Qurban, Pegawai Publik, dan Makna Pengembangan SDM yang Sesungguhnya
Dani Anjar Prihatmanto June 08, 2025 05:40 PM
Setiap kali Idul Adha tiba, kita diingatkan pada kisah agung Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail. Sebuah kisah yang bukan sekadar tentang penyembelihan hewan, melainkan tentang keberanian menundukkan ego, keikhlasan menjalani perintah, dan keteladanan dalam kepemimpinan. Di balik perayaan religius itu, sesungguhnya tersimpan pelajaran besar tentang integritas, pengabdian, dan kesiapan untuk berubah. Nilai-nilai yang sangat relevan dengan dunia birokrasi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) sektor publik saat ini.
Namun sayangnya, dalam keseharian praktik birokrasi, nilai-nilai tersebut justru kerap terpinggirkan. Padahal, di tengah kompleksitas tugas dan ekspektasi publik yang terus meningkat, penguatan kompetensi Pegawai Publik bukan lagi soal pelatihan teknis semata, tapi soal membentuk karakter dan menanamkan nilai.
Realitas Pengembangan SDM: Masih Dangkal dan Seremonial
Sudah banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM aparatur negara. Anggaran pelatihan ditambah, sistem merit diperbaiki, hingga platform pembelajaran digital diluncurkan. Tapi satu pertanyaan mendasar tetap menggantung:
Apakah semua itu benar-benar menyentuh jiwa pelayanan para Pegawai Publik?
Terlalu sering kita temui pelatihan yang hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Modul dipelajari, tapi tidak membekas. Sertifikat dibagikan, tapi nilainya tak terasa. Kompetensi teknis ditekankan, sementara kompetensi moral dan etika pelayanan nyaris terlupakan.
Padahal dalam situasi krisis kepercayaan publik, masyarakat tidak hanya menuntut Pegawai Publik yang tahu prosedur, tetapi Pegawai Publik yang berani berpegang pada nilai-nilai kebenaran dan integritas, bahkan ketika itu tidak populer.
Qurban sebagai Paradigma Baru dalam Pelatihan
Qurban sejatinya adalah simbol dari kepemimpinan yang berpijak pada moral dan pengabdian. Nabi Ibrahim tidak hanya menjalankan perintah, tetapi juga memikul tanggung jawab moral yang sangat besar, mengendalikan rasa takut, menundukkan ego, dan menjunjung tinggi keikhlasan. Ini sangat relevan bagi para Pegawai Publik hari ini yang harus bekerja di tengah tekanan birokrasi, perubahan sistem, dan tuntutan masyarakat yang kian kompleks.
Dalam konteks pengembangan SDM sektor publik, nilai-nilai qurban bisa diinternalisasi ke dalam pelatihan dan pembelajaran Pegawai Publik, antara lain melalui:
Pelatihan empati dan etika pelayanan, agar Pegawai Publik tak hanya menjawab aduan, tapi memahami penderitaan dan kebutuhan warga dengan hati yang terbuka.
Pembentukan karakter dan integritas, melatih keberanian untuk bersikap benar, kedisiplinan yang konsisten, serta keikhlasan dalam menjalankan tugas bukan sekadar mengejar target administratif.
Simulasi pengambilan keputusan etis, bukan hanya penilaian kognitif berbasis pilihan ganda, tetapi ruang reflektif untuk menghadapi dilema nyata di lapangan.
Pengembangan SDM yang hanya menargetkan perubahan cara berpikir belum cukup. Kita perlu pelatihan yang mampu menyentuh cara merasa, cara bersikap, dan cara melayani.
Harapan di Tengah Tantangan
Pegawai Publik kita hari ini menghadapi tekanan dari berbagai sisi: digitalisasi pelayanan, ekspektasi masyarakat yang semakin tinggi, dan budaya birokrasi yang belum sepenuhnya sehat. Maka, pengembangan SDM tak bisa lagi bersifat dangkal dan prosedural.
Beberapa langkah konkret yang dapat menjadi arah baru:
Reorientasi pelatihan dari sekadar peningkatan keterampilan teknis menjadi penguatan karakter, spiritualitas, dan kepemimpinan yang berintegritas.
Integrasi konteks sosial dan nilai-nilai keagamaan ke dalam pelatihan, agar para peserta merasa terhubung secara emosional dan reflektif.
Pembangunan budaya belajar berkelanjutan, bukan sekadar berbasis diklat, tetapi mengakar dalam keseharian kerja dalam interaksi, pengambilan keputusan, dan penyelesaian masalah.
Melibatkan tokoh inspiratif dan pemimpin moral dari luar birokrasi, untuk memantik semangat perubahan dan menunjukkan bahwa nilai itu nyata, bukan teori kosong.
SDM sektor publik yang unggul tidak lahir dari sistem digital semata, tetapi dari proses pengasahan moral dan nurani yang terus-menerus dan di situlah nilai qurban bisa berperan besar sebagai pondasi spiritual dan etis.
Dari Pelatihan ke Perubahan
Qurban sejatinya adalah peringatan bahwa perubahan besar hanya bisa terjadi ketika ada keberanian untuk melepaskan ego, kenyamanan, dan kebiasaan lama. Begitu pula dalam birokrasi: pelatihan Pegawai Publik yang ideal bukanlah pelatihan yang membuat mereka makin pintar bicara, tapi semakin jujur dalam bertindak, semakin tulus dalam melayani, dan semakin kokoh dalam memegang prinsip.
Karena pada akhirnya, kompetensi tertinggi dari seorang abdi negara bukan hanya soal skor asesmen atau capaian kinerja, tapi tentang siapa dirinya saat tidak ada yang mengawasi dan itulah yang sedang kita rindukan dari wajah birokrasi kita hari ini.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.