Harga Tanah Mahal & Perlebar Pasar Jadi Alasan Pemerintah Perkecil Rumah Subsidi
kumparanBISNIS June 06, 2025 07:40 PM
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait atau yang akrab disapa Ara mengatakan ukuran rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau rumah subsidi bisa saja diubah. Tujuannya untuk melihat kondisi saat ini seperti harga lahan yang terus meroket dan untuk melebarkan pasar.
Rencana pemerintah ini tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025 yang memperkecil minimal luas tanah rumah subsidi menjadi 25 meter persegi sampai maksimal 200 meter persegi dan luas lantai minimal 18 meter persegi sampai maksimal 36 meter persegi.
"Ukuran-ukuran buat MBR bisa berubah nggak? Supaya lebih dengan kondisi sekarang dan melebarkan pasar. Bisa kan?" tuturnya kepada awak media di Kompleks Wisma Mandiri, Jakarta Pusat, Jumat (6/6).
Meskipun ukuran lahan dan luas bangunan diperkecil, namun Ara memastikan rumah subsidi yang dibangun tetap layak huni. Dia juga menyinggung rumah subsidi berukuran besar belum tentu bisa dikategorikan sebagai rumah layak huni. Sebab dari temuannya di lapangan, banyak rumah subsidi berukuran jumbo yang bermasalah.
"Apakah yang 60 meter semuanya layak huni? Nggak, tergantung pengembangnya. Itu banyak kita lihat aja di posting di Kementerian kami, yang 60 meter banyak tuh yang banjir, banyak yang baru masuk ke proses hukum, banyak yan longsor," jelasnya.
Dia menilai rumah subsidi ini bukan hanya soal ukuran bangunan dan lahan, tetapi penting juga memperhatikan kualitas pengembang. Sebagai contoh penambahan insentif likuiditas yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) menjadi 5 persen dari dana pihak ketiga (DPK) yang bertujuan memperkuat daya beli dan memperluas akses kredit perumahan, padahal mulanya Giro Wajib Minimum (GWM) ini hanya sebesar 4 persen.
Perbesar
Rumah subsidi yang diberikan untuk PMI di Perumahan Bumi Pagedan Permai, Subang, Jawa Barat, Kamis (8/5/2025). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Karena itu, menekankan pemerintah sah-sah saja jika ingin mengubah aturan untuk kepentingan rakyat. "Jadi kenapa sih kita takut berubah? Untuk rakyat. Tentu kita mesti dengar rakyatnya juga. Rakyat kita dengar, bukan hanya sosialisasi kebutuhan sudah ada," imbuhnya.
Perihal lokasi, Ara masih belum mengetahui pembangunan rumah subsidi dengan luas lebih kecil ini akan dibangun di mana. Hanya saja dia memastikan akan dibangun di perkotaan atau daerah padat penduduk.
Dari sisi bangunan, Ara menuturkan dengan ukuran lahan dan bangunan yang baru, konsumen bisa di berikan pilihan untuk tipe rumah satu kamar atau dua kamar. Menurutnya, untuk mewujudkan rencana ini pasti menghadapi tantangan, salah satunya banyaknya pihak yang pro dan kontra terhadap program ini.
"Jadi rakyat nanti ada pilihan. Rakyat ada pilihan.Kalau perlu ada yang satu kamar, ada yang dua kamar, ada yang single. Kan begitu. Nah, begitu kan kita juga lagi pikirkan apakah juga ada ke atas atau semuanya tapak," tuturnya.