TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Direktur Utama PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda), Jhendik Handoko (JH), Selasa (3/6/2025).
Penyidik memeriksa Jhendik untuk mendalami peran yang bersangkutan dalam perkara dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha pada PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022–2024.
"Penyidik mendalami kewenangan apa saja dan tugas pokok apa saja yang diberikan kepada JH selaku Dirut pada BPR Jepara Artha," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Rabu (4/6/2025).
KPK memulai penyidikan terkait kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha pada PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022–2024 pada 24 September 2024 dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka.
Namun, komisi antikorupsi belum mengungkap identitas kelima tersangka tersebut.
Lima orang yang dijadikan sebagai tersangka sudah dicegah KPK bepergian ke luar negeri.
Pencegahan pertama dilakukan KPK sejak 26 September 2024. Lima orang yang dicegah berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA.
Indonesia diduga mengalami kerugian sejumlah Rp250 miliar dalam kasus ini. Adapun modus yang sejauh ini ditemukan KPK ada kredit fiktif pada 39 debitur.
Kasus kredit fiktif BPR Bank Jepara Artha sempat diendus Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) jelang Pilpres 2024 lalu.
PPATK pada 2023 mengumumkan ada transaksi mencurigakan sebuah BPR di Jawa Tengah.
Nilai transaksi itu sebesar Rp102 miliar ke 27 debitur. Terungkap BPR itu adalah Bank Jepara Artha, BUMD dari Pemkab Jepara, Jawa Tengah.
PPATK mencurigai ada penarikan uang tunai. Lalu disetorkan ke simpatisan parpol berinisial MIA sebesar Rp 94 miliar. Dia diduga sebagai pihak pengendali atas dana pinjaman tersebut.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah mencabut izin usaha PT BPR Bank Jepara Artha berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-42/D.03/2024 tanggal 21 Mei 2024.
Sehubungan dengan pencabutan izin usaha tersebut, PT BPR Bank Jepara Artha diminta ditutup untuk umum dan menghentikan segala kegiatannya.
Dalam proses penyidikan, KPK telah menyita uang dari tersangka tersangka MIA sebesar Rp11,7 miliar.
Sejak perkara bergulir sampai saat ini, penyidik sudah melakukan penyitaan terhadap 5 unit kendaraan, yakni Toyota Fortuner (2), Honda CRV (2), dan Honda HRV.
Kemudian 130 bidang tanah dan bangunan senilai Rp50 miliar serta uang tunai sebesar kurang lebih Rp12,5 miliar.