TRIBUNMANADO.CO.ID - Bacaan Alkitab kali ini diambil dalam Keluaran 2:11-24.
Renungannya berjudul kalau ada kesabaran.
Diambil dalam buku moment of inspiration LPMI.
Firman Tuhan : “Ia menoleh ke sana sini dan ketika dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang Mesir itu, dan disembunyikannya mayatnya dalam pasir.” (Keluaran 2:12)
“Coba saya sabar sedikit, mungkin tidak harus jadi begini!” Kata-kata ini bernada penyesalan.
Di kala emosi meledak, apa yang sebenarnya merugikan, merusak, menghancurkan, tidak lagi dipertimbangkan.
Setelah emosi reda, keadaan telah menjadi berantakan, hancur lebur, menyesal kemudian selalu tak ada gunanya.
Orang bilang, “nasi sudah menjadi bubur” Sering dikatakan, di kala anda sedang emosi, jangan coba-coba mengambil keputusan emosional.
Mengapa? Itu sangat berbahaya.
Mari kita bayangkan Musa, ketika dia sampai membunuh orang Mesir itu.
Begitu marahnya ia melihat kaum sebangsanya diperlakukan tidak manusiawi, maka ia pun balas dendam tanpa kendali.
Apakah ia menyesal? Tidak ditulis.
Namun tentu saja kemudian hari ia semakin sadar bahwa itu kesalahan fatal.
Pada waktu Musa menyusun teks Imamat 19:18, pasti ia sangat teringat peristiwa pembunuhan itu.
Mungkin saja sambil geleng-geleng kepala, dia masih berkata dalam hatinya, “andaikata aku sabar, tidak terjadi seperti itu.
” Allah yang panjang sabar tidak berhenti membentuk Musa, sampai ia dipanggil menjadi pemimpin Israel.
Ketika dia sudah menjadi pemimpin Israel, area ini (kesabarannya) terus diuji.
Ingat saja bagaimana responsnya dalam beberapa catatan Alkitab (Keluaran 32:19; Bilangan 20:12).
Pernahkah kita mengatakan yang sama?
Umumnya manusia, termasuk kita orang Kristen, bahkan sebagai hamba Tuhan pun, tidak luput dari fakta ini.
Kematangan emosi memang sangat membutuhkan perhatian.
Terkait kemarahan Musa, seorang penulis berkata: “Marah adalah sifat yang wajar dan manusiawi, namun menjadi tak wajar jika amarah tersebut menang dan mengambil alih diri kita.
Alih-alih menyelesaikan masalah, amarah yang berlebihan, akan membawa kepada muara masalah baru.
Bagi Musa, ketidakmampuannya mengendalikan amarah, membuatnya tak lagi dapat memasuki tanah perjanjian.
”Bagi kita sekarang tentu saja perlu merenungkan ulang apa yang sering memicu kita kurang sabar.
Paulus si kolerik, sulit bersabar, namun dia meminta kuasa Roh Kudus (Galatia 5:22), sehingga ia sanggup mendorong jemaat belajar bersabar (Roma 12:12).
Tidak ada hari di mana dunia tidak memancing kesabaran kita, tetapi haruskah kita terpancing?
Kita boleh berkata dalam diri kita: “Kalau saya sabar, maka pasti banyak berkat yang akan saya alami.”
Inspirasi: Exodus, fakta sejarah bagi Israel keluar dari Mesir.
Exodus bagi kita adalah keluar dari ketidaksabaran, amarah, emosi yang tidak terkendali.