarikan ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis. Pada satu titik, petugas medis berkumpul di sekitar seorang anak kecil yang kepalanya dibalut perban.

Ahmed Abu Sweid mengatakan,  cedera yang dialami para korban  meliputi beberapa luka tembak, cedera toraks di dada, dan anggota tubuh yang terluka. "Rumah sakit kewalahan," katanya.

"Seorang gadis berusia 5 tahun termasuk di antara yang terluka," tambahnya, sebelum tiba-tiba bergegas mengakhiri wawancara karena harus merawat pasien yang dilarikan ke ruangan.

Kementerian Kesehatan Palestina, yang telah dijalankan oleh Hamas sejak 2007, para korban itu tiba di rumah sakit setelah penembakan di pusat bantuan Gaza.

Organisasi Kesehatan Dunia, WHO mengatakan, pihaknya menganggap data Kementerian Kesehatan dapat diandalkan.

Militer Israel mengatakan pasukannya telah melepaskan apa yang disebutnya sebagai "tembakan peringatan" tapi moncong senjatanya diarahkan ke sejumlah orang sekitar setengah kilometer, atau 0,3 mil, dari lokasi distribusi bantuan di Rafah, dan bahwa mereka mengetahui dan sedang menyelidiki laporan mengenai korban.

Dalih tentara Israel (IDF), pasukannya mengidentifikasi beberapa orang yang kelaparan dan tanpa senjata apapun itu bergerak ke arah mereka "dengan cara yang dianggap membahayakan mereka" dan tampak menyimpang dari rute akses bantuan yang ditentukan.

Aktivis-dan-pendukung-pro-Palestina-a.jpgWarga Palestina berduka di rumah sakit Nasser melihat jenazah kerabat mereka yang terbunuh oleh tembakan Israel saat mereka berkumpul di dekat pusat bantuan yang didukung AS. (FOTO: Arab News/AFP)

"Setelah para tersangka tidak mundur, tembakan tambahan langsung diarahkan ke orang-orang yang maju ke arah pasukan," katanya.

Namun tentara Israel selalu tidak pernah menjelaskan lebih lanjut tentang ancaman apa yang dirasakan mereka dari orang-orang yang kelaparan tersebut.

Celakanya, Kelompok yang bertugas menyalurkan bantuan, Yayasan Kemanusiaan Gaza bentukan Amerika Serikat dan Israel tersebut mengatakan bahwa bantuan tersebut didistribusikan "dengan aman dan tanpa insiden" di lokasi Rafah.

Namun mereka menyatakan IDF sedang menyelidiki apakah sejumlah warga sipil terluka setelah bergerak melewati koridor aman yang ditentukan dan memasuki zona militer tertutup.

"Ini adalah area yang jauh melampaui lokasi distribusi dan area operasi kami yang aman," tambah kelompok tersebut AS dan Israel tersebut .

"Kami menyadari betapa sulitnya situasi ini dan menyarankan semua warga sipil untuk tetap berada di koridor aman saat bepergian ke lokasi distribusi kami," kata mereka.

Upaya baru yang dijalankan oleh GHF itu telah dikecam oleh kelompok-kelompok kemanusiaan yang telah mapan, termasuk PBB.

Mereka memperingatkan bahwa menggunakan beberapa pusat distribusi jauh dari apa yang dibutuhkan dan memaksa banyak warga Palestina untuk menempuh jarak yang jauh untuk mengakses pasokan yang sangat dibutuhkan, justru berisiko menyebabkan pengungsian lebih lanjut.

"Hal itu juga mengancam independensi kerja kemanusiaan sambil memberi Israel lebih banyak kendali atas Gaza," kata para kritikus.

Senin lalu, tiga orang warga Palestina meninggal dunia dan puluhan lainnya terluka ketika pasukan Israel menembaki mereka yang mencoba mencapai lokasi distribusi makanan di Rafah.

Militer Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pasukan telah melepaskan "tembakan peringatan" untuk "mencegah warga Palestina itu mendekati mereka," seraya menambahkan bahwa insiden itu terjadi sekitar 1 kilometer, atau 0,6 mil, dari lokasi distribusi di daerah Tel al-Sultan di Rafah.

Militer Israel mengatakan bahwa mereka mengetahui laporan tentang korban dan sedang menyelidiki insiden tersebut.

Pada hari Minggu, lebih dari 30 orang warga Palestina juga meninggal dunia dalam kejadian serupa di Rafah , dengan ratusan orang terluka, menurut pejabat kesehatan setempat dan pekerja bantuan.

Berbicara dengan kru NBC News di lapangan, empat saksi mata menggambarkan serangan dari udara dan darat saat mereka menunggu untuk mengambil bantuan di dekat lokasi distribusi.

Beberapa saksi mata mengatakan kekerasan itu terjadi sebelum pukul 4 pagi (9 malam Sabtu ET), sementara yang lain mengatakan itu terjadi sekitar pukul 6 pagi (11 malam Sabtu ET). Setidaknya tiga orang menggambarkan penembakan dari tank, selain suara tembakan. Hanya IDF yang diketahui menggunakan tank di Gaza.

Embargo senjata

Sementara itu sekitar 80 persen publik Inggris mendukung embargo senjata penuh terhadap Israel, dan hanya 16 persen yang menentang pengusiran negara itu dari PBB, menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Opinium.

Dilansir Arab News, sekitar tiga perempat responden menginginkan dana pensiun sektor publik melepaskan diri dari investasi yang terkait dengan Israel.

Temuan ini muncul setelah anggota Co-op memberikan suara pada rapat umum tahunan mereka minggu lalu agar supermarket tersebut berhenti menjual produk Israel.

Dua pertiga responden survei Opinium mendukung boikot serupa oleh supermarket Inggris lainnya.

Direktur Palestine Solidarity Campaign, Ben Jamal mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa jajak pendapat menunjukkan meningkatnya isolasi Israel dan dukungan publik yang signifikan terhadap sanksi.

"Dengan terus mempersenjatai dan mendukung Israel bahkan ketika negara itu melakukan genosida dan kebijakan kelaparan paksa, pemerintah Inggris berpegang teguh pada posisi yang semakin ekstrem, sama sekali tidak sejalan dengan opini publik, dan dengan pandangan mereka yang mendukungnya pada pemilihan terakhir," ujar dia.

Hari Rabu (4/6/2025) ini, ribuan aktivis akan membentuk barisan sepanjang satu kilometer di sekitar Gedung Parlemen di London, dihubungkan dengan sehelai kain merah, untuk menyerukan diakhirinya bantuan militer Inggris ke Israel dan penerapan sanksi terhadap negara tersebut.

'Mereka yang membawa tuntutan embargo senjata ke Parlemen dengan garis merah simbolis melakukannya karena mereka tahu bahwa tuntutan tersebut didukung oleh mayoritas warga negara mereka," kata Jamal.

PSC mengatakan dalam siaran persnya menyebutkan, selama hampir 3 bulan Israel telah memberlakukan blokade total yang mencegah semua bantuan kemanusiaan, yang mengakibatkan kematian akibat kelaparan, kekurangan gizi yang meluas dan kelaparan di antara 2,3 juta orang.

"Israel kini telah memberlakukan operasi bantuan yang sangat terbatas dan dimiliterisasi, yang dikutuk oleh organisasi-organisasi bantuan internasional, yang mengakibatkan sejumlah besar warga Palestina ditembak mati saat mereka mencari makanan," ujarnya. (*)

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.