Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengungkap tiga biang kerok banyak ritel modern di Indonesia bangkrut. Seperti diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, banyak ritel modern yang telah tutup gerai, baik secara permanen maupun diambilalih oleh perusahaan lain.
Penyebab pertama, saat ini banyak ritel modern yang hanya mengandalkan bisnis untuk kebutuhan masyarakat. Oleh karena itu, banyak ritel modern yang sulit bertahan.
"Kalau kami diskusi dengan (Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia) APPBI. Itu ternyata kalau ritel modern itu hanya jualan ya, tidak ada experience di situ, tidak ada journey di situ, ya dia pasti akan kalah dengan UMKM," kata Budi di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Rabu (4/6/2025).
Kedua, saat ini pola belanja masyarakat telah berubah. Jika sebelumnya setiap bulan rajin belanja bulanan, nah kini pola itu telah berubah ke mingguan dengan jumlah yang sedikit. Pola itu menyebabkan masyarakat hanya berbelanja ke ritel terdekat saja.
"Sekarang itu belanjanya kadang untuk kebutuhan sehari dua hari. Akhirnya apa? Akhirnya belanja yang terdekat saja Retail-retail yang terdekat saja," ungkapnya.
Ketiga, Budi menyebut mal atau department store juga dapat gulung tikar jika tidak memenuhi kebutuhan hiburan untuk konsumen. Menurutnya, saat ini pengusaha ritel dan mal harus dapat melihat perubahan pola belanja dan aktivitas masyarakat jika ingin bertahan.
"Misalnya tidak ada tempat untuk makan, untuk nongkrong, untuk ngumpul, ya akan sepi pengunjung," tambahnya.
Sebagai informasi, beberapa tahun belakangan banyak ritel besar di Indonesia yang tutup, misalnya PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) mengakui telah menutup lebih dari 400 gerai Alfamart sepanjang 2024. Namun di saat yang bersamaan, Alfamart juga terus berekspansi dan menambahkan kepemilikan gerai.
Untuk GS Supermarket, penutupan terjadi karena akan segera diambil alih oleh perusahaan retail lain alias take over. Artinya gerai-gerai supermarket ini nantinya akan tetap buka, namun dengan brand ritel lain.